Rin dapat tersenyum lega begitu dirinya melihat satu kartu tipis yang disodorkan oleh Ron padanya. Gadis itu menyambut girang sumber uang yang akan membantunya bertahan hidup sampai waktu yang tak ditentukan."Ini pertama kalinya aku melihat korban penculikan yang meminjam uang pada penculiknya," sindir Ron pada Rin.Pria itu masih memegang erat kartunya dan belum melepaskan dengan ikhlas benda tipis yang berisi uang ratusan juta yang hendak dipinjam oleh Rin."Tuan adalah penculik paling baik hati yang pernah aku temui," puji Rin sembari menarik kartu yang dipegang oleh Ron.Kedua orang itu saling tarik-menarik kartu debit milik Ron yang tak juga dilepaskan oleh sang pemilik."Kau harus membayar bunganya juga!" sentak Ron belum merelakan uangnya pada Rin."Aku akan membayarnya! Aku janji!"Rin dan Ron masih saling memperebutkan kartu hingga akhirnya Rin berhasil mendapatkan sumber uang tersebut.Ron hanya bisa pasrah saat kartu debit berharga miliknya sudah berpindah tangan pada gadi
Pagi hari, Rin sudah bersiap untuk berangkat ke kampus seperti biasanya. Gadis itu sudah bersusah payah mencari surat dari rumah sakit untuk diberikan pada pihak kampus agar Rin dapat mengikuti ujian susulan."Setelah diculik, mana mungkin aku bisa fokus belajar?" gerutu Rin kesal.Dengan pakaian kasual yang sering dikenakannya, Rin melangkah menuju kampus dengan langkah lesu.Namun, di tengah jalan tiba-tiba gadis itu tak sengaja bertabrakan dengan seorang pria bertopi yang sengaja menutupi wajah dengan masker."Aww!" pekik Rin saat bahunya tersenggol oleh pria tersebut.Tanpa Rin sadari, pria yang menabraknya itu sengaja menyelipkan kertas kecil berisi pesan singkat pada tas kecil yang dibawa oleh Rin."Maaf!" ucap pria itu lirih, tanpa membantu Rin bangkit dari tanah."Sial! Hei, bisakah kau berjalan dengan benar?" sentak Rin pada pria tersebut.Rin masih belum menyadari jika ada kertas asing yang masuk ke dalam tas yang dibawanya. Gadis itu kembali melanjutkan perjalanan menuju ka
Tring, tring!Obrolan kakak adik itu pun berhenti karena suara dering telepon Rin yang memecah keheningan."Tunggu sebentar," Rin menjauh dari Ren untuk mengangkat panggilan telepon dari orang yang kini menjadi sandaran hidupnya, Ron."Apa jam milikmu rusak? Atau kau memang orang yang tidak tahu diri setelah meminjam uang?" sentak Ron, mengomel pada Rin yang baru saja menjawab panggilan.'Sial! Sudah jam berapa ini? Aku sampai lupa dengan permintaan Ron,' batin Rin benar-benar hampir melupakan agenda hari ini yang mengharuskan dirinya datang ke kantor Ron secepatnya."Kalau kau tidak juga tiba di kantor dalam waktu—""AKU BERANGKAT!" pekik Rin, kemudian mematikan sambungan telepon dari Ron."Siapa?" tanya Ron pada sang adik yang nampak kalang kabut, bersiap untuk pergi."Aku harus pergi sekarang! Ada tugas negara yang harus kuselesaikan sebelum seseorang menyembelihku! Sampai jumpa, Ren!" pamit Rin pada sang kakak."Rin!""Ah, iya! Sebaiknya ... kita tidak perlu bertemu lagi, Ren. Ang
"Apa yang terjadi padamu? Apa kau dirampok orang sebelum kemari? Atau kau baru saja tercebur ke kolam ikan?" sindir Ron melihat penampilan Rin yang begitu berantakan."Aku baru saja terkena badai. Kau puas?!" ketus Rin dengan tatapan dingin.Ron membalut kaki Rin dengan telaten, kemudian bangkit dari lantai dan mengobrak-abrik isi ruang istirahatnya di dalam kantor.Pria itu keluar membawa flatshoes mungil dan memberikannya pada Rin. "Pakai!" titah Ron."Sepatu siapa ini? Kau ... diam-diam mengoleksi sepatu perem—""Ini sepatu calon istriku!" potong Ron sembari menjitak kepala Rin sebelum gadis itu berbicara sembarangan mengenai dirinya."Ah, kupikir ini milikmu!" gumam Rin lirih.'Apa calon istri yang dimaksud oleh Ron adalah ... wanita yang dibunuh oleh Ren?' batin Rin menerka-nerka."Sepatunya sangat cocok. Kakimu sangat kecil. Sama seperti Lilian," gumam Ron mengingat kembali tunangannya yang telah terkubur selamanya."B-benarkah? Terima kasih," ucap Rin lirih."Terima kasih untuk
"Kau pernah melompat keluar dari mobil yang melaju dengan kecepatan tinggi?" tanya Ron di sela-sela kepanikan Rin saat kendaraan yang dinaikinya melaju dengan cepat."Kalau aku pernah melakukan hal itu, aku pasti sudah mati sekarang!" cetus Rin."Bagus kalau kau belum pernah! Aku akan mencari tanah lapang. Kita akan melompat keluar dari mobil!" ungkap Ron mengutarakan idenya."K-kau gila? Kepalaku bisa hancur!" omel Rin dengan tubuh gemetar."Kalau begitu kau ingin terus berada di mobil ini sampai kita menemukan jalan buntu?""K-kita berkeliling saja sampai bahan bakarnya habis!" tukas Rin."Sebelum bahan bakarnya habis, kita pasti sudah digiring ke jurang!" sentak Ron."Apa jalan satu-satunya hanya melompat keluar dari mobil? Ini sama saja bunuh diri!" rengek Rin dengan air mata berlinang."Aku akan mencari tanah lapang. Setidaknya kita akan jatuh ke tanah yang penuh rumput. Bisa mengurangi cedera. Paling hanya patah tulang saja," ujar Ron dengan entengnya."Aku akan mencoba menjauh.
"Ayo cepat, Rin! Kenapa kau berjalan lambat sekali!" omel Ron pada gadis malang yang berjalan pincang di belakangnya."Aku lelah. Bisa tolong gendong aku?" pinta Rin dengan tak tahu malu."A-apa aku tidak salah dengar?" "Kakiku berdarah," rengek Rin dengan air mata berlinang.Ron menghentikan langkah kakinya sejenak, kemudian menoleh ke arah Rin yang berjalan bak keong di belakangnya.Dengan amat sangat terpaksa, Ron berbalik menyusul Rin kemudian membopong tubuh kurus gadis manis itu.Pipi Rin memerah seketika dan dirinya tak menyangka jika Ron benar-benar akan berbalik menghampirinya dan menggendongnya."A-aku hanya bercanda! Kau tidak perlu menggendong—""Diam! Di sana sepertinya ada homestay. Kita bisa beristirahat di sana sebentar sambil menunggu jemputan dari Han," cetus Ron."Apa kau ... sering dikejar seperti tadi?" tanya Rin membuka perbincangan."Kenapa? Kau ingin merasakannya lagi? Kau akan sering mengalaminya jika kau bersamaku. Inilah duniaku, Rin!" terang Ron."Apa kau
"Aku mau tidur!" ujar Ron setelah mereka selesai berganti pakaian dengan kaos couple."Tidur saja,"Ron melotot ke arah Rin sembari melempar kode pada gadis itu untuk menyingkir dari ranjang."Apa?""Minggir, Bodoh! Aku yang membayar kamar ini, jadi aku yang berkuasa di kamar ini!" usir Ron pada Rin yang terduduk di tepi ranjang."Dasar pelit!" gerutu Rin kesal."Lalu aku tidur di mana?" rengek Rin dengan wajah memelas."Itu urusanmu. Lantainya masih luas," cibir Ron seraya melempar senyum mengejek."Apa begini perlakuanmu pada gadis sekarat sepertiku?""Sekarat apanya? Hanya luka kecil saja jangan berlebihan!" tukas Ron.Pria itu berbaring di ranjang dengan tangan dan kaki terlentang memenuhi ranjang kecil itu. Rin menatap Ron dengan mulut berkomat-kamit, sibuk mengumpati pria egois yang membiarkan Rin terlantar itu."Tidak perlu tidur, Rin. Lagipula ini masih sore," gumam Rin mencoba menenangkan diri dari amarah.Gadis itu duduk di lantai dengan kaki selonjoran seraya bersandar ke
"Ron! Kau sudah gila?" Rin menjedotkan kepalanya ke dahi Ron hingga membuat dahi pria tampan itu benjol seketika."Aww!" ringis Ron sembari mengusap dahinya yang malang."Sepertinya aku memang sudah gila," gumam Rin lirih.'Apa yang sudah kulakukan pada gadis jelek ini?' jerit Ron dalam hati."Ganti rugi! Kau pikir ciumanku murah?" omel Rin."Ganti rugi apanya?" sinis Ron."Kau sudah menodaiku! Ganti rugi!" sentak Rin sembari menarik-narik kaos Ron."Kau ingin apa? Uang?" sentak Ron."Singkirkan bekas bibirmu!" sungut Rin kesal."Apa maksudmu menyingkirkan bekas bibir? Kau ingin membersihkannya dengan apa?" tukas Ron malas.Pria itu mengusap bibir Rin dengan jemarinya, hingga membuat Rin semakin geram. Karena kesal, Rin pun menggigit jemari Rin yang bertengger di bibirnya."Aww! Apa yang kau lakukan?" geram Ron sembari menjauh dari Rin.Pria itu bangkit dari ranjang dan segera menghubungi Han untuk menjemput mereka kembali."Sial, tadi menyuruhku menjemput, lalu menyuruhku pergi seena