Share

Bab 6. Tanda Terima Kasih

Ellshora benar-benar terpukau sekarang, nyaris tak bisa mempercayai Luke. Bagi Ellshora tempat ini menggambarkan sebuah kesempurnaan. Ia bahkan tak pernah membayangkan berada di sini sebelumnya. Tapi, seorang Luke yang mengacuhkannya sepanjang perjalanan tempo hari justru membawanya ke The Golden Sun. Restoran supermewah di Norwich bahkan di Inggris. Konsep royal klasik kental yang disuguhkan oleh tempat ini, membuat Ellshora merasa diseret dalam nuansa di era bangsawan Inggris.

“Permisi, Tuan Luke,” ucap seorang manager yang baru saja datang bersama tiga orang pramusaji berseragam super-rapi di belakangnya. “Pesanan anda sudah siap.”

Pria dengan perkiraan usia empat puluh tahunan itu berdiri di hadapan Luke dengan memberikan senyum terbaiknya. Sementara tiga orang lainnya tengah meletakkan pesanan Luke di meja.

“Ini adalah teh terbaik kami, Tuan. Teh Pu Erh yang langsung kami dapat dari petani Yunnan, Tiongkok,” kata sang manager.

Mendengar kata terbaik, Ellshora menelan ludah. Bibirnya membentuk senyum ragu. “Hm ... maaf, Tuan. Berapa harga untuk pesanan kami ini, ya?” tanyanya pada sang manager.

Pria itu melirik Luke, tapi Luke sendiri hanya membalas tatapan sekilas lalu meraih cangkir dengan tanpa ekspresi. Kemudian manager itu segera memberi jawaban. “500 pound untuk dua cangkir teh terbaik kami, Nona.”

Ellshora yang hendak meraih cangkir dan menikmati teh tersebut, langsung tercengang.

“Hah? Berapa? Bisa kau ulangi, Tuan?” tandasnya.

Usai menyesap teh, Luke kembali meletakkan cangkir. Kini pandangannya datar kepada Ellshora. “Telingamu bermasalah? Dia menjawabnya dengan jelas dan keras tadi.”

“Bukan begitu. Tapi bagaimana bisa mereka memberi harga begitu fantastis dengan dua cangkir kecil minuman ini?” kekeh Ellshora sulit percaya.

Kini mata Luke beralih pada sang manager dan tiga pramusaji itu. “Kalian bisa pergi sekarang.”

“Baik, Tuan. Kami permisi,” pamit sang manager bersama yang lain.

Mereka pergi meninggalkan private room atas nama Luke Whiston. Sementara hanya Luke dan Ellshora berada di dalam ruangan itu sekarang.

“Minumlah. Aku akan menemanimu minum teh di sini sebagai ucapan terima kasihku seperti yang kau minta,” Luke datar.

“Ini semua terlalu berlebihan, Tuan. Kau membuang banyak uangmu hanya untuk sebuah minuman,” ujar Ellshora yang terus menyesali 500 poundsterling hanya demi teh china itu.

“Tak masalah bagiku. Aku juga membuang banyak uang untuk hal tidak penting lainnya. Kulihat mobilmu juga sudah usang, atau mau kubelikan mobil baru juga?” Luke menyombong, namun ruat wajahnya tak berubah sama sekali.

Lirikan Ellshora sangat tajam, ia menangkap sesuatu dari ucapan Luke. Dan sesuatu tersebut seperti bola panas yang ingin sekali ia lempar ke wajah pria itu.

‘Sialan! Sombongnya pria ini! Dia tidak tahu, bahkan mobil yang dia sebut usang juga bukan milikku. Ah, aku hanya pengangguran yang tak punya apa-apa sekarang!’ geramnya dalam hati.

Yang perlu Ellshora lakukan sekarang yakni mengambil nafas dan menghembusnya pelan-pelan. Kemudian menyunggingkan sebuah senyuman palsu untuk seorang Luke Whiston dengan segala kesombongannya. “Terima kasih untuk tawaranmu, Tuan. Teh mahal ini sudah lebih dari cukup untuk kata maaf dan terima kasihmu.”

“Baguslah. Artinya aku tak berhutang kata maaf ataupun terima kasih atas kejadian tadi,” jelas Luke.

Ellshora mulai meraih cangkir kemudian menyesap teh yang membuatnya tercengang. Begitu merasakan, ia seperti mendapat sensasi berbeda. Namun dalam benaknya, ia juga tetap tak menyetujui soal harga yang diberikan restoran mewah ini.

“Aku akan pergi setelah kau habiskan tehmu. Cepatlah.” Luke masih tegas dan datar. Bahkan Ellshora belum mendapati ekspresi lain pria itu.

Jika ini waktu bersama Luke adalah momen berharga, maka Ellshora harus menggunakannya sebaik mungkin. Jangan biarkan semua berakhir begitu cepat. Ia mulai mengatur siasat.

“Tuan, teh ini memang berbeda. Jika bukan karenamu, aku tak akan pernah mendapat kesempatan merasakan sensasi dari teh terbaik ini. Bagaimana kalau kuminta secangkir lagi?” bujuk Ellshora, dalam benaknya sebuah ide datang begitu saja.

Raut wajah Luke masih datar. Tapi dari pancarannya Ellshora bisa melihat dengan jelas bahwa Luke adalah seoran pria yang besar hati. “Pastinya kau tak akan pernah menemukan seorang yang bersedia membuang waktu dan uang berharganya untukmu. Seperti aku.”

Luke mengambil lonceng klasik berukuran kecil di meja, alat pemanggil pramusaji. Hanya beberapa saat, seorang pramusaji kembali datang.

“Bawakan pesenan yang sama,” pinta Luke.

Pramusaji bersuara. “Untuk makanan pendamping, mau kami siapkan, Tuan?”

“Tidak. Dia hanya minta ditemani minum teh. Tak perlu yang lain.” Jawaban Luke tegas.

Dalam hati Ellshora mendengus. ‘Dia benar-benar tak tahu basa-basi.’

“Baiklah, Tuan, akan kubawakan segera. Permisi,” pamit pramusaji seraya meninggalkan ruangan.

Ellshora sudah menghabiskan secangkir tehnya. Bagi Ellshora, tak ada yang spesial. Jika Luke membuang uang di tempat ini, Ellshora justru tak ingin membuang waktu dan kesempatan bersama Luke hari ini. Begitu pesanan datang, ia memandangi cangkir berharap dapat menahan Luke beberapa waktu lagi.

“Oh, ya, Tuan. Kebetulan kau seorang CEO perusahaan besar, dan aku seorang pengangguran yang sedang mencari pekerjaan. Entah pertemuan kita takdir atau bukan, tapi bisakah kau membantuku bekerja di perusahaanmu?” harap Ellshora, namun percayalah bahwa bukan itu tujuannya. Ia hanya perlu basa-basi.

“Kirim lamaranmu ke bagian HRD. Mereka akan merekrutmu jika kau memang sesuai klasifikasi kami,” jawab Luke.

Wajah Ellshora menunjukkan rasa kecewa. “Hampir dua bulan aku belum mendapat jawaban dari perusahaanmmu.”

“Artinya kau bukan seorang yang kami butuhkan. Atau mungkin kau bisa pergi ke kafe pinggiran, mereka pasti membutuhkan tenagamu.” Saran Luke yang ini benar-benar membuat kedua mata Ellshora melotot.

“Tuan, meski aku bukan lulusan universitas, tapi pengalamanku sebagai staff keuangan sangat bisa diandalkan!” sergah Ellshora membela diri.

“Kalau begitu, datangi perusahaan yang masih mengandalkan pengalamanmu. Bekerjalah di sana agar kau bisa membuang uang untukku nanti,” sentak Luke yang langsung berdiri.

Melihat Luke yang bersiap pergi, Ellshora juga berdiri seketika. “Tuan, kau mau kemana? Tehku belum habis!”

“Aku sudah meluangkan waktu dan uang untuk meminta maaf juga berterima kasih padamu hari ini. Tapi bagaimana jika aku bergantian menuntut terima kasih karena sudah menolongmu tempo hari?” sergah Luke memberi seringai miring. 

Bahkan Ellshora tak pernah memikirkan itu. Ia memejamkan mata sembari menggertakkan giginya tanpa berkata-kata.

“Setelah kau mendapat pekerjaan, mungkin kau bisa mentraktirku untuk berterima kasih,” kata Luke yang segera pergi, meninggalkan Ellshora di private room itu.

Ellshora duduk tercengang, membayangkan nominal yang harus ia keluarkan untuk Luke suatu hari nanti. Bersama pria itu hari ini, benar-benar menguras diri bagi Ellshora. Semua sikap Luke, ia tak menyukainya dari segala sisi yang ia lihat.

‘Dia tak hentinya membuatku berapi. Jika bukan karena semua rencana gila ini, aku sudah membakarnya hidup-hidup!’ geram Ellshora dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status