"Mas, bangun ... Udah hampir subuh," panggil sebuah suara dengan lembut.
Kurasakan sebuah sentuhan jemarinya di wajahku. Aku mengerjap perlahan. Nadia tersenyum. Kulihat dia sudah segar kembali, rambutnya sudah basah dengan aroma wangi shampo yang menyerbak ke hidungku. Entah kenapa menciumnya membuatku tergoda lagi. Kuraih tangannya dan mengecupnya dengan lembut.
"Mandi dulu mas, aku udah siapin air hangat untukmu. Nanti kita sholat sama-sama," ajak istriku lagi.
"Iya sayang."
Ah bisa-bisanya aku telat bangun seperti ini. Aku mengusap wajahku dengan kedua tangan, lalu bergegas ke kamar mandi.
Nadia sudah menyiapkan baju ganti dan perlengkapan sholat pun sudah disediakan oleh Nadia. Kami sholat berjamaah bersama di rumah.
"Mas, hari ini kamu berangkat ke kantor?" tanya Nadia sembari menyiapkan sarapan untukku. Dengan telaten ia menyendokkan nasi dan lauknya ke atas piring.
"Iya, sayang," jawabku. "Terima kasih," ucapku sambil te
Hatiku benar-benar patah saat melihat mereka bersanding bersama. Rasanya sangat sakit, remuk redam serasa ada yang hancur di ulu hatiku. Kupikir, Hasbi tidak akan datang ke pernikahannya, karena dia datang sangat terlambat dengan kondisi yang sangat menyedihkan. Cinta mereka benar-benar sangat kuat, hingga aku tak punya kesempatan untuk menikahi Nadia kembali, padahal hampir saja ... Pikiranku benar-benar kalut sekarang. Ckck, bisa-bisanya aku menangisi mantan, seseorang yang dulu pernah aku sia-siakan. Kini hidupnya jauh lebih baik dari pada aku yang pengangguran. Kupikir dengan kedatanganku ke pernikahannya, aku akan baik-baik saja. Nyatanya, aku bahkan jauh merasa lebih sakit lagi. Melihat Nadia menangis, ingin sekali kupeluk tubuhnya, tapi kini semuanya takkan pernah terjadi. Nadia sudah menjadi milik orang lain, tapi kenapa justru aku ingin sekali kembali padanya. Ingin seperti dulu lagi, Nadia menyambutku, memelukku dengan manja. Aaaarrrgghh ...
Aku berlari menuju ke kamar, benar saja ibu terjatuh dari tempat tidurnya."Key, tolong bantu," tukasku.Dia mengangguk lalu merapikan kembali tempat tidur ibu. Ibu terlihat meringis kesakitan. Bulir-bulir bening luruh dari matanya yang sayu. Wajahnya terlihat begitu sendu."Bu, kenapa bisa jatuh? Ibu mau apa?" tanyaku dengan lembut, aku tidak ingin ibu makin banyak pikiran karena aku membentaknya.Ibu menggeleng perlahan. "Ibu mau makan? Aku suapin ya?" ujarku lagi.Ibu kembali menggeleng."Ibu mau disuapin sama aku?" tanya Keysha.Lagi-lagi ibu menggeleng, entahlah maunya apa."Na-na-na-di-di-a-a ..."Kudengar ibu mengucapkan sebuah kata dengan nada terbata."Ibu bisa bicara?" tanyaku lagi, mataku berbinar bahagia melihat ibu bisa berucap lagi meskipun tidak jelas."Na-na-na-di-di-a-a ..."Ibu terlihat sangat berusaha mengucapkan sesuatu. Kutajamkan kembali pendengaranku. Tadi sepertiny
"Rizki, ada apa kesini?" tanya Hasbi. "Maaf kalau mengganggu waktu kalian," sahutku. "Ya, ada apa Rizki?" tanya Hasbi kembali. "Emmh begini Hasbi, Nadia, ibuku ingin bertemu Nadia. Akhir-akhir ini ibu bisa berbicara, tapi hanya kata Nadia yang diucapkan oleh ibu. Berkali-kali ibu juga mengigau menyebut nama Nadia. Aku pikir ibu pasti ingin bertemu denganmu, Nadia. Kalau kamu tidak keberatan, datanglah ke rumah untuk menemui ibu." Mereka terdiam dan saling pandang. "Aku gak memaksa kalian kok, kalau kalian tidak bisa datang, aku akan bilang sama ibu. Sebelumnya aku minta maaf, kalau sudah mengganggu waktu kalian." Aku berlalu begitu saja tanpa menunggu jawaban darinya. Aku merasa sangat malu terhadap mereka. "Tunggu, Mas!" Sebuah suara yang sangat kurindukan mencegah langkahku. Aku menoleh sambil berusaha tersenyum, menutupi kekalutanku sendiri. "Insyaallah kami akan kesana, menjenguk ibu. Apa ibu
"Aaarghhh ..."Teriakan suara seorang wanita menggema di seluruh ruangan. Ia mengacak-acak rambutnya sendiri. Penampilannya berantakan. Pun dengan barang-barangnya terlihat pecah belah, berserakkan di lantai. Remuk redam. Ada yang patah jauh di lubuk hatinya."Kenapa kau tega sekali padaku, Mas?? Kau lebih memilih wanita udik itu dari pada aku?" pekiknya dengan histeris. Ia menangis tersedu, menangisi sesuatu yang bukan miliknya. Perasaannya tercabik-cabik seperti disayat sembilu. Rasa sesak memenuhi rongga dadanya.Ia mematut diri di depan cermin, memperhatikan wajah cantiknya. Sambil sesekali membelai pipinya sendiri."Apa kurangku? Apa aku kurang cantik?""Apa aku kurang menarik?""Apa aku kurang seksi?""Atau jangan-jangan dia punya kelainan? Kenapa dia lebih memilih wanita udik itu dari pada aku?""Apa istimewanya wanita itu? Dia hanyalah seorang janda, pekerjaannya pun hanya penjual makanan! Apalagi kalau liha
"Din, kamu mau ikut jenguk Pak Hasbi, gak?" tanya sebuah suara di seberang telepon."Hmmm ...""Mau ikut enggak, ini rencananya rombongan kantor mau nengokin Pak Hasbi, beliau sudah pulang ke rumah. Sekalian silaturahmi pengin kenalan sama istrinya.""Kapan?""Nanti malam Din, kalau mau ikut nanti kumpul dulu di Cafe Cinta ya, Din.""Oke."Wanita itu menutup panggilan teleponnya. Hatinya sangat sakit bila mengingat pria pujaannya sudah menikah dengan wanita udik.Aargghh ...! Dia melemparkan kosmetik dan skincare di meja riasnya, hingga jatuh berserakan ke lantai.Aku harus cari cara yang lain agar mereka bisa berpisah. Ya, aku harus cari cara yang lain. Siapapun tak boleh bersama dengan Mas Hasbi! Hanya aku yang boleh, aku adalah pasangan terbaiknya, bukan wanita itu. Batinnya meracau sendiri.Menjelang sore, wanita itu sudah bersiap-siap, membersihkan diri, memakai wewangian, memoles wajahnya dengan make
"Pak, pelaku sudah tertangkap," ucap sebuah suara di seberang telepon. "Sekarang ada dimana?" "Kantor polisi pak," jawabnya lagi. "Baik, saya segera kesana." Kututup panggilan telepon dari Johan, seseorang yang kusuruh menyelidiki kasus ini. Dia memang kompeten dalam bidangnya. "Sayang, mas keluar sebentar ya," pamitku pada Nadia. Dia tengah sibuk membantu memasak. Wajahnya sedikit kemerahan karena kepanasan di dapur, tapi justru terlihat menggemaskan. Ia melepaskan apron yang melekat di tubuhnya. "Mau kemana, Mas?" tanyanya menghampiriku setelah ia mencuci tangan. "Mas ke kantor polisi dulu ya," ucapku kemudian. "Oh oke, apa pelakunya sudah tertangkap?" tanya Nadia. Aku mengangguk "Ya sudah hati-hati dijalan ya mas. Kamu kan baru sembuh, jangan ngebut ya," ucap istriku penuh perhatian. "Iya sayang." Aku mengecup keningnya dengan lembut lalu
Ya ampun, aku benar-benar tak bisa menahan tawa melihat ekspresinya yang lucu. Aduhai Nadiaku. "I love you," ucapku sembari mengerlingkan mataku untuk menggodanya. "Ehem ehem. Kenapa diam aja, Sayang? aku ingin dengar suaramu yang merdu." Dia masih diam saja dengan rona pipinya terlihat memerah, tapi kuanggap itu sebagai bentuk persetujuannya. Ya sejauh ini aku hanya memeluk dan menciumnya saja. Tapi sepertinya malam ini bakal berbeda, aku akan menunaikan kewajibanku, memberikan nafkah batin untuk istriku. Meskipun sudah menikah beberapa hari yang lalu, tapi kami memang belum melakukannya. Hari-hari sebelumnya aku masih tahap pemulihan dari luka yang kudera. Dan sekarang aku merasa sudah benar-benar sehat setelah berhasil sembuh dari kecelakaan itu. Kecelakaan yang hampir saja merenggut kehidupanku. Namun dengan pertolongan dan perlindungan Allah, aku berhasil selamat. Alhamdulillah. Guyuran air shower membuat tubuhku kembali se
"Mas, perutku sakit banget, melilit mas, sakiiit," rintih Keysha. "Kamu mau melahirkan?" "Gak tau mas, tapi rasanya .... Aaaarrrgghh sakiiit ...." "Tahan dulu Key, ayo kita ke rumah sakit." "Aduuuh mas, sakiiit." "Iya, iya, sabar ya. Mas panggil taksi dulu." Keysha masih meringis kesakitan sembari memegangi perutnya. Kepalaku sudah terasa nyut-nyutan, bagaimana aku mendapatkan uang untuk biaya persalinan anakku. Air mata menetes begitu saja karena ketidak berdayaanku. Cukup menunggu lama, akhirnya taksi itu datang. Aku bergegas membawa Keysha ke rumah sakit. Keysha segera ditangani oleh tenaga medis diperiksa kondisinya lebih dulu. "Pak, istri bapak harus dioperasi, karena posisi bayi anda sungsang--" Aku melongo mendengar penjelasan Bu dokter. Selama ini, aku memang lalai, jarang memperhatikan kondisi Keysha, bahkan cuma sekali mengantarkan Keysha pada ibu bidan.