Home / Fantasi / PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN / BAB 6 " BAYANG BAYANG TAKDIR YANG DITOLAK"

Share

BAB 6 " BAYANG BAYANG TAKDIR YANG DITOLAK"

Author: Adi Rasman
last update Last Updated: 2025-06-11 23:41:26

---

Bab 6 – Bayang-Bayang Takdir yang Ditolak

Langit malam menyelimuti Pegunungan Qianlong dalam kegelapan pekat. Kabut tipis bergulir perlahan, seperti napas para roh kuno yang mengawasi dari balik langit. Di antara puncak-puncak yang menjulang, berdiri megah Sekte Jalan Suci, tempat kebanggaan ribuan murid, tempat kelahiran para jenius, dan juga… tempat yang baru saja mengusir seorang murid muda bernama Wang Xuan.

Di tengah malam yang senyap itu, terdengar langkah-langkah pelan memasuki Aula Papan Takdir. Batu giok yang berdiri tegak di tengah aula berkilau redup, seakan menyimpan rahasia yang tidak ingin dibuka.

Tetua Qian Rui, lelaki tua berambut abu-abu dan berjubah putih bersih, menatap batu itu dalam diam. Tangannya menyentuh permukaan yang dingin dan keras, dan seketika aliran cahaya samar menyapu ruangan.

> “Nama Wang Xuan telah dihapus,” gumamnya.

Namun, ia terdiam. Di balik batu giok, samar-samar... sebuah bayangan keemasan dan gelap masih bergetar lemah. Bekas nama itu belum sepenuhnya hilang.

> “Tak masuk akal... dengan tubuh seperti itu, tanpa bakat, tanpa meridian terbuka, bahkan dantian-nya rusak. Bagaimana mungkin dia meninggalkan jejak seperti ini?”

Matanya menyipit, lalu menyentuh pusat batu giok.

Cahaya menyala. Tapi bukan warna biasa. Bukan biru milik mereka yang bertalenta. Bukan merah milik jenius. Bukan emas milik mereka yang ditakdirkan menjadi legenda.

Melainkan… hitam keemasan.

> “Ranah yang tak dikenal…” bisik Qian Rui, tubuhnya sedikit bergetar. “Apa yang telah dilakukan anak itu?”

---

Jauh di luar sekte, di pinggir sebuah jurang yang menganga seperti luka di perut dunia, Wang Xuan duduk bersila, tubuhnya penuh luka. Di hadapannya terbuka gulungan tua, rusak di tepinya, tapi di bagian tengah tertulis dengan tinta darah tua:

> “Jalan Takdir yang Tertolak — untuk mereka yang telah dibuang oleh langit dan dunia.”

Angin malam menusuk tulang. Tapi Wang Xuan tidak bergeming. Matanya menatap gulungan itu dengan tatapan yang tidak lagi penuh kepasrahan seperti dulu—melainkan penuh tekad dan keputusasaan yang menyatu.

Ia mengingat kembali sorakan para murid saat dia diusir. Ejekan, tatapan jijik, dan ucapan dari tetua mereka:

> “Sekte ini bukan tempat bagi yang lemah.”

> “Wang Xuan tak memiliki masa depan. Biarkan dia pergi.”

Namun... bagaimana mereka bisa tahu, bahwa malam itu, Wang Xuan tidak memilih untuk mati?

Ia memilih untuk bangkit.

Tangannya menggenggam batu giok retak peninggalan ibunya. Batu itu bersinar samar, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasakan aliran Qi yang masuk ke tubuhnya bukan dari meridian, tapi dari luka-luka di tubuhnya.

> “Qi... melalui luka... Dantian bukan wadah. Tapi... lubang penghubung ke sesuatu yang lebih dalam…”

Rasa sakit menyerang, namun dia tak berteriak. Ia menggigit bibirnya hingga berdarah. Di dalam gulungan, tulisan berikutnya mulai menyala:

> “Langkah pertama: Hancurkan Jiwa. Lepaskan keterikatan dunia. Bentuk ulang eksistensimu.”

> “Inilah awal dari Ranah Takdir yang Tertolak.”

Tubuh Wang Xuan mulai bergetar. Bukan karena dingin, tapi karena jiwanya mulai terbelah. Sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh para kultivator Nirwana tertinggi.

Dan dia, seorang "sampah", kini sedang melakukannya.

---

Sementara itu, di Aula Pusat Sekte, para tetua berkumpul dalam diam. Di hadapan mereka, Patriark Sekte, Zhao Tianyuan, membuka matanya dari meditasi setelah dua tahun.

> “Fenomena langit malam ini… bukan dari ranah Jiwa Langit. Bukan Manifestasi Dao. Bahkan bukan milik dunia kita,” gumamnya.

Tetua Mo Xian, yang pernah memimpin pengusiran Wang Xuan, menunduk gelisah. Ia tidak tahu mengapa hati kecilnya merasa tidak tenang sejak pagi tadi.

> “Apakah... ini pertanda munculnya kultivator yang berjalan di luar sistem?” tanya Tetua Liang.

Patriark tak menjawab. Ia hanya menatap langit.

> “Mungkin... langit sendiri telah menciptakan penolakan terhadap kita.” ucapnya perlahan.

---

Di asrama murid dalam, para siswa bergosip.

> “Kalian dengar? Ada perubahan aura besar semalam, seperti retakan ruang!”

“Tetua mengatakan itu hanya badai spiritual biasa.”

“Tapi ada yang bilang… aura itu terasa asing. Seperti... Qi dari dunia lain.”

Mo Lian, yang dulu sering mengejek Wang Xuan, mendengus.

> “Siapapun itu, aku harap mereka datang dan kulihat langsung. Jangan-jangan itu si Wang Xuan? Hahaha…”

Namun di dalam hatinya, ada rasa tidak nyaman yang tak bisa ia pahami.

---

Malam itu, di ujung jurang, Wang Xuan berdiri perlahan. Qi hitam keemasan berputar pelan di sekelilingnya. Di dahinya muncul simbol samar berbentuk garis spiral terbalik—simbol dari mereka yang melawan jalan yang telah ditetapkan dunia.

> “Aku tidak lagi murid Sekte Jalan Suci.”

> “Aku... adalah musuh dari jalan itu.”

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 28 Ancaman yang Menembus Dimensi

    Lembah yang hancur perlahan mulai menenangkan diri, namun ketenangan itu hanyalah sementara. Udara masih pekat, debu beterbangan, dan getaran energi yang menekuk hukum ruang terasa seperti ancaman yang terus mengintai setiap napas. Para kultivator dari tiga sekte besar berdiri dengan kewaspadaan tinggi, beberapa masih berjuang untuk mengendalikan Qi mereka, sementara tetua-tetua menatap langit dengan cemas. Celah dimensi di langit semakin melebar, memancarkan cahaya merah-perak yang menakutkan. Makhluk-makhluk luar dunia yang baru muncul lebih cepat, lebih besar, dan lebih kompleks daripada sebelumnya. Bentuk mereka semakin aneh: bayangan raksasa yang bisa menembus ruang, makhluk elemental yang memutar hukum realitas, bahkan entitas yang tampak seperti kabut hidup yang bergerak tanpa wujud pasti. Gelombang energi mereka menekan lembah hingga hampir runtuh, menciptaka

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 27 Ancaman Dimensi Lain

    Lembah yang dulu menjadi medan kehancuran kini tampak hening, namun ketenangan itu menipu. Angin membawa aroma besi, debu beterbangan, dan udara terasa pekat dengan tekanan energi yang belum pernah dirasakan sebelumnya. Para kultivator tiga sekte menatap langit retak dengan waspada, sadar bahwa pertempuran baru akan segera dimulai. Dari celah langit yang tertutup sebagian, muncul fenomena aneh—bayangan dimensi lain yang bergerak seperti kabut pekat. Energi yang merembes dari celah itu berbeda dari makhluk Alam Void sebelumnya; ia lebih kompleks, lebih mengerikan, dan mampu menekuk hukum ruang. Setiap detik yang berlalu membawa gelombang tekanan yang membuat para kultivator sulit bernapas. Wang Xuan berdiri di tengah lembah, tubuhnya bersinar keemasan bercampur garis hitam dari Ranah Takdir yang Ter

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 26 Kebangkitan Takdir Dan Tekanan Dunia Luar

    Lembah yang retak kini menjadi medan kekuatan yang tidak bisa lagi disebut dunia fana. Batu-batu raksasa beterbangan, sungai danau hitam menggelegak, dan udara dipenuhi gelombang energi yang memekakkan telinga. Para murid dari tiga sekte besar terseret gelombang kehancuran, beberapa jatuh tak sadarkan diri, sementara para tetua tetap bertahan dengan seluruh Qi mereka. Di tengah kehancuran itu, Wang Xuan berdiri dengan tubuh memancarkan cahaya keemasan bercampur garis hitam dari Ranah Takdir yang Tertolak. Energi yang mengalir dari dirinya menstabilkan sebagian lembah, namun tekanan dari dunia luar semakin terasa. Retakan langit semakin besar, memancarkan cahaya merah-perak, dan dari dalam celah muncul makhluk luar dunia tingkat tinggi, tubuh mereka menjulang lebih besar dari gunung, aura kehancurannya menekan seluruh benua. Wan

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 25 Pertarungan di Ambang Dunia

    Retakan di langit timur kini semakin membesar, menganga seperti mulut iblis yang siap menelan dunia fana. Cahaya merah keunguan menyelimuti pegunungan dan lembah, memantul di sungai danau hitam seperti darah yang tumpah tanpa henti. Angin membawa aroma besi dan energi spiritual yang tercampur dengan kehancuran; udara terasa berat, bahkan bagi kultivator tingkat tinggi. Di lembah itu, tiga sekte besar berdiri berjajar. Para Patriark dan tetua tertinggi mengerahkan seluruh Qi mereka, membentuk benteng energi yang menyelimuti ribuan murid. Namun dari retakan langit, makhluk-makhluk Alam Void muncul dengan kecepatan dan jumlah yang terus meningkat. Tubuh mereka berputar seperti kabut hitam pekat, tapi setiap gerakan meninggalkan luka di tanah dan udara. “Formasi Seribu Pedang! Lindungi pusat lembah!” teriak Patriark Han Lie, pedangnya berpendar ca

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 24 Bayangan yang Turun Dari Langit Retak

    Langit retak bukan lagi sekadar fenomena spiritual. Kini retakan itu tumbuh — meluas seperti luka di tubuh langit, memancarkan cahaya merah keunguan yang menyelimuti seluruh timur benua. Burung-burung spiritual jatuh dari udara, naga-naga kecil yang menjaga lembah melarikan diri ke arah pegunungan, dan air sungai mulai memantulkan bayangan yang bukan milik dunia ini. Di puncak Menara Jingkong, markas tertinggi Aliansi Tujuh Sekte, para tetua dan penguasa sekte berkumpul. Wajah mereka serius, mata mereka memantulkan cahaya retakan langit di kejauhan. Tak ada satu pun yang berani bicara terlebih dahulu. Di tengah ruangan besar itu, Patriark Sekte Surya Abadi, pria tua berambut putih panjang dengan jubah berwarna emas, membuka suara. “Langit runtuh, bumi bergetar, dan kekuatan spiritual mulai menolak manusia. Ini bukan bencana biasa.”

  • PENGHANCUR TAKDIR KEBANGKITAN WANG XUAN   BAB 23 Darah di Langit Timur, Bayangan Dari Alam Lain

    Langit Timur terbakar merah seperti luka yang menganga. Awan-awan spiritual yang biasanya tenang kini berputar liar, membentuk pusaran seperti mata iblis yang mengintai dari balik dimensi. Suara petir tidak lagi murni dari langit — ada gema asing di dalamnya, sesuatu yang tidak seharusnya ada di dunia ini. Di lembah suci milik Sekte Gunung Langit, para murid berlarian membawa gulungan pelindung, mencoba menstabilkan formasi pertahanan. Tanah bergetar di bawah kaki mereka; akar-akar pohon tua mencuat dari bumi, seperti tangan yang ingin meraih langit. “Energi spiritual kacau! Alam spiritual di timur benar-benar runtuh!” teriak salah satu Penjaga Formasi. Di atas menara batu, Elder Mo Tian, salah satu tetua tertinggi sekte, berdiri dengan wajah kelam. Aura Inti Roh miliknya meluap, namun setiap kali ia mencoba menenangkan badai spiritual, ada kekuatan asing yang menolak — kekuatan yang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status