Share

BAB 4 " SEKTE YANG MENYESAL "

Penulis: Adi Rasman
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-11 23:26:15

Langit di atas Sekte Langit Abadi tampak mendung, seolah ikut merasakan apa yang disembunyikan oleh dinding-dinding megah sekte itu: penyesalan, keraguan, dan bisikan-bisikan yang tak berani diucapkan keras-keras.

Sudah tiga hari sejak Wang Xuan diusir.

Tiga hari sejak remaja yang mereka anggap tidak berbakat, sampah tanpa akar spiritual, dikeluarkan dengan hinaan dan cercaan.

Namun tak ada yang tahu bahwa semenjak pengusiran itu, formasi pelindung langit bagian timur mengalami gangguan, dan reruntuhan kuno di Lembah Terlarang memancarkan aura aneh yang bahkan para tetua tidak bisa jelaskan.

Dan hari ini, di Balairung Agung, para Tetua berkumpul kembali.

Salah satu murid dalam, Yu Feiyan, bersujud di hadapan Dewan Tetua. Suaranya bergetar tapi tetap lantang:

> “Saya mohon penjelasan, bagaimana bisa kalian mengusir Wang Xuan hanya karena hasil tes tak berbakat? Ia… ia pernah menyelamatkan nyawa saya di jurang Racun Hitam dua tahun lalu!”

Patriark Sekte, Bai Heng, menatapnya dengan mata yang dalam. Wajahnya tetap dingin, tapi ada keraguan samar yang nyaris tidak terlihat.

Tetua Ketiga, Mo Jian, mengibaskan lengan jubahnya.

> “Feiyan, kau terlalu terbawa perasaan. Wang Xuan tidak memiliki akar spiritual. Bahkan jika dia tinggal seribu tahun di sini, dia tak akan bisa menembus tahap Dasar. Mengapa membuang sumber daya untuknya?”

Feiyan menunduk, tapi menggenggam erat tanah di bawahnya. Air mata menetes, namun bukan karena kesedihan—melainkan kemarahan dan kekecewaan.

> “Kalian… kalian tidak pernah benar-benar melihatnya. Kalian hanya melihat bakat, bukan kehendak…”

Ruangan menjadi sunyi.

Namun di luar, para murid mulai berbisik.

> “Kau dengar kabar itu? Lembah Terlarang mengeluarkan cahaya ungu malam tadi…”

“Ada yang bilang itu tanda warisan kuno bangkit.”

“Jangan bilang… Wang Xuan pergi ke sana?”

Mereka menahan napas.

Karena jika benar, maka “sampah” yang mereka usir... mungkin telah menyentuh kekuatan yang bahkan para Tetua tak berani sentuh.

---

Di pelataran barat, dua murid inti—Luo Cheng dan Ning Yu—sedang berdiskusi serius.

Luo Cheng, yang dikenal sebagai calon murid pilihan Patriark, menatap langit sambil bergumam.

> “Aku selalu merasa aneh… saat latihan di dekat Wang Xuan dulu, aliran Qi-ku lebih tenang. Seolah jiwanya menyelaraskan dunia di sekelilingnya.”

Ning Yu mengerutkan dahi. Ia dikenal sebagai yang paling cerdas di antara para murid.

> “Aku pernah membaca dalam Kitab Rahasia Sekte… kadang seseorang tanpa akar spiritual adalah ‘bejana kosong’. Jika dia terpilih oleh warisan kuno, dia akan menjadi wadah sempurna untuk teknik tingkat langit.”

Mata Luo Cheng membelalak. Hening sejenak, lalu…

> “Kalau begitu… jika Wang Xuan benar-benar memperoleh warisan, kita mungkin telah membuat musuh yang tidak akan pernah bisa kita kalahkan…”

Mereka berdua memandang ke arah gerbang timur sekte—arah yang mengarah ke Lembah Terlarang.

Dan untuk pertama kalinya, mereka merasa takut... takut pada seseorang yang dulu mereka abaikan.

---

Sementara itu, di dalam ruang meditasi pribadi Patriark Bai Heng, seorang tetua tua dengan jenggot perak membuka matanya.

Ia adalah Tetua Tertua, satu-satunya yang masih hidup sejak era berdirinya Sekte Langit Abadi.

> “Aku merasakan kehendak dari Altar Penghancur…” bisiknya lirih.

“Itu… tidak mungkin muncul tanpa alasan.”

Ia memejamkan mata dan menarik napas panjang.

> “Jika benar bocah itu… Wang Xuan… telah memicunya… maka takdir sekte ini akan segera berubah. Dan bukan kita yang akan mengendalikannya lagi.”

---

Di malam yang sama, saat cahaya bulan menyinari seluruh Sekte, sebuah kabar menyebar cepat:

"Seseorang keluar hidup-hidup dari Lembah Terlarang."

Tak ada yang tahu siapa.

Tapi di kejauhan, di balik bayangan kabut di gerbang luar, seseorang berdiri diam.

Tubuhnya kurus, pakaiannya compang-camping, tapi matanya menyala seperti bara hitam—dan setiap langkahnya meninggalkan jejak aura yang mengguncang jantung para murid.

Wang Xuan telah kembali.

---

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 12 " Riak dari Retakan Langit "

    Langit pagi di wilayah barat Kekaisaran Langit Selatan tampak jernih dan tenang, tetapi bagi mereka yang telah belajar membaca denyut Qi dunia, ada sesuatu yang aneh sejak malam tadi. Seperti gelombang halus yang nyaris tak terlihat, retakan takdir telah muncul… lalu menghilang sebelum sempat dikenali.Di atas tebing tinggi yang membelah lembah-lembah selatan, berdirilah Menara Sumpah Surgawi, pusat pengamatan langit dan kedalaman Dao milik Sekte Angin Bening. Tempat itu tak tersentuh oleh keramaian dunia, namun justru dari sanalah berita tentang perubahan langit pertama kali muncul.Di dalam paviliun batu putih, seorang gadis duduk bersila di antara tumpukan gulungan kitab kuno. Yu Ruyan, murid pribadi dari Penjaga Dao Ketiga, menatap kosong pada langit biru yang terhampar tanpa cela. Di balik ketenangan wajahnya, pikirannya sedang menari dalam badai.> “Tiga gangguan Dao. Muncul bersamaan… lalu menghilang.”Ia membuka sebuah gulungan tua dengan segel merah darah. Judulnya: Pecahan Q

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 10 "Suara dari Dalam Retakan"

    Angin malam berdesir pelan melewati jurang Pegunungan Langit Terkoyak, namun ada yang berbeda kali ini. Udara yang sebelumnya dingin dan lembab kini mengandung sesuatu yang membuat kulit para binatang buas merinding. Seolah ada irama tak terdengar yang mengalir dalam setiap desiran udara, memanggil... tapi bukan memanggil kepada siapa pun yang hidup.Di dasar tebing itu, Wang Xuan duduk bersila dengan pakaian robek, tubuh berlumuran darah, dan luka yang belum sepenuhnya sembuh. Tapi matanya... satu mata berwarna hitam biasa, dan satu lagi merah menyala dengan spiral yang berputar pelan, menatap kosong ke dalam kegelapan di hadapannya.Dia tidak bergerak.Tidak karena dia takut.Tapi karena tubuhnya—jiwanya—masih berusaha memahami sesuatu yang baru saja dibangkitkan dari dalam dirinya.Wang Xuan menghirup udara dalam-dalam. Setiap tarikan napas membawa masuk energi aneh yang tidak kasat mata, tapi bisa ia rasakan: dingin, tajam, dan tidak stabil. Energi ini bukan Qi biasa—bukan energi

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 9 "Jalan yang Dikutuk, Darah yang Menyala "

    Langit di atas Pegunungan Langit Terkoyak tampak kelam dan gelap, seolah-olah senja telah ditelan oleh bayangan yang lebih tua dari malam itu sendiri. Kabut ungu menggantung rendah, mengalir perlahan seperti makhluk hidup yang mengendap-endap di antara pepohonan tua dan batu karang tajam. Angin berhembus tanpa suara, membawa aroma darah, lumut, dan sesuatu yang... asing.Di dasar tebing yang curam, tubuh Wang Xuan tergeletak tak bergerak. Pakaiannya robek, tubuhnya penuh luka, dan darah yang mengalir dari pelipisnya menggenang perlahan, menyusup ke celah-celah tanah, menyatu dengan garis-garis simbol kuno yang terukir samar di batuan tempat ia terbaring.Pukulan terakhir dari murid inti Sekte Surya Ilahi bukan hanya menghancurkan harapan Wang Xuan untuk naik ke ranah kultivasi berikutnya, tapi juga menghancurkan inti roh yang baru saja mulai terbentuk di dalam dantiannya. Itu adalah pukulan maut — bukan hanya terhadap tubuh, tapi terhadap takdirnya sebagai seorang kultivator.Lama ia

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 8 " JALAN SUNYI, DENDAM YANG MEMBARA

    Bab 8 – Jalan Sunyi, Dendam yang MembaraLangit di atas Lembah Hitam mulai merekah keemasan, tapi tak ada kehangatan yang menyentuh tanah. Kabut tetap menggantung tebal, menyelimuti lembah seperti rahasia yang enggan diungkap. Di dalam gua gelap di balik air terjun kecil, Wang Xuan duduk bersila. Napasnya teratur namun dalam, seperti naga tidur yang perlahan bangkit dari mimpi buruknya.Di depannya, terhampar simbol-simbol bercahaya yang berputar lambat. Ini adalah sisa-sisa dari Mantra Penolakan Jiwa, teknik pertama yang muncul dari gulungan terkutuk.> “Semakin besar luka jiwa, semakin cepat kekuatanmu tumbuh. Semakin besar pengkhianatan, semakin kokoh pondasimu. Jalan ini bukan untuk yang lemah, bukan untuk yang suci. Ini adalah jalan para penolak takdir.”Wang Xuan menarik napas panjang. Ia masih mengingat hari ketika ia dibuang dari Sekte Jalan Suci. Tatapan jijik para tetua, cibiran murid-murid, dan yang paling menusuk—diamnya Li Yueran.Namun sekarang ia tidak akan menoleh ke b

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 7 " WARISAN YANG TERLUPAKAN

    Bab 7 – Warisan yang TerlupakanKabut pagi turun perlahan, menyelimuti jurang dalam seperti tabir putih yang menyembunyikan luka dunia. Angin lembah berhembus pelan, membawa bau darah dan lumut basah. Di balik batu besar yang menjorok ke dinding tebing, tubuh remuk Wang Xuan tergeletak tak bergerak. Luka terbuka di dada dan lengannya menghitam, membentuk pola seperti akar pohon tua yang membelit daging.Namun napas masih berembus dari bibirnya yang pecah. Meski lemah, denyut kehidupan tetap ada. Dalam kegelapan kesadaran, ia melayang antara kenyataan dan mimpi, antara dunia fana dan suara dari tempat yang tak bernama.> "Engkau yang ditolak oleh surga, engkau yang dibuang oleh dunia... bersiaplah menerima warisan dari Jalan yang Terlupakan."Suara itu bergema di dalam pikirannya, seperti gema purba yang tak mengenal waktu. Lalu, seberkas cahaya ungu kehitaman memancar dari dada Wang Xuan. Di dalam jubahnya yang robek, gulungan tua yang ia temukan di Paviliun Terlupakan mulai terbakar

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 6 " BAYANG BAYANG TAKDIR YANG DITOLAK"

    ---Bab 6 – Bayang-Bayang Takdir yang DitolakLangit malam menyelimuti Pegunungan Qianlong dalam kegelapan pekat. Kabut tipis bergulir perlahan, seperti napas para roh kuno yang mengawasi dari balik langit. Di antara puncak-puncak yang menjulang, berdiri megah Sekte Jalan Suci, tempat kebanggaan ribuan murid, tempat kelahiran para jenius, dan juga… tempat yang baru saja mengusir seorang murid muda bernama Wang Xuan.Di tengah malam yang senyap itu, terdengar langkah-langkah pelan memasuki Aula Papan Takdir. Batu giok yang berdiri tegak di tengah aula berkilau redup, seakan menyimpan rahasia yang tidak ingin dibuka.Tetua Qian Rui, lelaki tua berambut abu-abu dan berjubah putih bersih, menatap batu itu dalam diam. Tangannya menyentuh permukaan yang dingin dan keras, dan seketika aliran cahaya samar menyapu ruangan.> “Nama Wang Xuan telah dihapus,” gumamnya.Namun, ia terdiam. Di balik batu giok, samar-samar... sebuah bayangan keemasan dan gelap masih bergetar lemah. Bekas nama itu bel

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status