Share

BAB 3 " RUANG JIWA DALAM "

Author: Adi Rasman
last update Last Updated: 2025-06-11 23:20:08

Malam di Lembah Terlarang tidak pernah benar-benar sunyi. Suara sayap makhluk malam, denting gesekan ranting kering, dan desisan binatang beracun seperti bisikan dari dunia bawah.

Namun Wang Xuan berdiri tegak di tengah semuanya. Matanya tertutup, tapi pikirannya terbuka—merasakan, menyerap, mendengar... suara dari dalam dirinya sendiri.

> “Masuklah ke dalam jiwamu, Pewaris. Di sanalah kau akan melihat jalanmu yang sebenarnya.”

“Ruang Jiwa Dalam bukanlah tempat. Itu adalah pantulan dari siapa dirimu—dan siapa kau bisa jadi.”

Suara itu, yang sejak hari pertama mengalir di pikirannya, kini terdengar jelas seperti berada tepat di samping telinga.

Tiba-tiba, pusaran energi di dalam tubuh Wang Xuan melonjak. Dunia di sekelilingnya memudar. Tanah menghilang, langit lenyap, dan seluruh eksistensi berubah menjadi kehampaan yang tenang namun menekan.

Kemudian... dia membuka matanya.

Dan berdiri di sebuah tempat yang tidak nyata.

---

Hamparan tak berujung terbentang di depannya, penuh reruntuhan raksasa yang mengambang di udara. Pilar-pilar patah menjulang ke langit gelap, patung-patung raksasa tertimbun setengah di tanah merah darah, dan aura kehancuran menggantung di udara seperti kabut.

Satu kata terukir dalam hati Wang Xuan begitu ia menjejak tempat ini:

> Ruang Jiwa Dalam.

Namun yang paling mengejutkan bukanlah pemandangannya, melainkan kehadiran puluhan sosok samar di sekelilingnya. Mereka berdiri diam, mengenakan jubah hitam kelam, tanpa wajah, namun masing-masing memancarkan tekanan yang menusuk jiwa.

> “Apa ini…?” Wang Xuan bertanya.

Salah satu sosok itu melangkah maju. Meskipun wajahnya kabur, suaranya bergema jelas—bukan di telinga, melainkan langsung di dalam pikiran Wang Xuan.

> “Kami adalah Pewaris-Pewaris Gagal. Mereka yang telah dipilih oleh Altar, namun tak sanggup menanggung jalan Penghancuran.”

> “Dan sekarang, giliranmu.”

> “Buktikan bahwa kehendakmu lebih kuat dari langit itu sendiri.”

Mendadak, seluruh ruang bergetar.

Sosok-sosok itu menghilang, dan Wang Xuan mendapati dirinya berdiri di atas lingkaran cahaya kuno. Ratusan simbol bercahaya muncul mengelilinginya—sebuah formasi pengujian yang tidak berasal dari dunia fana.

Lalu muncul bayangan kabur, tinggi seperti gunung, dengan mata merah menyala—Roh Penjaga Warisan.

> “Tiga ujian, satu langkah menuju kehancuran takdir,” gemuruh suara itu.

> “Gagal, dan kau akan kehilangan hak atas warisan.”

“Lulus, dan jalan Penghancur Takdir akan membuka dirimu... sepenuhnya.”

---

Ujian Pertama: Penerimaan Diri

Bayangan masa lalu muncul. Wang Xuan melihat dirinya—usia sepuluh tahun, menangis di pelataran Kuil Neraka, tubuhnya penuh luka karena hukuman, sementara murid-murid lain menertawakannya.

> “Kau tidak akan pernah bisa berkultivasi.”

“Bahkan jika diberi teknik surgawi pun, kau tak akan mencapai apa pun!”

Kata-kata itu diulang lagi dan lagi, menggaung di ruang jiwa.

Tubuh Wang Xuan bergetar. Luka lama kembali terasa nyata. Rasa malu, hina, dan tidak berguna menyelimuti seluruh dirinya.

Namun kini… ada perbedaan.

Ia menatap versi kecil dirinya dan berbisik:

> “Aku percaya pada diriku sekarang.”

“Karena dunia tidak akan pernah menyambutku… kecuali aku paksa pintunya terbuka.”

Simbol di tanah menyala terang.

Ujian Pertama: LULUS.

---

Ujian Kedua: Penolakan Dunia

Bayangan berubah.

Ia berdiri di hadapan Dewan Agung Sekte Langit Abadi—para Tetua, Patriark, dan murid-murid pilihan. Mereka menunjuk ke arahnya dengan jijik.

> “Buang dia dari silsilah!”

“Kehadirannya adalah noda bagi sekte!”

Wang Xuan merasa tubuhnya didorong ke jurang, jatuh ke dalam kehampaan.

Namun ia menegakkan tubuhnya. Menatap para ilusi yang mencemoohnya.

> “Aku tidak akan pernah diterima oleh dunia yang hanya menyembah kekuasaan.”

“Dan karena itu… aku akan menciptakan duniaku sendiri.”

Energi Primordial di dalam dirinya menyala seperti api liar.

Ujian Kedua: LULUS.

---

Ujian Ketiga: Kehendak Penghancuran

Gelombang tekanan menghempas Wang Xuan, memaksanya berlutut.

Di depannya kini berdiri sosok lain—tinggi, wajahnya mirip dirinya sendiri, namun dengan mata penuh amarah dan senyum gila.

> “Aku adalah dirimu yang ingin membalas dendam.”

“Yang ingin menghancurkan, bukan untuk menciptakan… tapi untuk membakar semuanya.”

Bayangan itu melangkah maju. Energi kegelapan membungkusnya. Dunia bergetar setiap kali ia bergerak.

Wang Xuan berdiri, meski tulangnya retak karena tekanan.

> “Aku tidak menolak takdir hanya untuk membalas dendam.”

“Aku menolak karena aku ingin bebas.”

> “Kekuatan ini akan kutempuh… bukan untuk menghancurkan tanpa tujuan… tapi untuk meruntuhkan agar bisa membangun kembali!”

Dalam sekejap, api merah gelap meledak dari dalam dirinya. Simbol-simbol kuno berubah menjadi pola baru, membentuk mahkota di atas kepalanya.

Ujian Ketiga: LULUS.

---

Cahaya menyelimuti seluruh ruang.

Sosok Roh Penjaga Warisan bersujud.

> “Kau layak… Pewaris Sejati Altar Penghancur.”

“Ambillah warisan pertama: Teknik Jiwa Penolak Langit, tahap awal dari Jalan Penghancuran.”

Dalam pikirannya, teknik mulai terukir.

Dan saat ia membuka matanya di dunia nyata, Wang Xuan tak lagi sama.

Langkahnya kini adalah awal dari legenda.

Legenda tentang satu orang—yang menolak tunduk pada langit, menolak dibentuk oleh takdir, dan akan menghancurkan setiap batasan dunia.

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 28 Ancaman yang Menembus Dimensi

    Lembah yang hancur perlahan mulai menenangkan diri, namun ketenangan itu hanyalah sementara. Udara masih pekat, debu beterbangan, dan getaran energi yang menekuk hukum ruang terasa seperti ancaman yang terus mengintai setiap napas. Para kultivator dari tiga sekte besar berdiri dengan kewaspadaan tinggi, beberapa masih berjuang untuk mengendalikan Qi mereka, sementara tetua-tetua menatap langit dengan cemas. Celah dimensi di langit semakin melebar, memancarkan cahaya merah-perak yang menakutkan. Makhluk-makhluk luar dunia yang baru muncul lebih cepat, lebih besar, dan lebih kompleks daripada sebelumnya. Bentuk mereka semakin aneh: bayangan raksasa yang bisa menembus ruang, makhluk elemental yang memutar hukum realitas, bahkan entitas yang tampak seperti kabut hidup yang bergerak tanpa wujud pasti. Gelombang energi mereka menekan lembah hingga hampir runtuh, menciptaka

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 27 Ancaman Dimensi Lain

    Lembah yang dulu menjadi medan kehancuran kini tampak hening, namun ketenangan itu menipu. Angin membawa aroma besi, debu beterbangan, dan udara terasa pekat dengan tekanan energi yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Para kultivator tiga sekte menatap langit retak dengan waspada, sadar bahwa pertempuran baru akan segera dimulai. Dari celah langit yang tertutup sebagian, muncul fenomena aneh—bayangan dimensi lain yang bergerak seperti kabut pekat. Energi yang merembes dari celah itu berbeda dari makhluk Alam Void sebelumnya; ia lebih kompleks, lebih mengerikan, dan mampu menekuk hukum ruang. Setiap detik yang berlalu membawa gelombang tekanan yang membuat para kultivator sulit bernapas. Wang Xuan berdiri di tengah lembah, tubuhnya bersinar keemasan bercampur garis hitam dari Ranah Takdir yang Ter

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 26 Kebangkitan Takdir Dan Tekanan Dunia Luar

    Lembah yang retak kini menjadi medan kekuatan yang tidak bisa lagi disebut dunia fana. Batu-batu raksasa beterbangan, sungai danau hitam menggelegak, dan udara dipenuhi gelombang energi yang memekakkan telinga. Para murid dari tiga sekte besar terseret gelombang kehancuran, beberapa jatuh tak sadarkan diri, sementara para tetua tetap bertahan dengan seluruh Qi mereka. Di tengah kehancuran itu, Wang Xuan berdiri dengan tubuh memancarkan cahaya keemasan bercampur garis hitam dari Ranah Takdir yang Tertolak. Energi yang mengalir dari dirinya menstabilkan sebagian lembah, namun tekanan dari dunia luar semakin terasa. Retakan langit semakin besar, memancarkan cahaya merah-perak, dan dari dalam celah muncul makhluk luar dunia tingkat tinggi, tubuh mereka menjulang lebih besar dari gunung, aura kehancurannya menekan seluruh benua. Wan

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 25 Pertarungan di Ambang Dunia

    Retakan di langit timur kini semakin membesar, menganga seperti mulut iblis yang siap menelan dunia fana. Cahaya merah keunguan menyelimuti pegunungan dan lembah, memantul di sungai danau hitam seperti darah yang tumpah tanpa henti. Angin membawa aroma besi dan energi spiritual yang tercampur dengan kehancuran; udara terasa berat, bahkan bagi kultivator tingkat tinggi. Di lembah itu, tiga sekte besar berdiri berjajar. Para Patriark dan tetua tertinggi mengerahkan seluruh Qi mereka, membentuk benteng energi yang menyelimuti ribuan murid. Namun dari retakan langit, makhluk-makhluk Alam Void muncul dengan kecepatan dan jumlah yang terus meningkat. Tubuh mereka berputar seperti kabut hitam pekat, tapi setiap gerakan meninggalkan luka di tanah dan udara. “Formasi Seribu Pedang! Lindungi pusat lembah!” teriak Patriark Han Lie, pedangnya berpendar ca

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 24 Bayangan yang Turun Dari Langit Retak

    Langit retak bukan lagi sekadar fenomena spiritual. Kini retakan itu tumbuh — meluas seperti luka di tubuh langit, memancarkan cahaya merah keunguan yang menyelimuti seluruh timur benua. Burung-burung spiritual jatuh dari udara, naga-naga kecil yang menjaga lembah melarikan diri ke arah pegunungan, dan air sungai mulai memantulkan bayangan yang bukan milik dunia ini. Di puncak Menara Jingkong, markas tertinggi Aliansi Tujuh Sekte, para tetua dan penguasa sekte berkumpul. Wajah mereka serius, mata mereka memantulkan cahaya retakan langit di kejauhan. Tak ada satu pun yang berani bicara terlebih dahulu. Di tengah ruangan besar itu, Patriark Sekte Surya Abadi, pria tua berambut putih panjang dengan jubah berwarna emas, membuka suara. “Langit runtuh, bumi bergetar, dan kekuatan spiritual mulai menolak manusia. Ini bukan bencana biasa.”

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 23 Darah di Langit Timur, Bayangan Dari Alam Lain

    Langit Timur terbakar merah seperti luka yang menganga. Awan-awan spiritual yang biasanya tenang kini berputar liar, membentuk pusaran seperti mata iblis yang mengintai dari balik dimensi. Suara petir tidak lagi murni dari langit — ada gema asing di dalamnya, sesuatu yang tidak seharusnya ada di dunia ini. Di lembah suci milik Sekte Gunung Langit, para murid berlarian membawa gulungan pelindung, mencoba menstabilkan formasi pertahanan. Tanah bergetar di bawah kaki mereka; akar-akar pohon tua mencuat dari bumi, seperti tangan yang ingin meraih langit. “Energi spiritual kacau! Alam spiritual di timur benar-benar runtuh!” teriak salah satu Penjaga Formasi. Di atas menara batu, Elder Mo Tian, salah satu tetua tertinggi sekte, berdiri dengan wajah kelam. Aura Inti Roh miliknya meluap, namun setiap kali ia mencoba menenangkan badai spiritual, ada kekuatan asing yang menolak — kekuatan yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status