“Sudah siap?” tanya Ron pada Rin yang tengah menyeret koper keluar dari kamarnya. Setelah berminggu-minggu tinggal bersama Ron di Roma, Rin mulai terbiasa dan mulai tak rela meninggalkan kota tempatnya berlibur itu.“Aku sudah siap!” cetus Rin dengan wajah lesu.Ron menangkap dengan jelas wajah muram Rin, kemudian mengacak gemas rambut panjang gadis cantik itu. “Aku akan mengajakmu kembali lagi kemari nanti. Aku janji!” hibur Ron pada Rin yang terlihat jelas sekali, tidak rela meninggalkan tempat liburan mereka.“Siapa juga yang ingin kembali kemari bersamamu? Aku bisa kembali ke sini sendiri,” timpal Rin sinis.“Memangnya kau punya uang?” cibir Ron begitu menohok pada gadis miskin yang memang tidak memiliki banyak uang itu.Ron merebut koper yang diseret oleh Rin, dan mengajak gadis itu pergi meninggalkan rumah yang mereka tempati. Bersama dengan taksi yang mereka tumpangi, Ron dan Rin memulai perjalanan mereka untuk pulang ke negara asal. Kedua orang itu pulang dengan wajah tenang,
"Kami sudah mencari gadis yang ada di foto itu, tapi kami tidak menemukan satu pun gadis yang mirip, Bos!" ujar anak buah kiriman Han pada Han yang tengah menunggu kabar.Pria yang tadinya yakin dapat menculik Rin itu, justru harus dibuat kesal, karena target yang ia kejar ternyata berhasil melarikan diri sebelum ia mulai mengejar. "Apa aku tidak salah dengar? Memangnya ada perubahan jadwal penerbangan? Atau mereka menggunakan maskapai lain?" tanya Han bingung.Han berhasil dibuat kesal karena rencananya yang gagal total. Para anak buahnya nampak sibuk mencari keberadaan Rin, disaat Rin dan Ron telah lama meninggalkan bandara dan menuju ke tempat yang tidak diketahui oleh Han."CARI LAGI SAMPAI KETEMU! Aku yakin mereka ada di dalam pesawat!" titah Han.Pria itu langsung membanting ponsel dan mengamuk di dalam mobil begitu target yang ia kejar ternyata dapat meloloskan diri dengan mudah."Apa yang terjadi dengan mereka? Kenapa Rin dan Ron bisa menghilang?" gumam Han dibuat bingung.Seme
Seorang gadis nampak berlari kencang dengan panik di sebuah gang sempit yang hanya diterangi cahaya lampu remang-remang.Tubuh gadis itu bergetar hebat dan nafasnya mulai tersengal karena terus berlarian di tengah kepanikan dan rasa takut yang melanda.Gadis cantik berambut panjang bernama Rin itu terus menoleh ke belakang, seolah mewaspadai seseorang yang tengah mengejar dirinya di belakang sana."Akkhh!"Rin memekik kencang begitu pergelangan tangannya ditarik oleh seseorang yang muncul tiba-tiba di hadapannya. Gadis itu memejamkan mata rapat-rapat dan mencoba melepaskan diri dari genggaman tangan kekar yang kini mencengkeram lengannya."Rin!" panggil suara seorang pria yang terdengar cukup familiar di telinga Rin.Gadis itu pun memberanikan diri membuka mata dan mendapati sosok sang kakak sudah berdiri tepat di depan matanya."Kakak!" pekik Rin sembari berhambur masuk ke dalam pelukan kakak laki-lakinya, Ren.Rin yang sudah menahan tangis sejak tadi, langsung menumpahkan air matany
Ren berdiri di sebuah jembatan di malam yang gelap bersama dengan beberapa pria berjas yang menutup wajah dengan topeng.Salah seorang pria paruh baya menyodorkan foto pada Ren untuk menunjukkan sosok target yang akan menjadi incaran Ren berikutnya."Malveron. Putra dari keluarga Malvey. Kau pasti tahu Malvey grup, kan?" ujar pria paruh baya yang memberi Ren perintah."Tuan Muda dari keluarga terkenal? Kau ingin tikus sepertiku membunuh ular berbisa?" sinis Ren."Buat dia terluka. Aku akan memberimu dua miliar jika kau berhasil melukainya dan membuatnya berbaring di rumah sakit selama satu minggu!" ujar pria bertopeng itu."Jika kau bisa membuatnya terluka parah dalam kondisi kritis, aku akan memberimu lima miliar!" bujuk pria itu lagi."Tapi, jika kau berhasil menghabisinya ... aku akan memberimu sepuluh miliar. Bagaimana?" sambungnya.Ren hanya manggut-manggut menatap lembar foto yang ada di genggaman tangannya. Pria itu nampak mempertimbangkan dengan matang sebelum menerima tawaran
Rin duduk dengan wajah lesu di taman kampus sembari menatap air mancur kecil yang terpampang jelas di depan matanya.Pikiran gadis itu mulai melayang, mengingat kembali omelan-omelan dosen yang terus terngiang di otaknya.Cacian, makian hingga hinaan harus ia telan mentah-mentah tanpa bisa membantah. Apapun yang diucapkan oleh Rin hanya dianggap angin lalu, terlebih lagi gadis itu tak dapat membuktikan apapun mengenai hancurnya ruangan laboratorium akibat orang tidak bertanggungjawab.Gadis itu semakin sial karena CCTV pun tak dapat memberinya dukungan apapun. Akibat memori penuh, kamera pengintai yang terpasang di sekitar laboratorium tak dapat lagi menyimpan rekaman apapun selama beberapa hari terakhir."Huh, bagaimana lagi aku harus menjelaskan pada dosen-dosen tua itu kalau aku tidak melakukan apapun?!" gerutu Rin sebal."Kalau aku pelakunya, tentu aku sudah melarikan diri dan tidak membuka pintu lebar-lebar saat aku memasuki laboratorium! Apa logika para orang tua itu sudah tidak
Rin berdiri tepat di depan gerbang kayu kecil yang sudah lapuk dan hampir lepas dari pagar kecil yang mengelilinginya.Gadis itu kini tengah berada di depan rumah petugas kebersihan penghancur laboratorium dan bersiap untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku sebenarnya itu.Namun saat melihat kondisi rumah yang mengenaskan, gadis itu pun mulai ragu dan tidak tega menghampiri wanita itu untuk meminta uang ganti rugi atas kecerobohan petugas kebersihan itu."Bagaimana aku bisa menagih uang darinya?" gumam Rin frustasi."Wanita itu pasti juga tidak punya uang sebanyak itu untuk mengganti rugi peralatan laboratorium," oceh Rin justru merasa tak enak hati, padahal dirinya sudah menjadi pihak yang dirugikan.Prang!Tiba-tiba terdengar suara kencang dari dalam rumah dan pintu bangunan kecil itu mendadak terbuka lebar.Rin langsung berlari kocar-kacir mencari tempat sembunyi dan mengamati rumah itu dari balik semak-semak."Kau tidak punya uang, hah? Kalau tidak punya uang, jangan pulang!"
Ren mengambil wadah berisi senjata api yang disodorkan oleh sang teman dan membuka kotak berwarna gelap itu.Sebuah pistol Glock 20 lengkap dengan peluru masih terbungkus rapi di dalam wadah tersebut dan siap untuk digunakan untuk melubangi kulit."Kau akhirnya mengambil tawaran itu?" tanya teman Ren."Aku butuh uang! Membuatnya cedera saja sudah cukup, kan? Jika aku sampai membunuhnya, mungkin nyawaku akan ikut melayang!" ungkap Ren."Jika mereka memang tidak terlalu menuntut untuk membunuh, kau buat luka ringan saja. Tidak perlu menggunakan pistol!" saran teman Ren."Penggunaan senjata api jauh lebih efektif. Setidaknya mereka tidak akan mempermasalahkan hal ini ke pihak kepolisian karena targetku kebanyakan adalah anggota organisasi illegal. Kalau aku membuat kecelakaan lalu lintas, masyarakat umum bisa terkena dampaknya dan polisi akan ikut campur," tukas Ren."Kau memang tidak akan dikejar polisi, tapi kau akan dikejar mafia! Menurutku lebih mudah menghindari polisi daripada haru
Rin membuka mata perlahan saat dirinya merasakan percikan air yang membasahi wajahnya.Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang nampak asing dengan wajah linglung."Gadis ini sudah bangun, Bos!" pekik seorang pria bertubuh kekar hingga membuat Rin tersentak kaget.Seorang pria berjalan mendekat ke arah Rin dan menatap nanar ke arah gadis yang pernah ditemuinya itu.Sama seperti Ron yang masih tak menyangka saat bertemu kembali dengan Rin, gadis itu pun ikut menampakkan wajah bingung sekaligus terkejut saat dirinya bertemu pandang dengan sosok pria yang dijumpainya beberapa hari yang lalu di kampus.Rin mencoba menggerakkan tangan dan kakinya, namun sayangnya gadis itu sudah terlilit dengan tali yang membuat Rin tak dapat bergerak bebas."Aku melihatmu sebelumnya di kampus! Kau ... Malveron? Bisa kau berikan penjelasan yang masuk akal atas tindakanmu padaku?" ketus Rin sembari melotot ke arah pria berwajah dingin itu."Penjelasan? Kau berani menuntut penjelasan dariku