Ren nampak tengah berguling-guling di ranjang hotel dengan santainya tanpa melakukan banyak hal. Pria itu masih diperlakukan seperti raja untuk sementara waktu, sampai Ren tidak akan lagi berguna. Ren masih belum memikirkan rencana lain untuk ke depannya. Pikiran pria itu masih dipenuhi dengan kecemasan mengenai Rin yang kini masih berada di luar negeri bersama Ron.“Apa sebaiknya aku menghubungi Rin saja? Mereka masih akan menargetkan Rin atau tidak, ya?” gumam Ren tenggelam dalam pikiranya sendiri dan membuat pria itu tak dapat tidur nyenyak.Akhirnya, Ren pun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar hotel sejenak sembari mengirup udara segar. “Rin pasti juga sedang menginap di hotel mewah sekarang, kan? Bukan aku saja yang tengah menikmati ranjang empuk di sini, kan?” oceh Ren sedikit merasa bersalah pada adiknya yang entah sekarang dapat beristirahat dengan nyenyak atau tidak.Pria itu berjalan di lorong hotel dengan langkah gontai dan tanpa sengaja berpapasan dengan salah seora
“Tempat apa ini?” gumam Rin begitu ia dan Ron tiba di sebuah taman kecil yang berada di pusat kota. Ron tidak berencana melakukan banyak hal untuk hari terakhir liburannya bersama dengan Rin. Pria itu hanya ingin mengajak Rin menikmati kencan ringan dengan bersepeda dan berolahraga bersama di taman.“Kuburan!” celetuk Ron dongkol mendengar pertanyaan tidak penting dari Rin.“Ah, kau berencana untuk menguburku hidup-hidup di sini?” sergah Rin dengan wajah masam.“Benar! Aku akan menggali makam untukmu!” tukas Ron sembari menyeret Rin untuk berlari bersama dengan dirinya mengelilingi taman kecil itu. Ron mengambil sepeda yang disewakan di taman, sementara Rin harus berlari dengan susah payah mengejar Ron, karena Ron tidak begitu tega menaiki sepeda seorang diri, tanpa mengajaknya.“Ron, aku juga ingin sepeda!” rengek Rin sembari menyeka keringat yang bercucuran di dahiny.“Kejar aku dulu kalau bisa! Kau terlalu kurus dan lembek, Rin! Sebaiknya kau lebih rajin berolahraga!” cibir Ron den
“Sudah siap?” tanya Ron pada Rin yang tengah menyeret koper keluar dari kamarnya. Setelah berminggu-minggu tinggal bersama Ron di Roma, Rin mulai terbiasa dan mulai tak rela meninggalkan kota tempatnya berlibur itu.“Aku sudah siap!” cetus Rin dengan wajah lesu.Ron menangkap dengan jelas wajah muram Rin, kemudian mengacak gemas rambut panjang gadis cantik itu. “Aku akan mengajakmu kembali lagi kemari nanti. Aku janji!” hibur Ron pada Rin yang terlihat jelas sekali, tidak rela meninggalkan tempat liburan mereka.“Siapa juga yang ingin kembali kemari bersamamu? Aku bisa kembali ke sini sendiri,” timpal Rin sinis.“Memangnya kau punya uang?” cibir Ron begitu menohok pada gadis miskin yang memang tidak memiliki banyak uang itu.Ron merebut koper yang diseret oleh Rin, dan mengajak gadis itu pergi meninggalkan rumah yang mereka tempati. Bersama dengan taksi yang mereka tumpangi, Ron dan Rin memulai perjalanan mereka untuk pulang ke negara asal. Kedua orang itu pulang dengan wajah tenang,
"Kami sudah mencari gadis yang ada di foto itu, tapi kami tidak menemukan satu pun gadis yang mirip, Bos!" ujar anak buah kiriman Han pada Han yang tengah menunggu kabar.Pria yang tadinya yakin dapat menculik Rin itu, justru harus dibuat kesal, karena target yang ia kejar ternyata berhasil melarikan diri sebelum ia mulai mengejar. "Apa aku tidak salah dengar? Memangnya ada perubahan jadwal penerbangan? Atau mereka menggunakan maskapai lain?" tanya Han bingung.Han berhasil dibuat kesal karena rencananya yang gagal total. Para anak buahnya nampak sibuk mencari keberadaan Rin, disaat Rin dan Ron telah lama meninggalkan bandara dan menuju ke tempat yang tidak diketahui oleh Han."CARI LAGI SAMPAI KETEMU! Aku yakin mereka ada di dalam pesawat!" titah Han.Pria itu langsung membanting ponsel dan mengamuk di dalam mobil begitu target yang ia kejar ternyata dapat meloloskan diri dengan mudah."Apa yang terjadi dengan mereka? Kenapa Rin dan Ron bisa menghilang?" gumam Han dibuat bingung.Seme
Seorang gadis nampak berlari kencang dengan panik di sebuah gang sempit yang hanya diterangi cahaya lampu remang-remang.Tubuh gadis itu bergetar hebat dan nafasnya mulai tersengal karena terus berlarian di tengah kepanikan dan rasa takut yang melanda.Gadis cantik berambut panjang bernama Rin itu terus menoleh ke belakang, seolah mewaspadai seseorang yang tengah mengejar dirinya di belakang sana."Akkhh!"Rin memekik kencang begitu pergelangan tangannya ditarik oleh seseorang yang muncul tiba-tiba di hadapannya. Gadis itu memejamkan mata rapat-rapat dan mencoba melepaskan diri dari genggaman tangan kekar yang kini mencengkeram lengannya."Rin!" panggil suara seorang pria yang terdengar cukup familiar di telinga Rin.Gadis itu pun memberanikan diri membuka mata dan mendapati sosok sang kakak sudah berdiri tepat di depan matanya."Kakak!" pekik Rin sembari berhambur masuk ke dalam pelukan kakak laki-lakinya, Ren.Rin yang sudah menahan tangis sejak tadi, langsung menumpahkan air matany
Ren berdiri di sebuah jembatan di malam yang gelap bersama dengan beberapa pria berjas yang menutup wajah dengan topeng.Salah seorang pria paruh baya menyodorkan foto pada Ren untuk menunjukkan sosok target yang akan menjadi incaran Ren berikutnya."Malveron. Putra dari keluarga Malvey. Kau pasti tahu Malvey grup, kan?" ujar pria paruh baya yang memberi Ren perintah."Tuan Muda dari keluarga terkenal? Kau ingin tikus sepertiku membunuh ular berbisa?" sinis Ren."Buat dia terluka. Aku akan memberimu dua miliar jika kau berhasil melukainya dan membuatnya berbaring di rumah sakit selama satu minggu!" ujar pria bertopeng itu."Jika kau bisa membuatnya terluka parah dalam kondisi kritis, aku akan memberimu lima miliar!" bujuk pria itu lagi."Tapi, jika kau berhasil menghabisinya ... aku akan memberimu sepuluh miliar. Bagaimana?" sambungnya.Ren hanya manggut-manggut menatap lembar foto yang ada di genggaman tangannya. Pria itu nampak mempertimbangkan dengan matang sebelum menerima tawaran
Rin duduk dengan wajah lesu di taman kampus sembari menatap air mancur kecil yang terpampang jelas di depan matanya.Pikiran gadis itu mulai melayang, mengingat kembali omelan-omelan dosen yang terus terngiang di otaknya.Cacian, makian hingga hinaan harus ia telan mentah-mentah tanpa bisa membantah. Apapun yang diucapkan oleh Rin hanya dianggap angin lalu, terlebih lagi gadis itu tak dapat membuktikan apapun mengenai hancurnya ruangan laboratorium akibat orang tidak bertanggungjawab.Gadis itu semakin sial karena CCTV pun tak dapat memberinya dukungan apapun. Akibat memori penuh, kamera pengintai yang terpasang di sekitar laboratorium tak dapat lagi menyimpan rekaman apapun selama beberapa hari terakhir."Huh, bagaimana lagi aku harus menjelaskan pada dosen-dosen tua itu kalau aku tidak melakukan apapun?!" gerutu Rin sebal."Kalau aku pelakunya, tentu aku sudah melarikan diri dan tidak membuka pintu lebar-lebar saat aku memasuki laboratorium! Apa logika para orang tua itu sudah tidak
Rin berdiri tepat di depan gerbang kayu kecil yang sudah lapuk dan hampir lepas dari pagar kecil yang mengelilinginya.Gadis itu kini tengah berada di depan rumah petugas kebersihan penghancur laboratorium dan bersiap untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku sebenarnya itu.Namun saat melihat kondisi rumah yang mengenaskan, gadis itu pun mulai ragu dan tidak tega menghampiri wanita itu untuk meminta uang ganti rugi atas kecerobohan petugas kebersihan itu."Bagaimana aku bisa menagih uang darinya?" gumam Rin frustasi."Wanita itu pasti juga tidak punya uang sebanyak itu untuk mengganti rugi peralatan laboratorium," oceh Rin justru merasa tak enak hati, padahal dirinya sudah menjadi pihak yang dirugikan.Prang!Tiba-tiba terdengar suara kencang dari dalam rumah dan pintu bangunan kecil itu mendadak terbuka lebar.Rin langsung berlari kocar-kacir mencari tempat sembunyi dan mengamati rumah itu dari balik semak-semak."Kau tidak punya uang, hah? Kalau tidak punya uang, jangan pulang!"