Bab 7 – Warisan yang Terlupakan
Kabut pagi turun perlahan, menyelimuti jurang dalam seperti tabir putih yang menyembunyikan luka dunia. Angin lembah berhembus pelan, membawa bau darah dan lumut basah. Di balik batu besar yang menjorok ke dinding tebing, tubuh remuk Wang Xuan tergeletak tak bergerak. Luka terbuka di dada dan lengannya menghitam, membentuk pola seperti akar pohon tua yang membelit daging. Namun napas masih berembus dari bibirnya yang pecah. Meski lemah, denyut kehidupan tetap ada. Dalam kegelapan kesadaran, ia melayang antara kenyataan dan mimpi, antara dunia fana dan suara dari tempat yang tak bernama. > "Engkau yang ditolak oleh surga, engkau yang dibuang oleh dunia... bersiaplah menerima warisan dari Jalan yang Terlupakan." Suara itu bergema di dalam pikirannya, seperti gema purba yang tak mengenal waktu. Lalu, seberkas cahaya ungu kehitaman memancar dari dada Wang Xuan. Di dalam jubahnya yang robek, gulungan tua yang ia temukan di Paviliun Terlupakan mulai terbakar perlahan. Simbol-simbol kuno menyala dan melayang keluar, membentuk pusaran di udara. Tubuh Wang Xuan mendadak tersentak. Matanya terbuka, tapi bukan mata manusia biasa. Cahaya ungu kelam berkilat dari irisnya. Ia menggertakkan gigi saat rasa sakit luar biasa menyerangnya dari dalam. Bukan luka fisik, melainkan... restrukturisasi tubuh. Sistem Kultivasi Dunia Tianxuan Di benua Tianxuan, kekuatan kultivator terbagi menjadi lima ranah utama yang dikenal semua sekte: 1. Qi Dasar (Foundation of Essence): Tahap awal untuk menyerap dan mengolah energi spiritual. Di sini tubuh diperkuat, dan meridian dibuka. 2. Inti Roh (Core Spirit Realm): Pengkristalan energi ke dalam inti yang menjadi pusat kekuatan. Menandakan kelahiran sejati seorang kultivator. 3. Jiwa Langit (Heaven Soul Realm): Menyatunya roh dan langit. Para kultivator dapat merasakan hukum-hukum langit dan memanfaatkannya. 4. Manifestasi Dao (Dao Manifestation): Setiap individu mulai memanifestasikan Dao-nya sendiri—jalan kebenaran yang unik dan tak tergantikan. 5. Nirwana Surgawi (Heavenly Nirvana Realm): Puncak dari ranah konvensional. Jiwa dan tubuh menyatu sempurna dengan semesta, membuka kemungkinan untuk mencapai keabadian. Namun Wang Xuan tak memiliki bakat untuk menapaki jalur ini. Itulah sebabnya ia dijatuhi hukuman, dikucilkan, dan dibuang. Namun takdirnya berubah. Ranah Takdir yang Tertolak (Rejected Fate Realm) Gulungan kuno membuka jalur baru. Jalur yang tak diakui oleh langit, tak didukung oleh hukum dunia. Di sini, penderitaan adalah fondasi. Semakin besar luka batin dan tubuh, semakin kuat inti yang terbentuk. > “Jika dunia menolakmu, bangunlah kekuatan dari penolakan itu.” Di dalam tubuh Wang Xuan, energi hitam kelam mulai berkumpul, menyusuri meridian yang sebelumnya tersumbat. Tetapi ini bukan energi spiritual biasa. Ini adalah Qi Penolakan, energi dari kekosongan yang lahir dari kehancuran jiwa. Tubuhnya melengkung. Urat-urat hitam menyembul dari kulit. Darah memancar dari mata dan telinganya. Ia ingin berteriak, tapi suara tak keluar. Kepalanya penuh dengan kenangan masa lalu—penghinaan dari para tetua, pengusiran dari sekte, kematian ibunya, dan kesepian abadi. Namun justru kenangan itu menjadi bahan bakar. DOR! Tubuhnya meledak dari dalam—namun tidak hancur. Dari puing daging dan darah, lahirlah tubuh yang baru. Luka-luka di kulit menutup, digantikan pola hitam keperakan seperti tato iblis. Sebuah Inti Penderitaan terbentuk di jantungnya—bola kecil gelap yang berdenyut seperti api yang tak padam. --- Sementara itu, di aula utama Sekte Jalan Suci, para tetua duduk dalam lingkaran meditasi. "Tablet kehidupannya belum hancur," ujar Tetua Bai dengan dahi berkerut. "Mungkin tubuhnya belum ditemukan. Tapi dengan luka separah itu, mana mungkin dia masih hidup?" sergah Tetua Mo. "Kita buang dia agar sekte ini bersih dari noda kelemahan." "Atau mungkin... kita baru saja membangunkan sesuatu yang tidak kita pahami," kata Tetua Bai lirih. "Energi aneh muncul di dasar lembah. Tidak seperti apa pun yang pernah tercatat." --- Di dalam gua tersembunyi, Wang Xuan perlahan berdiri. Kakinya masih gemetar, tapi matanya tajam. Napasnya teratur, dan auranya berubah drastis. Bukan aura hangat atau suci, melainkan aura yang membuat bulu kuduk berdiri. Ia mengangkat tangannya, dan pusaran Qi Penolakan muncul di telapak tangannya. Energi itu terasa seperti luka terbuka, pahit dan kejam, tapi penuh kekuatan. > “Mereka bilang aku tidak layak. Aku akan membuat dunia ini memohon agar aku mengampuni mereka.” Langkahnya menyusuri jalur sempit gua, meninggalkan bayang-bayang tubuh lamanya. --- Di sisi lain lembah, seorang gadis berdiri diam di tepi tebing. Li Yueran, satu-satunya yang pernah memberikan secercah harapan pada Wang Xuan. "Aku tahu kau belum mati," bisiknya, air mata menetes. "Karena hatiku masih merasakanmu." Namun ia tidak tahu bahwa Wang Xuan yang akan kembali bukanlah Wang Xuan yang ia kenal. Dunia telah berubah... dan monster dari kegelapan yang dipaksa lahir akan segera menjejakkan kaki ke permukaan. > Dan langit pun akan berguncang. ---Langit pagi di wilayah barat Kekaisaran Langit Selatan tampak jernih dan tenang, tetapi bagi mereka yang telah belajar membaca denyut Qi dunia, ada sesuatu yang aneh sejak malam tadi. Seperti gelombang halus yang nyaris tak terlihat, retakan takdir telah muncul… lalu menghilang sebelum sempat dikenali.Di atas tebing tinggi yang membelah lembah-lembah selatan, berdirilah Menara Sumpah Surgawi, pusat pengamatan langit dan kedalaman Dao milik Sekte Angin Bening. Tempat itu tak tersentuh oleh keramaian dunia, namun justru dari sanalah berita tentang perubahan langit pertama kali muncul.Di dalam paviliun batu putih, seorang gadis duduk bersila di antara tumpukan gulungan kitab kuno. Yu Ruyan, murid pribadi dari Penjaga Dao Ketiga, menatap kosong pada langit biru yang terhampar tanpa cela. Di balik ketenangan wajahnya, pikirannya sedang menari dalam badai.> “Tiga gangguan Dao. Muncul bersamaan… lalu menghilang.”Ia membuka sebuah gulungan tua dengan segel merah darah. Judulnya: Pecahan Q
Angin malam berdesir pelan melewati jurang Pegunungan Langit Terkoyak, namun ada yang berbeda kali ini. Udara yang sebelumnya dingin dan lembab kini mengandung sesuatu yang membuat kulit para binatang buas merinding. Seolah ada irama tak terdengar yang mengalir dalam setiap desiran udara, memanggil... tapi bukan memanggil kepada siapa pun yang hidup.Di dasar tebing itu, Wang Xuan duduk bersila dengan pakaian robek, tubuh berlumuran darah, dan luka yang belum sepenuhnya sembuh. Tapi matanya... satu mata berwarna hitam biasa, dan satu lagi merah menyala dengan spiral yang berputar pelan, menatap kosong ke dalam kegelapan di hadapannya.Dia tidak bergerak.Tidak karena dia takut.Tapi karena tubuhnya—jiwanya—masih berusaha memahami sesuatu yang baru saja dibangkitkan dari dalam dirinya.Wang Xuan menghirup udara dalam-dalam. Setiap tarikan napas membawa masuk energi aneh yang tidak kasat mata, tapi bisa ia rasakan: dingin, tajam, dan tidak stabil. Energi ini bukan Qi biasa—bukan energi
Langit di atas Pegunungan Langit Terkoyak tampak kelam dan gelap, seolah-olah senja telah ditelan oleh bayangan yang lebih tua dari malam itu sendiri. Kabut ungu menggantung rendah, mengalir perlahan seperti makhluk hidup yang mengendap-endap di antara pepohonan tua dan batu karang tajam. Angin berhembus tanpa suara, membawa aroma darah, lumut, dan sesuatu yang... asing.Di dasar tebing yang curam, tubuh Wang Xuan tergeletak tak bergerak. Pakaiannya robek, tubuhnya penuh luka, dan darah yang mengalir dari pelipisnya menggenang perlahan, menyusup ke celah-celah tanah, menyatu dengan garis-garis simbol kuno yang terukir samar di batuan tempat ia terbaring.Pukulan terakhir dari murid inti Sekte Surya Ilahi bukan hanya menghancurkan harapan Wang Xuan untuk naik ke ranah kultivasi berikutnya, tapi juga menghancurkan inti roh yang baru saja mulai terbentuk di dalam dantiannya. Itu adalah pukulan maut — bukan hanya terhadap tubuh, tapi terhadap takdirnya sebagai seorang kultivator.Lama ia
Bab 8 – Jalan Sunyi, Dendam yang MembaraLangit di atas Lembah Hitam mulai merekah keemasan, tapi tak ada kehangatan yang menyentuh tanah. Kabut tetap menggantung tebal, menyelimuti lembah seperti rahasia yang enggan diungkap. Di dalam gua gelap di balik air terjun kecil, Wang Xuan duduk bersila. Napasnya teratur namun dalam, seperti naga tidur yang perlahan bangkit dari mimpi buruknya.Di depannya, terhampar simbol-simbol bercahaya yang berputar lambat. Ini adalah sisa-sisa dari Mantra Penolakan Jiwa, teknik pertama yang muncul dari gulungan terkutuk.> “Semakin besar luka jiwa, semakin cepat kekuatanmu tumbuh. Semakin besar pengkhianatan, semakin kokoh pondasimu. Jalan ini bukan untuk yang lemah, bukan untuk yang suci. Ini adalah jalan para penolak takdir.”Wang Xuan menarik napas panjang. Ia masih mengingat hari ketika ia dibuang dari Sekte Jalan Suci. Tatapan jijik para tetua, cibiran murid-murid, dan yang paling menusuk—diamnya Li Yueran.Namun sekarang ia tidak akan menoleh ke b
Bab 7 – Warisan yang TerlupakanKabut pagi turun perlahan, menyelimuti jurang dalam seperti tabir putih yang menyembunyikan luka dunia. Angin lembah berhembus pelan, membawa bau darah dan lumut basah. Di balik batu besar yang menjorok ke dinding tebing, tubuh remuk Wang Xuan tergeletak tak bergerak. Luka terbuka di dada dan lengannya menghitam, membentuk pola seperti akar pohon tua yang membelit daging.Namun napas masih berembus dari bibirnya yang pecah. Meski lemah, denyut kehidupan tetap ada. Dalam kegelapan kesadaran, ia melayang antara kenyataan dan mimpi, antara dunia fana dan suara dari tempat yang tak bernama.> "Engkau yang ditolak oleh surga, engkau yang dibuang oleh dunia... bersiaplah menerima warisan dari Jalan yang Terlupakan."Suara itu bergema di dalam pikirannya, seperti gema purba yang tak mengenal waktu. Lalu, seberkas cahaya ungu kehitaman memancar dari dada Wang Xuan. Di dalam jubahnya yang robek, gulungan tua yang ia temukan di Paviliun Terlupakan mulai terbakar
---Bab 6 – Bayang-Bayang Takdir yang DitolakLangit malam menyelimuti Pegunungan Qianlong dalam kegelapan pekat. Kabut tipis bergulir perlahan, seperti napas para roh kuno yang mengawasi dari balik langit. Di antara puncak-puncak yang menjulang, berdiri megah Sekte Jalan Suci, tempat kebanggaan ribuan murid, tempat kelahiran para jenius, dan juga… tempat yang baru saja mengusir seorang murid muda bernama Wang Xuan.Di tengah malam yang senyap itu, terdengar langkah-langkah pelan memasuki Aula Papan Takdir. Batu giok yang berdiri tegak di tengah aula berkilau redup, seakan menyimpan rahasia yang tidak ingin dibuka.Tetua Qian Rui, lelaki tua berambut abu-abu dan berjubah putih bersih, menatap batu itu dalam diam. Tangannya menyentuh permukaan yang dingin dan keras, dan seketika aliran cahaya samar menyapu ruangan.> “Nama Wang Xuan telah dihapus,” gumamnya.Namun, ia terdiam. Di balik batu giok, samar-samar... sebuah bayangan keemasan dan gelap masih bergetar lemah. Bekas nama itu bel