Terpampang seringai Ellshora yang memberi arti lebih. Ia membutuhkan Luke untuk segera terlepas dari Bibi Mia, untuk cepat kembali dalam hangatnya dekapan Zane. Namun semua keangkuhan Luke, membuat Ellshora bergairah. Selain karena tujuan yang sudah direncanakan, Ellshora ingin menaklukkan Luke Whiston dengan semua keangkuhannya. Agar pria itu menyadari bahwa ia tak sesempurna itu.
Setelah keluar dari The Golden Sun dan semua kemewahan tempat itu, Ellshora berjalan melewati trotoar jalan dengan penuh kekesalan. Lantaran Luke bahkan tak mengantarnya kembali ke kantor Sonic Group untuk mengambil mobil Daniel malah menyuruhnya menggunakan taksi.
‘Sebentar lagi, kau akan takluk di tanganku, Luke! Dan kau yang tergila-gila denganku akan memberikan apapun yang kumau!’ gerutu Ellshora yakin.
Ellshora hendak menyebrang, langkah kakinya mulai menginjakkan zebra cross. Dengan tatapan yang kosong, ia tak menyadari bahwa lampu di traffic light sudah hijau kembali. Sebuah mobil putih mengkilap melaju dengan cepat mendekati Ellshora. Begitu menoleh, Ellshora memekik. “Arrrggghh!!!”
Tepat satu meter jarak antara Ellshora dan sebuah mobil supermewah berwarna putih yang berhenti mendadak. Ellshora masih memaku tengah zebra cross, di tengah jalanan. Jantungnya seperti melakukan rolling coaster, nafasnya tersengal tak beraturan. Seorang wanita keluar dari mobil itu dan langsung menghampiri Ellshora.
“Nona, apa kau terluka?” tanyanya panik, khawatir pada kondisi Ellshora.
Sementara, Ellshora masih belum mengembalikan diri sepenuhnya. Ia melirik traffic light, menyadari bahwa ia sudah melakukan kesalahan yang nyaris saja membawa dirinya ke alam lain.
Wanita paruh baya dengan yang usianya mungkin lima puluh tahunan itu menarik Ellshora di tengah jalan. Mereka segera menepi lantaran jalanan terlalu ramai. “Kita di sini saja,” katanya.
Ellshora melihat seorang di hadapannya yang juga terlihat panik.
“Maaf, Nyonya. Aku yang salah, menyebrang di saat lampu masih hijau.” Ellshora merasa bersalah.
Wanita yang mengenakan dress warna walnut dengan flatshoes warna senada itu melempar senyum pada Ellshora. “Lain kali, kau harus berhati-hati. Kau bisa mencelakai dirimu sendiri dan orang lain jika berjalan sambil melamun begitu,” ujarnya lembut.
Wanita di hadapan Ellshora sekarang menunjukan sisi mewah yang menunjukan status sosialnya. Mobil supermewah, tas brand keluaran terbaru, baju, sepatu bahkan semua aksesoris yang dikenakannya benar-benar fantastis. Tetapi sikapnya benar-benar di luar dugaan.
“Sekali lagi, aku minta maaf, Nyonya. Tapi maaf, bolehkah aku pergi sekarang? Taksiku sudah datang,” kata Ellshora meminta izin.
Dan wanita itu menjawab serasa memancarkan senyuman. “Oh, iya. Silahkan, Nona.”
Ellshora mempercepat langkah kaki menghampiri sebuah taksi yang ia berhentikan, kemudian segera masuk dan meluncur dari situ. Ia harus pergi ke gedung Sonic Group untuk mengambil mobil Daniel yang ia tinggal di sana.
Sementara wanita yang berada dalam sebuah mobil mewah bersama supir pribadinya juga sudah meninggalkan jalanan tadi.
“Gadis itu cantik sekali, Jose,” kata sang wanita pada supirnya.
Jose melirik dari spion atas pada nyonyanya, Nyonya Annami. “Menurutku, dia memiliki wajah yang eksotis, Nyonya,” katanya yang sempat melihat Ellshora dari dalam mobil.
Senyuman Annami merekah. Pikirannya beralih pada sang putra semata wayang. Yang tak pernah berpacaran bahkan sekedar dekat dengan perempuan padahal tak lama lagi ia sudah genap berusia tiga puluh dua tahun.
‘Andai aku mempunyai menantu secantik itu,’ batin Annami. Ia tersenyum seraya menghembuskan nafas pelan-pelan.
Jose mengendarai mobil memasuki area pintu utama gedung Sonic Group. Begitu mobil berhenti, beberapa orang menghampiri Annami dan menyambut istri komisaris perusahaan yang baru saja tiba.
Gerakan kaki Annami yang cepat, membuatnya cepat pula berada di ruangan sang putra semata wayang. Dan seorang pria bermata biru dengan tubuh tegap mendekati Annami membawa sesuatu yang indah di tangannya.
“Ini pesanan Ibu,” ujar Luke Whiston pada sang ibu.
Annami kegirangan menerima buket bunga gardenia kesayangannya. “Oh, putraku anak yang sangat penurut. Terima kasih, Sayang.”
“Ibu harusnya pergi sendiri sebelum datang ke sini. Kenapa harus aku yang membelinya kalau ibu juga lewat toko itu tadi,” protes Luke.
Annami tersenyum puas.
“Karena Ibu lebih menyukai semua barang yang dibelikan putraku,” ujarnya.
Apapun alasan Annami, Luke tak mau memperpanjang. Ia kembali ke kursi dan semua file di layar 17 inchi di meja kerjanya. Sementara Annami langsung duduk di sofa berwara abu-abu pekat agak jauh dari meja Luke.
Dari situ, Annami mengelilingi pandangannya ke semua penjuru ruangan. Lalu berhenti di meja kerja Luke. Annami mengamati putranya lekat, merasakan waktu yang berjalan sangat cepat. Ia merasa baru kemarin Luke kecil dalam dekapannya. Namun kini putra kecilnya telah tumbuh menjadi pria dewasa yang tampan nyaris sempurna di mata Annami.
“Ibu harap, kau akan membawa kekasihmu saat pesta ulang tahunmu tiba, Luke.” Annami membuka pembicaraan dengan topik baru.
Luke berhenti mengetik dan melirik. “Aku tak punya kekasih.”
“Banyak gadis yang mendekatimu di Oxford. Bahkan begitu kau kembali ke sini, kau masih menjadi incaran banyak gadis di Norwich,” tutur Annami dengan bangganya.
Bagaimana tidak. Seorang Luke Whiston nyaris sempurna dari semua sisi. Pesona kuat dari mata biru, hidung mancung, bibir tipis dan bentuk tubuh proporsional yang berotot kekar. Dengan pencapaian nilai terbaik di universitasnya. Ditambah, Luke adalah seorang CEO muda yang begelimang kekayaan. Adakah seorang gadis yang dapat menolak daya tarik Luke?
“Aku tak tertarik dengan mereka yang mendekatiku, Bu,” ucap Luke.
Senyum Annami menggelincir, seperti sesuatu yang tiba-tiba datang dalam benaknya. “Bagaimana dengan gadis yang akan Ibu kenalkan padamu?”
Mata Luke tajam meski ekspresinya masih datar, ia menatap telak ke arah ibunya.
“Kalau Ibu melakukan itu, maka selamanya aku tak akan mau dekat dengan gadis manapun!” tegasnya, lalu ia menjelaskan lagi. “Biarkan saja semua mengalir apa adanya. Aku akan mendapatkan gadis itu sendiri dengan caraku. Meski itu lama, bersabarlah, Bu.”
Tapi entah mengapa, kini pikiran Annami justru seperti dibawa kembali ke beberapa waktu sebelumnya. Pada trotoar jalan dekat traffic light. Dimana ia dipertemukan dengan seorang gadis berwajah eksotis yang nyaris ia tabrak.
Annami mendengus. “Baiklah, Luke. Jika kau berjanji akan membawakan calon menantu yang sangat cantik untuk Ibu suatu hari nanti.”
Saat malam tiba, Daniel yang baru saja membuka pintu kamar Ellshora, tak mendapati gadis itu di sana. Lalu ia menyadari keberadaan sang ibu di belakangnya.
“Tadi dia pergi bawa bola,” kataya memberitahu.
Dan Daniel tahu kemana ia harus pergi untuk menemui Ellshora sekarang. Ia berjalan melewati trotoar jalan, beberapa toko pinggiran hingga berhenti di lapangan basket komplek yang tak begitu jauh dari rumahnya.
Ellshora sibuk dengan bola di tangan, melakukan shooting berkali-kali. Meski dalam hati, Daniel berdecak dengan kemampuan permainan Ellshora, ia enggan mengungkapnya. “Tenagamu terisi banyak dengan teh mahal itu sepertinya,” seru Daniel seraya membawa langkah kakinya mendekati Ellshora. Ellshora menoleh, namun tetap melanjutkan permainannya. “Kalau kau mau menguras tenagaku lagi malam ini, aku tak mau. Batas waktu kerjaku sudah habis hari ini.” Daniel menunjukkan seringai lebarnya. “Tidak, Sayang. Aku hanya ingin menemanimu bermain sekarang,” godanya. “Berikan bola itu padaku.” Shooting berikutnya berhasil lagi. Tak terhitung berapa kali Ellshora memasukan bola ke dalam ring dengan bakat terbaiknya. Ia berhenti dan melihat Daniel yang bersiap menangkap bola di tangan Ellshora. Sudut bibir Ellshora terangkat. “Yakin mau kulempar?” Daniel hanya memberi anggukan, tangannya siap melakukan gerakan catching ball. Melihat hal itu, Ellshora melebarkan senyum puas dan cepat melempar bola
Dan Zane yang sudah ditunggu, akhirnya datang. Ia juga terkejut melihat kehadiran Ellshora di rumahnya yang tiba-tiba. “Kenapa kau tidak memberitahuku kalau mau kemari?” “Saat kita bicara di telfon tadi, kau tidak mengatakan apapun,” imbuh Zane. Frida yang menjawab. “Mulai sekarang ini rumahnya juga. Jadi tak perlu memberitahumu kalau dia mau kesini. “Pintu rumah terbuka lebar untukmu, Ell. Jadi datanglah setiap saat,” tambahnya. Apa yang diucapkan Frida membuat Ellshora memancarkan wajahnya yang berseri-seri. Melihat ekspresi itu, Zane tersenyum. Ia menarik kursi dan mengambil posisi duduk bersama dua perempuan tersebut. “Makanlah, Sayang. Ellshora membuat sup terenak yang pernah Ibu makan selama ini,” puji Frida. “Ibu ambilkan mangkuk untukmu.” Ketika Frida bersiap bangkit dari duduknya, Ellshora menahan. “Biar aku saja, Bu,” katanya langsung menghampiri lemari rak dan mengambil piring dan sendok, kemudian cepat kembali ke meja makan. Ellshora menuangkan sup ke mangkuk, dan m
Udara pagi yang segar dan kicauan burung di halaman rumah adalah perpaduan yang serasi. Akan tetapi Ellshora tak cukup terarik keluar dari kamar sekarang. Ia masih duduk di ranjang dengan perasaan yang tak susah dijelaskan. Ellshora memandangi lekat-lekat figura foto sang ibu di tangan, Ellshora menahan diri sekuat mungkin untuk tak menangis. Kini Ellshora membawa dirinya dalam masa-masa dimana ia pernah merasakan kehangatan dekapan Elena-sang ibu. Kebersamaan dan waktu yang mereka habiskan sampai Ellshora berusia tujuh tahun. Hingga takdir benar-benar merenggut semuanya. ‘Ibu. Aku rindu ....’ lirih Ellshora. Ia menepis dua bulir air mata yang nyaris saja membasahi pipinya. Selang beberapa detik, suara ponsel Ellshora terdengar cukup keras. Dengan cepat membawa gadis itu dari bayang-bayang masa lalu dan kerinduan terhadap sang ibu. Ellshora langsung menjawab panggilan masuk dari Zane. “Hallo, Zane?” sapa Ellshora. Zane langsung berbicara. “Hari ini aku meminta izin untuk libur di
“Terima kasih, Zane. Tentu aku menerima hadiah ini dengan sangat senang hati,” ucap Ellshora kesenangan dengan gaun pemberian Zane barusan.Ia cepat menjatuhkan diri dalam pelukan Zane di tengah keramaian . Tak peduli pasang-pasang mata yang memperhatikan mereka sekarang. Meski Zane sendiri menyadari hal itu, ia juga tak mempedulikannya.Pelukan itu masih erat, sebelum Ellshora menyadari ada seseorang yang tak asing tengah berjalan ke ke arahnya.Ellshora memutar pelukan, berbalik arah lalu dengan cepat melepas diri. Ia terkejut bukan main lantaran Luke yang harusnya masih berada di Paris justru sekarang ada di tempat yang sama dengannya.‘Dia tidak boleh melihatku!’ gusar Ellshora dalam hati. ‘Zane juga tak boleh tahu ini.’Sikap Ellshora yang drastis langsung ditangkap Zane. “Kenapa, Ell?”“Itu ... aku ....” Ellshora ketar-ketir. “Aku harus ke kamar mandi sekarang!”Secepat kilat, Ellshora berlalu dari situ lalu pergi toilet. Zane yang tengah berjalan mendekati sebuah kursi berpapas
Kafe Olizer, pukul 11.15.Ellshora memasuki kafe sembari mengitari matanya ke semua penjuru. Pandangannya nampak jelas tengah mencari-cari. Namun Zane tak terlihat juga. Ellshora segera duduk di kursi yang terletak di dekat dinding kaca. Titik sempurna yang menyuguhkan pemandangan di luar.Tak lama seorang pelayan kafe datang membawa nampan. “Pesananmu datang, Nona.”Ellshora terkejut melihat segelas moccachino ice dan sepiring kecil waffle di meja.“Hah? Aku belum memesan,” katanya keheranan.“Pacarmu yang memesan, Nona,” jelas pelayan itu menunjuk meja counter pemesanan. Dimana Zane melambaikan tangannya pada Ellshora dari sana.Ekspresi Ellshora berubah, sikap herannya mencair menjadi senyum tersipu. Lalu sang pelayan pergi saat Ellshora melihat sebuah pesan baru masuk di ponselnya.“Tunggu sebentar. Aku akan menemanimu saat waktu istirahatku.” Begitu pesan dari Zane.Ellshora membalas dengan senyum dan anggukan pada Zane dari kejauhan. Selang tiga puluh menit setelah itu, Zane me
The Oneiro adalah nama sebuah rumah mewah dengan konsep klasik country khas eropa yang memiliki halaman superluas. Tempat ini menggambarkanan kesempurnaan keluarga Whiston yang bergelimang uang, dan juga kehangatan di dalam bangunan itu sendiri.Keluarga Whiston memiliki lima sekaligus pengurus rumah dengan beberapa tugas masing-masing. Dan juga empat orang penjaga rumah bertugas mengemban tanggung jawab keamanan bangunan itu.Pagi ini, begitu selesai sesi sarapan, Annami keluar dan bersiap memulai hobi berkebunnya seperti biasa.“Selamat pagi, Sofie!” sapanya pada seorang wanita yagn sudah berada di halaman, kemudian Annami memalingkan pandangannya pada pria di sisi Sofie. “Selamat pagi, Andy!”Sofie dan Andy menjawab bersamaan. “Selamat pagi, Nyonya.”“Ayo kita mulai mengurus anak-anak kita!” ajak Annami pada dua orang itu.Mereka memulai memangkas bonsai cemara yang tumbuh rapi di halaman superluas The Oneiro. Yang mereka rawat seperti anak sendiri. Sofie dan Andy adalah dua pengur
Ketika Ellshora tengah mencari-cari alasan rasional tentang keberadaan Luke yang tiba-tiba di sini, Luke justru bersikap biasa saja. Ia ingin memuaskan hasrat bermain basket yang cukup lama ia abaikan.“Mau melawan kemampuan terbaikku?” tantang Luke.Tantangan Luke yang angkuh cepat menyeret Ellshora dari semua keherannya. Ia menatap Luke, seolah ingin memberitahu pria itu bahwa basket adalah kebanggaan terbesarnya.“Kenapa tidak!”Ellshora merebut kembali bola di tangan Luke. Mereka bermain dengan sangat apik. Membuat semua penonton seolah tengah berada di pertandingan basket sungguhan. Luke mengakui, permainan Ellshora membuat keringatnya bercucuran. Dan juga, bagi Ellshora, Luke memang memiliki kemampuan yang cukup baik.Permainan yang cukup melelahkan. Skor seri, 45:45.Sekarang, bola berada di tangan Ellshora, gadis itu lihai melakukan dribbling. Mata Luke masih mengamati situasi dan bersiap melakukan siasat. Luke dan Ellshora saling menatap satu sama lain. Keduanya tak ingin len
“Berikan pada Luke,” perintah Luke pada Ellshora ketika gadis itu sedang menikmati acara televisi di ruang tengah. Daniel melempar sebuah map di sofa.Ellshora hanya melirik. “Apa itu?”“Kau bilang, akan melakukannya dengan caramu sendiri. Jadi bagaimanapun caranya, dua jam lagi berkas itu harus sampai di tangan Luke!” jelas Daniel.Penasaran, Ellshorapun membuka map itu.“Lamaran pekerjaan?” Ellsora mengernyit, membuat garis-garis di keningnya.“Perusahaan itu tak membutuhkan orang sepertiku. Aku sudah mengirimkan lamaran ke sana, hasilnya? Aku masih jadi pengangguran!” keluh Ellshora dengan kesal, teringat apa yang dikatakan Luke di The Golden Sun tempo hari.Daniel mengambil posisi duduk, lalu mengambil keripik kentang di tangan Ellshora. “Berikan itu pada Luke. Bukan pada orang di perusahaannya.”“Maksudmu?” Ellsora kembali mengenyit. “Aku harus memberikannya langsung pada Luke dan berharap dia akan memberiku pekerjaan?”Ellshora menambahkan. “Kau lupa dia siapa? Apa bosmu itu jug