Share

BAB 5. Mengejar Tuan CEO

Sebagai seorang yang tak mempunyai pekerjaan seperti Ellshora, ia bisa mengatur jam tidurnya kapan saja. Sudah dua bulan sejak ia diberhentikan dari perusahaannya dulu karena pengurangan karyawan, sampai hari ini Ellshora belum mendapatkan pekerjaan baru. Entah berapa kali sudah ia mengirim surel lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan nyaris semua penjuru Norwich dua bulan belakang ini. 

Banyak perusahaan yang memperketat aturan mereka. Mengutamakan lulusan universitas terbaik meski tak berpengalaman. Dan seorang berpengalaman yang hanya lulusan sekolah biasa seperti Ellshora, selalu mereka abaikan. 

Akan tetapi Daniel tak mau mengabaikan kesempatan. Ia menerjang pintu kamar Ellshora dan masuk ke dalam tanpa permisi. Di atas tempat tidur, Ellshora masih menikmati tidur lelapnya, sementara jam kecil di atas meja menunjukan pukul 07.00. 

Daniel mencoba membangunkan gadis itu. Menyeretnya segera dari semua mimpi yang entah sudah berapa jauh membawa Ellshora dari semalam. 

"Bangun, Ell. Bangun," seru Daniel. 

Namun Ellshora tak terusik. Kedua tangannya terbuka lebar ke atas, sementara kedua kakinya masih dibalut selimut. Melihat Ellshora tak bereaksi, Daniel mencoba membangunkannya lagi.  

"Ell! Cepat bangun sekarang!" perintah Daniel dengan intonasi tinggi sembari menepuk bahu Ellshora cukup keras. 

"Hmmmm," Ellshora menggumam, namun mata dan tubuhnya tak bereaksi apapun. 

Sekali lagi, Daniel memanggil gadis itu dan memukul bahunya dengan lebih keras. "Ellshora!"

“Awww!” jerit Ellshora kesakitan. 

Kali ini, ia bereaksi. Ellshora membuka matanya dan langsung terbangun dari ketidaksadarannya. Ia benci mendapat gangguan saat tidur, dan saat menyadari keberadaan Daniel di hadapannya sekarang, kebencian itu bertambah. 

“Hey! Apa yang kamu lakukan di kamarku?” hardik Ellshora kesal. 

Daniel menyeringai. “Ini memang kamarmu, tapi ini rumahku.”

Daniel tak ingin melanjutkan basa-basi lagi. Ia tak punya banyak waktu sebelum pergi bekerja hari ini. Apa yang harus dilakukan Ellshora harus segera ia sampaikan sekarang. “Luke hari ini akan pergi ke toko bunga. Kamu harus pergi ke sana dan buat pertemuan kedua dengan dia,” Daniel memberi perintah lagi.

“Sepagi ini?” tanya Ellshora. 

“Tidak ada waktu lagi. Sekarang bangun, dan buat penampilanmu semenarik mungkin,” tegas Daniel.

Sekarang Daniel justru langsung menarik tangan Ellshora, dan gadis itu akhirnya berdiri meski masih sangat berat rasanya. Sebab Daniel bisa saja terlambat jika Ellshora tak bergerak cepat. 

Setelah memastikan Ellshora siap menjalankan tugas darinya pagi ini, Daniel memutusan untuk segera pergi ke kantor menggunakan taksi. Untuk sementara waktu, itu adalah rutinitas baru bagi Daniel. Karena untuk melancarkan semua rencana yang Daniel cetuskan, Ellshora memerlukan sebuah kendaraan untuk mobilisasinya. Mobil tua milik Daniel adalah salah satu fasilitas yang Ellshora terima. 

Benar saja. Ronan membelokan stir ke kiri, menuju area parkir depan sebuah toko bunga. Begitu menghentikan mobil dan mematikan mesin. Ronan segera turun lalu membukakan pintu untuk Tuan Luke. 

Selama tiga puluh tahun Eloise Florist menjadi toko langganan keluarga Whiston. Nyonya Annami memenuhi semua sudut rumahnya dengan keindahan dan kesegaran bunga dari tempat ini. Itulah sebabnya Luke berada di sini sekarang. 

“Tuan Luke?” seorang pria menunjukan ekpresi terkejut dengan kedatangan Luke. 

Luke hanya tersenyum tipis, sangat tipis. 

Sebagai pemilik toko yang melayani pelanggannya secara langsung selama ini, Adam cukup dekat dengan mereka. Terlebih dengan keluarga Whiston. Bagi Adam, sebuah kehormatan besar lantaran toko kecilnya memiliki tempat tersendiri di hati keluarga whiston. 

“Sudah sangat lama, Tuan. Akhirnya kau pulang ke asalmu,” ucap pria lima lima puluh tujuh tahun itu dengan sebuah senyuman hangat. 

Bukan Luke namanya, jika tak irit bicara. Ia hanya melengkungkan bibirnya sebentar, kemudian mengeluarkan sedikit suara. “Hmm, iya.”

“Tuan Luke?” suara itu datang lagi. 

Kali ini bukan Pak Adam. Saat melirik ke sisi kanan, seorang gadis tersenyum padanya. Ellshora berdiri di depan Luke, membuat gadis itu bisa melihat secara langsung sorot mata seorang Luke. Pria tiga puluh tahun yang tempo hari terus mengabaikannya.

“Oh Tuan, aku tidak menyangka kita dipertemukan lagi begini,” ucap Ellshora. 

Ia menambahkan. “Mungkin kita harus berkenalan dulu sebelum nanti keadaan tak terduga mempertemukan kita lagi.”

Ellshora menjulurkan tangannya pada Luke, tapi pria itu hanya melirik beberapa detik. Enggan untuk menggerakkan tangannya dan menjabat uluran dari Ellshora. Dan Ellshora langsung menyadari, keramahannya memang tak disambut baik oleh Luke. 

“Perkenalkan, Aku Ronan,” ucap Ronan yang langsung menjabat Ellshora sebelum gadis itu menghempaskan tangannya. “Siapa namamu, Nona?” tanya Ronan. 

“Ellshora. Kau bisa memanggilku Ell, Tuan,” jawab Ellshora sembari mencoba memberikan senyum tulusnya pada Ronan. 

Luke menyaksikan hal itu. 

“Semua orang tahu siapa aku. Tak perlu memperkenalkan diri, karena aku juga tak tertarik mengenalmu,” lontar Luke tak berekpresi. 

Dan sekalinya seorang Luke membuka suara, membuat Ellshora yakin, memang lebih baik pria itu banyak diam. Rasa kesal itu nyaris meledak, tapi dengan mudah bisa ditahan. Ellshora menarik nafas, menghembuskannya pelan-pelan. Meskipun demikian, ia harus tetap mempertahankan senyumnya. 

“Siapkan bunga untuk ibuku seperti biasa, Pak,” pinta Luke pada Adam. 

“Baik, Tuan. Akan kupilihkan yang terbaik untuk Nyonya Annami,” ucap Adam sembari mulai menyiapkan pesanan Luke. 

“Oh ibumu suka bunga, Tuan?” celetuk Ellshora.

“Yah, aku bisa melihat kau pria yang sangat menyayangi ibumu. Sangat perhatian sampai memberinya kejutan bunga-bunga yang indah ini. Kau sangat hangat, bagaikan perapian di ruang keluarga saat musim salju tiba. Ibumu sangat beruntung memiliki anak laki-laki sepertimu, Tuan,” ucap Ellshora panjang lebar.  

Ekpresi Luke tak berubah. Tapi Ellshora belum menyerah. Ia mengitari pandangannya pada semua penjuru tempat ini. Berharap ada sesuatu yang bisa menyelamatkannya sekarang. Pandangannya terhenti pada satu bunga yang menarik perhatiannya, Ellshora langsung mendekatinya. 

“Tuan, mawar putih ini sangat cocok untuk ibumu,” kata Ellshora. 

“Ini melambang kehormatan tinggi dan kemakmuran. Ibumu pasti menyukainya,” ujarnya. 

Luke justru lebih tertarik pada benda modern di tangannya. Beberapa pesan masuk hingga ia sangat fokus pada ponselnya sekarang. Tak lama, Adam tiba membawa pesanan yang Luke minta tadi. 

“Pegang,” perintah Luke sembari memberikan ponsel pada Ronan.

Daripada ponselnya, sekarang justru Luke lebih tertarik pada bunga gardenia di tangan Adam. Ia meraih bunga itu, merasakan lebih dekat semerbak harumnya. 

“Waw! Ternyata selera kita sama. Kau memilih bunga mawar putih itu untuk ibumu,” Ellshora berceloteh lagi. 

Mendengar hal itu, Adam bereaksi. “Maaf Nona, tapi itu bukan mawar.”

“Hah?”mulut Ellshora terbuka cukup lebar.

Sementara usai Ronan melakukan pembayaran, Luke segera bersiap meninggalkan toko bunga yang berkonsep retro itu. Namun sebelum benar-benar meninggalkan Eloise Florist, langkah Luke berhenti. Tepat di hadapan Ellshora. 

“Ini adalah gardenia, bunga yang melambangkan kesucian,” papar Luke, datar. “Ibuku bukan wanita yang gila kehormatan,” imbuhnya dengan wajah tegas. 

Baru saja melanjutkan kakinya pergi dari situ beberapa langkah, ia teringat sesuatu dan berbalik badan. Ellshora masih memandangi pria itu. 

“Ada lagi. Aku tak suka memberi kejutan pada siapapun. Ibuku yang terus memaksaku untuk membelikan bunga ini. Dan juga, jangan samakan aku dengan tungku perapian. Aku terlalu sempurna untuk disamakan dengan apapun,” jelas Luke tak ingin dibantah. 

Luke langsung menyeret diri dari situ cepat-cepat. Meninggalkan Ellshora yang bersiap meledakkan diri karena penjelasan tak masuk akal dari Luke barusan. 

‘Memang lebih baik dia terus diam. Karena mulutnya mengandung racun yang mematikan,’ gerutu Ellshora sangat kesal. 

“Astaga!” suara Adam tiba-tiba membuat Ellshora terkejut, ia menoleh ke pria itu dengan segera.     

Ponsel supermahal Luke ada di tangan Adam. Ellshora langsung menghampiri Adam dan menyerobot benda tersebut.

“Biarkan aku yang mengembalikan pada pria es itu sebelum dia pergi, Pak,” kata Ellshora yang langsung berlari keluar toko. 

“Tuan, tunggu! Tuan!” teriak Ellshora.

Sayangnya ia terlambat beberapa detik. Suara raungan mobil Luke terdengar jelas begitu Ellshora baru saja berada di halaman toko. Tapi Ellshora mengerahkan kedua kakinya dengan gerakan cepat. Baru saja berlari beberapa meter, hak sepatunya patah. 

‘Astaga. kenapa banyak sekali gangguan di hidupku?’ Ellshora menggumam lirih. Ia melepas kedua sepatu heels yang melekat di kakinya, kemudian segera masuk ke dalam mobil setelah melempar benda di tangannya. 

Tanpa menunggu apapun, Ellshora segera melajukan mobilnya secepat mungkin menuju gedung Sonic Group. Dan tak butuh waktu lama bagi gadis itu untuk sampai di tempat tujuannya. Ia memarkirkan mobil, kemudian berlari mengejar Luke yang masih bisa ia lihat dari kejauhan. Pria itu baru saja memasuki pintu utama gedung dengan pengawalan seperti biasa. 

“Tuan, Luke!” seru Ellshora, berharap Luke segera berbalik dan berhenti melanjutkan langkahnya. Ellshora sudah benar-benar lelah mengejar pria itu. 

Sebelum sempat berteriak lagi, Luke sudah menghilang dari jangkauan Ellshora. Sementara Ellshora yang baru saja sampai di pintu utama, justru di hadang beberapa orang. 

“Maaf, Nona. Anda tidak bisa masuk begitu saja,” ucap salah satu petugas keamanan yang tengah bertugas di situ. 

“Aku ada urusan dengan Tuan Luke. Ini sangat penting,” desak Ellshora dengan nafas tersengal-sengal. 

Pria berseragam dengan tanda pengenal yang mengalungi lehernya, memperhatikan Ellshora dengan seksama. Pandangannya berhenti pada sepasang kaki Ellshora yang tak beralas apapun.

“Tuan Luke hanya menerima pertemuan yang sudah diagendakan jauh-jauh hari. Meskipun mendesak, kalau kau tak punya janji dengannya, aku tidak bisa membiarkanmu masuk,” jelasnya. 

“Dengar baik-baik,” pinta Ellshora. Ia berusaha menjelaskan alasan keberadaannya yang mendesak sekarang. “Aku berniat mengembalikan ponsel Tuan Luke yang tertinggal di toko bunga tadi,” ungkap Ellshora sembari memperlihatkan ponsel di tangannya pada petugas keamanan itu. 

“Aku berlari mengejar Tuan Luke sampai sepatu mahalku patah. Lalu aku mengorbankan keselamatanku dengan mengemudi secepat kilat untuk mengejarnya. Dan aku langsung berlarian tanpa alas kaki dari area parkir sampai ke sini. Inikah sikap kalian terhadapku?” Ellshora benar-benar kesal. 

Dalam kekesalan yang belum berakhir, tiba-tiba ia melihat seorang Luke Whiston sudah berdiri di situ.

“Terima kasih,” ucap Luke singkat dan datar. 

“Keringatku mengucur deras dan nafasku tak beraturan begini karena kau, Tuan. Apa hanya dua kata tadi yang bisa kau berikan untukku?” sindir Ellshora. 

“Bagaimana dengan heels keluaran terbaru dari Roger Vivier?” tanya Luke, tapi kalimat itu tak terdengar seperti sebuah pertanyaan yang masuk akal. 

“Tidak-tidak! Kau bisa gunakan uang itu untuk menggaji pegawaimu ini selama lima bulan kedepan,” lontar Ellshora, dengan menunjuk petugas keamanan yang berurusan dengannya tadi. Pria itu masih berdiri di sisi kiri Ellshora. 

“Bagaimana jika kita minum teh bersama?” usul Ellshora. 

Tapi begitu mendengar usulan itu, Luke justru melangkahkan kaki dari situ. 

Ellshora menyergah. “Tuan, kita belum selesai. Kenapa kau pergi begitu saja?” 

Luke berbalik sesaat. “Kalau kau masih ingin minum teh, cepatlah. Waktuku terlalu berharga untuk orang lain,” katanya. 

Tak peduli apapun yang dikatakan Luke. Senyuman puas Ellshora seperti menjelaskan bahwa untuk saat ini, ia seperti mendengar suara sorak-sorak keberhasilan di otaknya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status