"Tolong jangan panik. Ada perompak Hantu Laut yang sedang mengejar kapal kita."
"Baik, Kang. Terima kasih informasinya," jawab Panji. Perasaannya mulai dihinggapi kekuatiran yang teramat besar. Kuatir terhadap keselamatan anak dan istrinya.
Lelaki tampan berusia dua puluh tujuh tahun itu menutup kembali pintu kamar selepas kepergian pekerja kapal. Dia berjalan mendekati Nilam yang sedang menatapnya.
"Ada apa?"
"Ada perompak yang hendak merampok kapal kita. Kau tidak perlu takut, ada aku yang akan menjaga kalian berdua," jawab Panji sambil menahan ekspresinya agar istrinya tidak ketakutan.
Bola mata Nilam berkaca-kaca mendengar berita buruk dari suaminya. Sungguh sulit dipercaya jika pertama kali naik kapal harus menghadapi masalah yang begitu berat. Apakah ucapan suaminya tadi menjadi sebuah kenyataan bahwa maut yang akan memisahkan mereka berdua?
Panji berdiri dan meraih pedang yang diletakkannya di samping putranya. Ditatapnya wajah putranya yang begitu polos tanpa dosa.
"Kakang mau kemana?" Nilam memandang suaminya dengan tatapan sayu.
"Aku harus melawan mereka, Nilam. Keselamatan kalian berdua adalah yang utama. Kita tidak akan selamat jika aku hanya berdiam diri saja," jawab Panji lalu berjalan menuju pintu dan membukanya.
Sebelum keluar dia menoleh kepada istrinya, "Kunci pintunya. Jika terjadi apa-apa padaku, carilah cara untuk menyelamatkan putra kita." Panji melangkah keluar dan menutup kembali pintu kamar.
Suasana di luar sudah begitu ramai. Para penumpang kapal berteriak ketakutan setelah mendapat kabar bahwa kapal yang mereka tumpangi akan dirampok.
Panji berjalan mendekati salah seorang pekerja kapal, "Kita lawan mereka, Kang!" ucapnya seraya menatap dua kapal kecil yang masing-masing berisi sekitar dua belas orang lelaki berperawakan sangar.
"Mereka terkenal kejam, Kisanak, kita tidak akan mampu melawan mereka."
Jawaban yang diberikan pekerja kapal tersebut membuat Panji merasa kesal. Dia sangat benci dengan manusia yang sudah menyerah terlebih dahulu sebelum mencoba.
Dua kapal yang ditumpangi perompak Hantu Laut sudah mendekat. Beberapa tali tambang yang diberi pengait besi di ujungnya sudah dilemparkan ke badan kapal.
"Cepat naik ke atas. Bunuh semuanya tanpa terkecuali dan ambil harta bendanya!" teriak seorang lelaki bertubuh tinggi besar berambut ikal yang membawa pedang besar di tangannya.
Masing-masing sepuluh anggota perompak Hantu Laut dengan cekatan naik ke atas kapal hanya bermodalkan tali tambang saja. Dua anggota perampok sisanya bertahan di kapal mereka untuk menjaga keseimbangan. Terlihat jelas jika mereka sudah sangat berpengalaman di bidangnya, terbukti kapal kecil yang mereka gunakan tidak sampai miring ataupun bergeser menjauh.
Panji menghunus pedangnya dan berlari menuju salah satu tali tambang yang digunakan anggota perompak untuk memutusnya. Namun ketika dia menebaskan pedangnya, tali tambang itu tidak bisa diputuskan meski Panji sudah melakukannya dengan sekuat tenaga.
Usut punya usut, di dalam tali tambang tersebut rupanya terdapat besi kecil khusus yang cukup lentur.
"Sialan!" umpat Panji sebelum menebaskan pedangnya kepada salah satu anggota perompak yang hampir berhasil mencapai buritan kapal.
Aaakh!
Tebasan itu tepat mengenai leher perompak tersebut hingga tubuhnya jatuh dan tenggelam ke dasar laut. Mungkin tak lama lagi tubuhnya akan dijadikan santapan oleh ikan buas karena darah terus mengucur keluar dari luka di lehernya.
Panji bergerak mundur ketika beberapa perompak lain berhasil naik ke atas kapal melalui tali tambang lainnya. Raut wajah mereka dipenuhi kemarahan dengan pandangan tajam seakan hendak menguliti hidup-hidup lelaki yang telah membunuh salah satu teman mereka.
Pertarungan pun tak terelakkan. Delapan orang anggota perompak Hantu Laut menyerang Panji secara bersama-sama. Pedang di tangan mereka berkelebatan mencecar tubuh Panji untuk membalas dendam kematian teman mereka.
Meski terlihat kesulitan, suami Nilam itu masih bisa bertahan dengan dasar ilmu kanuragan yang dipelajarinya. Bahkan satu lagi anggota perompak bisa ditebasnya hingga tewas. Darah yang keluar dari luka terbuka di bagian perut langsung menggenang di lantai kapal.
Melihat salah satu penumpang melakukan perlawanan membuat penumpang lain pun tergerak. Begitu juga pekerja kapal yang akhirnya berpikir untuk ikut melawan.
Dengan senjata seadanya yang bisa digunakan, sekitar tiga puluh penumpang laki-laki dan pekerja kapal turut membantu Panji yang tubuhnya sudah mulai terukir luka sayatan.
Lelaki bertubuh tinggi besar dan berambut ikal yang merupakan pemimpin dari perompak Hantu Laut dibuat gusar dengan perlawanan yang dilakukan terhadap anggotanya. Dia pun berpikir untuk turun tangan secara langsung dan kemudian melompat ringan ke atas kapal.
Dalam waktu singkat situasi pun berubah. Perlawanan yang diberikan penumpang dan pekerja kapal pun berakhir sia-sia. Tidak adanya dasar ilmu kanuragan yang mereka pelajari membuat tubuh mereka menjadi sasaran empuk tebasan dan tusukan pedang para perompak.
Sudah tujuh anggota perompak yang tewas di tangan Panji. Namun luka-luka di tubuhnya juga semakin bertambah banyak. Darah yang terus mengucur keluar dari luka di tubuhnya secara perlahan menjadikan fisik lelaki tampan berusia dua puluh tujuh tahun itupun semakin melemah.
Sementara itu di dalam kamar, firasat buruk yang dirasakan Nilam semakin menguat. Wanita cantik itupun mencoba mengintip melalui sela pintu yang dibukanya sedikit.
"Suamiku ...," suara wanita cantik itu tertahan melihat Panji yang harus bertahan dengan tubuh bersimbah darah menghadapi lelaki bertubuh tinggi besar berambut ikal.
Nilam kemudian teringat dengan ucapan suaminya yang mana dia harus menyelamatkan putra mereka jika terjadi apa-apa nantinya.
Dengan air mata bercucuran wanita cantik itu menutup kembali pintu kamar. Dia berjalan menuju peti kayu yang berada di samping ranjang lantas membukanya. Sebagian pakaian dia dan suaminya dikeluarkan.
"Jalu, Putraku, ibu tidak tahu harus berbuat apa untuk menyelamatkan kita berdua. Semoga Dewata paling tidak memberimu keselamatan," ucapnya lirih.
Nilam meraih tubuh putranya dan memasukkannya ke dalam peti lalu menutupnya. Tidak lupa bagian atas peti dilubanginya sedikit menggunakan pisau kecil agar udara bisa masuk masuk. Selain itu dia juga menuliskan nama putranya sebagai penanda apabila ada orang yang nanti menemukannya. Jalu Satria Dewangga.
Wanita cantik itu lalu berdiri dan mengangkat peti kayu tersebut kemudian berjalan keluar. Dilihatnya pertarungan masih terjadi antara Panji melawan pemimpin perompak.
Bergegas Nilam berjalan menuju pinggir kapal dan melemparkan peti kayu yang berisi putranya ke laut. Berikutnya dia menyusul melompat dan sebisa mungkin meraih peti lalu memeluknya erat. Kakinya terus digerakkan sebagai dayung untuk mendorong menjauhi kapal.
Aaaakh!
Tebasan kuat yang dilepaskan pemimpin perompak mendarat telak di dada Panji. Lelaki tampan itu akhirnya harus menerima nasib buruk mati dengan cara yang mengenaskan.
Salah satu anggota perompak melihat tubuh Nilam yang mengapung di laut. Ditunjuknya tubuh wanita cantik itu seraya berseru kencang, "Ada yang berusaha kabur!"
Pemimpin perompak yang berhasil menghabisi Panji bergegas menuju sisi lain kapal dan melihat seusai arah jari telunjuk anggotanya. "Cepat kejar dia!" teriaknya lantang memberi perintah.
Dua anggota perompak yang masih berada di salah satu kapal kecil bergegas melepaskan tali tambang dan berusaha mengejar. Tapi baru beberapa meter bergerak, terdengar petir menggelegar di angkasa. Mending tebal bergulung-gulung menghitam begitu cepat dan angin berhembus sangat kencang."Tidak perlu dikejar, cepat kembali!" teriak pemimpin perompak begitu menyadari badai datang secara tiba-tiba.Hujan deras yang disertai badai dan petir tak henti menyambar pun akhirnya melanda. Tubuh Nilam dan peti kayu yang dipeluknya erat terombang-ambing di lautan lepas. Jarak dengan kapal yang sudah dikuasai perompak Hantu Laut semakin jauh dan akhirnya tak terlihat.***Di sebuah pantai berpasir putih, seorang lelaki tua yang tubuhnya tidak terawat dengan pakaian penuh koyakan berjalan sambil terus mengucap sumpah serapah.Ayunan langkahnya seketika terhenti. Bola matanya menyipit menyaksikan sesosok tubuh yang sedang memeluk peti terdampar di bibir pantai. Penasaran dengan apa yang dilihatnya, lel
"Kakek, tumpukan batu di dalam hutan yang tertutupi semak-semak itu apa Kakek yang menatanya?"tanya Jalu setelah duduk bersimpuh di samping Caraka.Lelaki tua itu cukup lama memandang Jalu dengan tatapan nanar. Ada perasaan sedih ketika menerima kenyataan bahwa dia harus kembali hidup sendirian.Ya, Caraka dulu pernah bersumpah jika Jalu sudah menemukan kuburan ibunya, dia akan membuka semua masa lalu pemuda tampan itu. Dia juga akan mengatakan apa tujuannya mengajari pemuda tersebut denga ilmu Kanuragan mumpuni hingga dalam usia delapan belas tahun sudah berada pada tingkatan pendekar tanpa tanding.Meski Jalu tidak memiliki keistimewaan apapun di dalam tubuhnya, tapi Caraka berhasil mendidik pemuda tampan itu untuk menjadi pribadi yang tidak malas untuk berusaha. Tak luput juga dia menanamkan nilai-nilai aliran hitam agar 'cucunya' itu siap ketika terjun di dunia yang ramai. Ilmu membaca dan berhitung pun dia ajarkan juga, sebab dia tidak ingin pemuda itu nantinya menjadi bahan olok
"Tenang saja. Kakek sudah punya caranya agar kau bisa keluar dari pulau ini." Caraka berdiri lalu membawa masuk peti kayu ke dalam pondok. Setelah itu dia kembali berjalan keluar. "Sekarang ikutlah denganku!" ajaknya.Tanpa banyak bertanya Jalu mengikuti langkah kaki Caraka yang bergerak ke arah hutan kecil dan memasukinya.Tak sampai satu jam berjalan keduanya sudah berada di bibir hutan. Kini di depan mereka sudah berdiri tebing yang cukup tinggi, kurang lebih dua puluh meter."Ayo, Jalu!"Caraka melompat tinggi dan diikuti Jalu sesaat berikutnya. Keduanya mendarat dengan ringan di atas tebing."Lihatlah itu!" Caraka menunjuk batu besar yang berbentuk tengkorak kepala, "itulah kenapa pulau terpencil ini dinamakan pulau tengkorak. Entah siapa yang mengukir batu hingga menjadi sebuah tengkorak, tapi sejak aku dihukum di sini tengkorak itu sudah lebih dulu ada."Jalu berjalan mendekati batu besar berbentuk tengkorak tersebut. Sementara Caraka menuju sebuah batu lainnya yang tidak terla
Jalu hanya bisa tertawa dalam hati ketika semua orang yang melihatnya sudah menganggapnya hilang ingatan atau bahkan gila. Tapi di balik itu, dia merasa akan lebih baik untuknya bila mereka terus berpikir seperti itu terhadapnya."Bagaimana kalau Nyi Sundari tampung dia dulu setelah nanti sampai di daratan Swarnadwipa? Siapa tahu dengan sedikit pengobatan bisa mengembalikan ingatannya. Lagi pula dengan tubuhnya yang kekar itu aku yakin dia bisa membantumu berdagang," ujar seorang lelaki bertubuh tambun yang juga berpenampilan seperti orang kaya."Aku tidak bisa langsung mengiyakan usulmu, Kang Parjo. Saat ini suamiku masih tidur, nanti saja setelah dia bangun baru kubicarakan tentang pemuda tampan ini dengannya," jawab wanita yang memiliki nama Nyi Sundari itu.Jalu sebenarnya sulit jika harus terus-terusan berpura-pura lupa ingatan. Tapi bagaimanapun juga dia tetap harus melakukannya, sebab dia sendiri perlu bantuan orang lain untuk mengenal dunia luar."Maaf, kalau boleh tahu aku se
"Apa mungkin?" Dugaan liar pun berkembang di dalam pikiran Jalu. Asumsi terkuatnya mengatakan jika Perompak Hantu Laut menjadi penyebab ibunya sampai menceburkan diri ke laut untuk menyelamatkannya."Biar aku yang menghadapi mereka, Paman dan bibi di kamar saja!" Jalu bangkit berdiri. Diambilnya pedang Halilintar yang tergantung di dinding lalu berjalan menuju pintu. Aji dan Nyi Sundari terpaku untuk beberapa saat sampai akhirnya kebekuan mereka berdua buyar setelah Jalu membuka pintu."Jalu, jangan melawan mereka, lebih baik kami serahkan saja harta yang dibawa dari pada nyawamu dalam bahaya. Mereka terkenal sangat kejam." Nyi Sundari berusaha mencegah Jalu yang sudah hendak keluar dari kamar."Tenang saja, Bi, aku akan baik-baik saja! Kalian berdua tetap di dalam kamar dan jangan keluar sampai aku kembali," balas Jalu tanpa merasa ragu sedikitpun, meski pertarungan dan juga mungkin pembunuhan pertama akan segera dijalaninya.Pemuda berwajah tampan itu melangkah keluar dan menutup
"Di mana para perompak itu?" tanya Aji penasaran."Tidak perlu memikirkan tentang mereka. Entah kenapa para perompak itu tiba-tiba saja memutuskan untuk berbalik arah dan tidak jadi menyerang kapal kita," jawab Jalu beralasan. Tidak mungkin juga dia mengatakan kepada sepasang saudagar kaya itu bahwa para perompak Hantu Laut telah dia kirim nyawanya menemui Dewa kematian.Dahi Aji berkerut tebal. Dia sulit untuk percaya dengan ucapan Jalu, sebab dirinya tahu betul bagaimana reputasi perompak Hantu Laut yang tidak akan melepaskan sasarannya begitu saja.Bergegas suami Nyi Sundari itu keluar dari kamar dan melihat ke bagian belakang kapal. Ditatapnya lautan yang membentang luas mencari keberadaan perompak Hantu Laut yang sudah tidak terlihat. Selepas itu dia kembali Jalu dan istrinya.Empat hari berselang, kapal besar itu akhirnya bersandar juga di pelabuhan. Jalu, Aji dan Nyi Sundari bergegas turun dari kapal. Barang dagangan yang baru saja diambil sepasang saudagar kaya dari daratan Ja
Dan hasilnya sama saja, putrinya itu tidak berminat sama sekali meski berbagai tawaran harta benda yang tidak sedikit turut diajukan sebagai mahar pernikahan."Putriku, duduklah di samping Jalu," ucap Nyi Sundari kepada putrinya seusai gadis cantik itu meletakkan makanan di atas meja.Gadis cantik yang seusia dengan Jalu itu menatap ibunya penuh pertanyaan, tapi kode mata dari Nyi Sundari membuatnya meletakkan pantat di bantalan kursi samping Jalu. Ekor matanya melirik ke arah pemuda tampan yang sedari tadi menundukkan wajahnya."Jalu, kenalkan ini putriku, namanya Ayu Wulandari. Kau bisa memanggilnya Ayu," kata Nyi Sundari.Lagi-lagi Jalu hanya memberi anggukan kecil tanpa ekspresi apapun di wajahnya, dan apa yang dilakukannya itu sukses membuat penilaian pertama Ayu Wulandari untuknya tidak bagus."Sombong sekali, dia. Bahkan untuk melirikku pun tidak mau!" ucapnya kesal dalam hati."Jalu, tugasmu nanti adalah mengawal putriku kemanapun dia keluar rumah. Apa kau bisa melakukannya?"
"Ckckck, bagaimana mungkin seorang pengawal akan mencelakai orang yang dikawalnya?"Purnomo terkejut mendengar suara yang berasal dari belakang tubuhnya. Dia menoleh ke belakang, tapi tidak ada seorang pun yang dilihatnya.Penasaran dengan suara yang baru saja didengarnya, Purnomo pun berdiri lalu melihat sekeliling. Tapi lagi-lagi sejauh matanya memandang tak terlihat siapapun."Kau mencariku?"Purnomo mendongak ke atas. Dilihatnya pemuda yang datang bersama Nyi Sundari dan Aji tengah duduk di atas sebuah dahan dengan pandangan terarah kepadanya."Kau jangan ikut campur urusanku, Bocah ingusan!" bentaknya keras."Hahahaha, bagaimana mungkin aku tidak ikut campur jika Bibi Sundari yang memintaku untuk menjaga Ayu." Jalu tertawa lebar karena menganggap apa yang diucapkan Purnomo kepadanya adalah hal yang lucu.Sejatinya Jalu tidak mengerti apa yang hendak dilakukan Purnomo kepada Ayu Wulandari, sebab selama hidup di Pulau Tengkorak dia tidak mengenal lawan jenis dan juga tentang birah