Sebagai seorang yang tak mempunyai pekerjaan seperti Ellshora, ia bisa mengatur jam tidurnya kapan saja. Sudah dua bulan sejak ia diberhentikan dari perusahaannya dulu karena pengurangan karyawan, sampai hari ini Ellshora belum mendapatkan pekerjaan baru. Entah berapa kali sudah ia mengirim surel lamaran pekerjaan ke beberapa perusahaan nyaris semua penjuru Norwich dua bulan belakang ini.
Banyak perusahaan yang memperketat aturan mereka. Mengutamakan lulusan universitas terbaik meski tak berpengalaman. Dan seorang berpengalaman yang hanya lulusan sekolah biasa seperti Ellshora, selalu mereka abaikan.
Akan tetapi Daniel tak mau mengabaikan kesempatan. Ia menerjang pintu kamar Ellshora dan masuk ke dalam tanpa permisi. Di atas tempat tidur, Ellshora masih menikmati tidur lelapnya, sementara jam kecil di atas meja menunjukan pukul 07.00.
Daniel mencoba membangunkan gadis itu. Menyeretnya segera dari semua mimpi yang entah sudah berapa jauh membawa Ellshora dari semalam.
"Bangun, Ell. Bangun," seru Daniel.
Namun Ellshora tak terusik. Kedua tangannya terbuka lebar ke atas, sementara kedua kakinya masih dibalut selimut. Melihat Ellshora tak bereaksi, Daniel mencoba membangunkannya lagi.
"Ell! Cepat bangun sekarang!" perintah Daniel dengan intonasi tinggi sembari menepuk bahu Ellshora cukup keras.
"Hmmmm," Ellshora menggumam, namun mata dan tubuhnya tak bereaksi apapun.
Sekali lagi, Daniel memanggil gadis itu dan memukul bahunya dengan lebih keras. "Ellshora!"
“Awww!” jerit Ellshora kesakitan.
Kali ini, ia bereaksi. Ellshora membuka matanya dan langsung terbangun dari ketidaksadarannya. Ia benci mendapat gangguan saat tidur, dan saat menyadari keberadaan Daniel di hadapannya sekarang, kebencian itu bertambah.
“Hey! Apa yang kamu lakukan di kamarku?” hardik Ellshora kesal.
Daniel menyeringai. “Ini memang kamarmu, tapi ini rumahku.”
Daniel tak ingin melanjutkan basa-basi lagi. Ia tak punya banyak waktu sebelum pergi bekerja hari ini. Apa yang harus dilakukan Ellshora harus segera ia sampaikan sekarang. “Luke hari ini akan pergi ke toko bunga. Kamu harus pergi ke sana dan buat pertemuan kedua dengan dia,” Daniel memberi perintah lagi.
“Sepagi ini?” tanya Ellshora.
“Tidak ada waktu lagi. Sekarang bangun, dan buat penampilanmu semenarik mungkin,” tegas Daniel.
Sekarang Daniel justru langsung menarik tangan Ellshora, dan gadis itu akhirnya berdiri meski masih sangat berat rasanya. Sebab Daniel bisa saja terlambat jika Ellshora tak bergerak cepat.
Setelah memastikan Ellshora siap menjalankan tugas darinya pagi ini, Daniel memutusan untuk segera pergi ke kantor menggunakan taksi. Untuk sementara waktu, itu adalah rutinitas baru bagi Daniel. Karena untuk melancarkan semua rencana yang Daniel cetuskan, Ellshora memerlukan sebuah kendaraan untuk mobilisasinya. Mobil tua milik Daniel adalah salah satu fasilitas yang Ellshora terima.
Benar saja. Ronan membelokan stir ke kiri, menuju area parkir depan sebuah toko bunga. Begitu menghentikan mobil dan mematikan mesin. Ronan segera turun lalu membukakan pintu untuk Tuan Luke.
Selama tiga puluh tahun Eloise Florist menjadi toko langganan keluarga Whiston. Nyonya Annami memenuhi semua sudut rumahnya dengan keindahan dan kesegaran bunga dari tempat ini. Itulah sebabnya Luke berada di sini sekarang.
“Tuan Luke?” seorang pria menunjukan ekpresi terkejut dengan kedatangan Luke.
Luke hanya tersenyum tipis, sangat tipis.
Sebagai pemilik toko yang melayani pelanggannya secara langsung selama ini, Adam cukup dekat dengan mereka. Terlebih dengan keluarga Whiston. Bagi Adam, sebuah kehormatan besar lantaran toko kecilnya memiliki tempat tersendiri di hati keluarga whiston.
“Sudah sangat lama, Tuan. Akhirnya kau pulang ke asalmu,” ucap pria lima lima puluh tujuh tahun itu dengan sebuah senyuman hangat.
Bukan Luke namanya, jika tak irit bicara. Ia hanya melengkungkan bibirnya sebentar, kemudian mengeluarkan sedikit suara. “Hmm, iya.”
“Tuan Luke?” suara itu datang lagi.
Kali ini bukan Pak Adam. Saat melirik ke sisi kanan, seorang gadis tersenyum padanya. Ellshora berdiri di depan Luke, membuat gadis itu bisa melihat secara langsung sorot mata seorang Luke. Pria tiga puluh tahun yang tempo hari terus mengabaikannya.
“Oh Tuan, aku tidak menyangka kita dipertemukan lagi begini,” ucap Ellshora.
Ia menambahkan. “Mungkin kita harus berkenalan dulu sebelum nanti keadaan tak terduga mempertemukan kita lagi.”
Ellshora menjulurkan tangannya pada Luke, tapi pria itu hanya melirik beberapa detik. Enggan untuk menggerakkan tangannya dan menjabat uluran dari Ellshora. Dan Ellshora langsung menyadari, keramahannya memang tak disambut baik oleh Luke.
“Perkenalkan, Aku Ronan,” ucap Ronan yang langsung menjabat Ellshora sebelum gadis itu menghempaskan tangannya. “Siapa namamu, Nona?” tanya Ronan.
“Ellshora. Kau bisa memanggilku Ell, Tuan,” jawab Ellshora sembari mencoba memberikan senyum tulusnya pada Ronan.
Luke menyaksikan hal itu.
“Semua orang tahu siapa aku. Tak perlu memperkenalkan diri, karena aku juga tak tertarik mengenalmu,” lontar Luke tak berekpresi.
Dan sekalinya seorang Luke membuka suara, membuat Ellshora yakin, memang lebih baik pria itu banyak diam. Rasa kesal itu nyaris meledak, tapi dengan mudah bisa ditahan. Ellshora menarik nafas, menghembuskannya pelan-pelan. Meskipun demikian, ia harus tetap mempertahankan senyumnya.
“Siapkan bunga untuk ibuku seperti biasa, Pak,” pinta Luke pada Adam.
“Baik, Tuan. Akan kupilihkan yang terbaik untuk Nyonya Annami,” ucap Adam sembari mulai menyiapkan pesanan Luke.
“Oh ibumu suka bunga, Tuan?” celetuk Ellshora.
“Yah, aku bisa melihat kau pria yang sangat menyayangi ibumu. Sangat perhatian sampai memberinya kejutan bunga-bunga yang indah ini. Kau sangat hangat, bagaikan perapian di ruang keluarga saat musim salju tiba. Ibumu sangat beruntung memiliki anak laki-laki sepertimu, Tuan,” ucap Ellshora panjang lebar.
Ekpresi Luke tak berubah. Tapi Ellshora belum menyerah. Ia mengitari pandangannya pada semua penjuru tempat ini. Berharap ada sesuatu yang bisa menyelamatkannya sekarang. Pandangannya terhenti pada satu bunga yang menarik perhatiannya, Ellshora langsung mendekatinya.
“Tuan, mawar putih ini sangat cocok untuk ibumu,” kata Ellshora.
“Ini melambang kehormatan tinggi dan kemakmuran. Ibumu pasti menyukainya,” ujarnya.
Luke justru lebih tertarik pada benda modern di tangannya. Beberapa pesan masuk hingga ia sangat fokus pada ponselnya sekarang. Tak lama, Adam tiba membawa pesanan yang Luke minta tadi.
“Pegang,” perintah Luke sembari memberikan ponsel pada Ronan.
Daripada ponselnya, sekarang justru Luke lebih tertarik pada bunga gardenia di tangan Adam. Ia meraih bunga itu, merasakan lebih dekat semerbak harumnya.
“Waw! Ternyata selera kita sama. Kau memilih bunga mawar putih itu untuk ibumu,” Ellshora berceloteh lagi.
Mendengar hal itu, Adam bereaksi. “Maaf Nona, tapi itu bukan mawar.”
“Hah?”mulut Ellshora terbuka cukup lebar.
Sementara usai Ronan melakukan pembayaran, Luke segera bersiap meninggalkan toko bunga yang berkonsep retro itu. Namun sebelum benar-benar meninggalkan Eloise Florist, langkah Luke berhenti. Tepat di hadapan Ellshora.
“Ini adalah gardenia, bunga yang melambangkan kesucian,” papar Luke, datar. “Ibuku bukan wanita yang gila kehormatan,” imbuhnya dengan wajah tegas.
Baru saja melanjutkan kakinya pergi dari situ beberapa langkah, ia teringat sesuatu dan berbalik badan. Ellshora masih memandangi pria itu.
“Ada lagi. Aku tak suka memberi kejutan pada siapapun. Ibuku yang terus memaksaku untuk membelikan bunga ini. Dan juga, jangan samakan aku dengan tungku perapian. Aku terlalu sempurna untuk disamakan dengan apapun,” jelas Luke tak ingin dibantah.
Luke langsung menyeret diri dari situ cepat-cepat. Meninggalkan Ellshora yang bersiap meledakkan diri karena penjelasan tak masuk akal dari Luke barusan.
‘Memang lebih baik dia terus diam. Karena mulutnya mengandung racun yang mematikan,’ gerutu Ellshora sangat kesal.
“Astaga!” suara Adam tiba-tiba membuat Ellshora terkejut, ia menoleh ke pria itu dengan segera.
Ponsel supermahal Luke ada di tangan Adam. Ellshora langsung menghampiri Adam dan menyerobot benda tersebut.
“Biarkan aku yang mengembalikan pada pria es itu sebelum dia pergi, Pak,” kata Ellshora yang langsung berlari keluar toko.
“Tuan, tunggu! Tuan!” teriak Ellshora.
Sayangnya ia terlambat beberapa detik. Suara raungan mobil Luke terdengar jelas begitu Ellshora baru saja berada di halaman toko. Tapi Ellshora mengerahkan kedua kakinya dengan gerakan cepat. Baru saja berlari beberapa meter, hak sepatunya patah.
‘Astaga. kenapa banyak sekali gangguan di hidupku?’ Ellshora menggumam lirih. Ia melepas kedua sepatu heels yang melekat di kakinya, kemudian segera masuk ke dalam mobil setelah melempar benda di tangannya.
Tanpa menunggu apapun, Ellshora segera melajukan mobilnya secepat mungkin menuju gedung Sonic Group. Dan tak butuh waktu lama bagi gadis itu untuk sampai di tempat tujuannya. Ia memarkirkan mobil, kemudian berlari mengejar Luke yang masih bisa ia lihat dari kejauhan. Pria itu baru saja memasuki pintu utama gedung dengan pengawalan seperti biasa.
“Tuan, Luke!” seru Ellshora, berharap Luke segera berbalik dan berhenti melanjutkan langkahnya. Ellshora sudah benar-benar lelah mengejar pria itu.
Sebelum sempat berteriak lagi, Luke sudah menghilang dari jangkauan Ellshora. Sementara Ellshora yang baru saja sampai di pintu utama, justru di hadang beberapa orang.
“Maaf, Nona. Anda tidak bisa masuk begitu saja,” ucap salah satu petugas keamanan yang tengah bertugas di situ.
“Aku ada urusan dengan Tuan Luke. Ini sangat penting,” desak Ellshora dengan nafas tersengal-sengal.
Pria berseragam dengan tanda pengenal yang mengalungi lehernya, memperhatikan Ellshora dengan seksama. Pandangannya berhenti pada sepasang kaki Ellshora yang tak beralas apapun.
“Tuan Luke hanya menerima pertemuan yang sudah diagendakan jauh-jauh hari. Meskipun mendesak, kalau kau tak punya janji dengannya, aku tidak bisa membiarkanmu masuk,” jelasnya.
“Dengar baik-baik,” pinta Ellshora. Ia berusaha menjelaskan alasan keberadaannya yang mendesak sekarang. “Aku berniat mengembalikan ponsel Tuan Luke yang tertinggal di toko bunga tadi,” ungkap Ellshora sembari memperlihatkan ponsel di tangannya pada petugas keamanan itu.
“Aku berlari mengejar Tuan Luke sampai sepatu mahalku patah. Lalu aku mengorbankan keselamatanku dengan mengemudi secepat kilat untuk mengejarnya. Dan aku langsung berlarian tanpa alas kaki dari area parkir sampai ke sini. Inikah sikap kalian terhadapku?” Ellshora benar-benar kesal.
Dalam kekesalan yang belum berakhir, tiba-tiba ia melihat seorang Luke Whiston sudah berdiri di situ.
“Terima kasih,” ucap Luke singkat dan datar.
“Keringatku mengucur deras dan nafasku tak beraturan begini karena kau, Tuan. Apa hanya dua kata tadi yang bisa kau berikan untukku?” sindir Ellshora.
“Bagaimana dengan heels keluaran terbaru dari Roger Vivier?” tanya Luke, tapi kalimat itu tak terdengar seperti sebuah pertanyaan yang masuk akal.
“Tidak-tidak! Kau bisa gunakan uang itu untuk menggaji pegawaimu ini selama lima bulan kedepan,” lontar Ellshora, dengan menunjuk petugas keamanan yang berurusan dengannya tadi. Pria itu masih berdiri di sisi kiri Ellshora.
“Bagaimana jika kita minum teh bersama?” usul Ellshora.
Tapi begitu mendengar usulan itu, Luke justru melangkahkan kaki dari situ.
Ellshora menyergah. “Tuan, kita belum selesai. Kenapa kau pergi begitu saja?”
Luke berbalik sesaat. “Kalau kau masih ingin minum teh, cepatlah. Waktuku terlalu berharga untuk orang lain,” katanya.
Tak peduli apapun yang dikatakan Luke. Senyuman puas Ellshora seperti menjelaskan bahwa untuk saat ini, ia seperti mendengar suara sorak-sorak keberhasilan di otaknya.
Ellshora benar-benar terpukau sekarang, nyaris tak bisa mempercayai Luke. Bagi Ellshora tempat ini menggambarkan sebuah kesempurnaan. Ia bahkan tak pernah membayangkan berada di sini sebelumnya. Tapi, seorang Luke yang mengacuhkannya sepanjang perjalanan tempo hari justru membawanya ke The Golden Sun. Restoran supermewah di Norwich bahkan di Inggris. Konsep royal klasik kental yang disuguhkan oleh tempat ini, membuat Ellshora merasa diseret dalam nuansa di era bangsawan Inggris. “Permisi, Tuan Luke,” ucap seorang manager yang baru saja datang bersama tiga orang pramusaji berseragam super-rapi di belakangnya. “Pesanan anda sudah siap.” Pria dengan perkiraan usia empat puluh tahunan itu berdiri di hadapan Luke dengan memberikan senyum terbaiknya. Sementara tiga orang lainnya tengah meletakkan pesanan Luke di meja. “Ini adalah teh terbaik kami, Tuan. Teh Pu Erh yang langsung kami dapat dari petani Yunnan, Tiongkok,” kata sang manager. Mendengar kata terbaik, Ellshora menelan ludah. Bi
Terpampang seringai Ellshora yang memberi arti lebih. Ia membutuhkan Luke untuk segera terlepas dari Bibi Mia, untuk cepat kembali dalam hangatnya dekapan Zane. Namun semua keangkuhan Luke, membuat Ellshora bergairah. Selain karena tujuan yang sudah direncanakan, Ellshora ingin menaklukkan Luke Whiston dengan semua keangkuhannya. Agar pria itu menyadari bahwa ia tak sesempurna itu. Setelah keluar dari The Golden Sun dan semua kemewahan tempat itu, Ellshora berjalan melewati trotoar jalan dengan penuh kekesalan. Lantaran Luke bahkan tak mengantarnya kembali ke kantor Sonic Group untuk mengambil mobil Daniel malah menyuruhnya menggunakan taksi. ‘Sebentar lagi, kau akan takluk di tanganku, Luke! Dan kau yang tergila-gila denganku akan memberikan apapun yang kumau!’ gerutu Ellshora yakin. Ellshora hendak menyebrang, langkah kakinya mulai menginjakkan zebra cross. Dengan tatapan yang kosong, ia tak menyadari bahwa lampu di traffic light sudah hijau kembali. Sebuah mobil putih mengkilap m
Ellshora sibuk dengan bola di tangan, melakukan shooting berkali-kali. Meski dalam hati, Daniel berdecak dengan kemampuan permainan Ellshora, ia enggan mengungkapnya. “Tenagamu terisi banyak dengan teh mahal itu sepertinya,” seru Daniel seraya membawa langkah kakinya mendekati Ellshora. Ellshora menoleh, namun tetap melanjutkan permainannya. “Kalau kau mau menguras tenagaku lagi malam ini, aku tak mau. Batas waktu kerjaku sudah habis hari ini.” Daniel menunjukkan seringai lebarnya. “Tidak, Sayang. Aku hanya ingin menemanimu bermain sekarang,” godanya. “Berikan bola itu padaku.” Shooting berikutnya berhasil lagi. Tak terhitung berapa kali Ellshora memasukan bola ke dalam ring dengan bakat terbaiknya. Ia berhenti dan melihat Daniel yang bersiap menangkap bola di tangan Ellshora. Sudut bibir Ellshora terangkat. “Yakin mau kulempar?” Daniel hanya memberi anggukan, tangannya siap melakukan gerakan catching ball. Melihat hal itu, Ellshora melebarkan senyum puas dan cepat melempar bola
Dan Zane yang sudah ditunggu, akhirnya datang. Ia juga terkejut melihat kehadiran Ellshora di rumahnya yang tiba-tiba. “Kenapa kau tidak memberitahuku kalau mau kemari?” “Saat kita bicara di telfon tadi, kau tidak mengatakan apapun,” imbuh Zane. Frida yang menjawab. “Mulai sekarang ini rumahnya juga. Jadi tak perlu memberitahumu kalau dia mau kesini. “Pintu rumah terbuka lebar untukmu, Ell. Jadi datanglah setiap saat,” tambahnya. Apa yang diucapkan Frida membuat Ellshora memancarkan wajahnya yang berseri-seri. Melihat ekspresi itu, Zane tersenyum. Ia menarik kursi dan mengambil posisi duduk bersama dua perempuan tersebut. “Makanlah, Sayang. Ellshora membuat sup terenak yang pernah Ibu makan selama ini,” puji Frida. “Ibu ambilkan mangkuk untukmu.” Ketika Frida bersiap bangkit dari duduknya, Ellshora menahan. “Biar aku saja, Bu,” katanya langsung menghampiri lemari rak dan mengambil piring dan sendok, kemudian cepat kembali ke meja makan. Ellshora menuangkan sup ke mangkuk, dan m
Udara pagi yang segar dan kicauan burung di halaman rumah adalah perpaduan yang serasi. Akan tetapi Ellshora tak cukup terarik keluar dari kamar sekarang. Ia masih duduk di ranjang dengan perasaan yang tak susah dijelaskan. Ellshora memandangi lekat-lekat figura foto sang ibu di tangan, Ellshora menahan diri sekuat mungkin untuk tak menangis. Kini Ellshora membawa dirinya dalam masa-masa dimana ia pernah merasakan kehangatan dekapan Elena-sang ibu. Kebersamaan dan waktu yang mereka habiskan sampai Ellshora berusia tujuh tahun. Hingga takdir benar-benar merenggut semuanya. ‘Ibu. Aku rindu ....’ lirih Ellshora. Ia menepis dua bulir air mata yang nyaris saja membasahi pipinya. Selang beberapa detik, suara ponsel Ellshora terdengar cukup keras. Dengan cepat membawa gadis itu dari bayang-bayang masa lalu dan kerinduan terhadap sang ibu. Ellshora langsung menjawab panggilan masuk dari Zane. “Hallo, Zane?” sapa Ellshora. Zane langsung berbicara. “Hari ini aku meminta izin untuk libur di
“Terima kasih, Zane. Tentu aku menerima hadiah ini dengan sangat senang hati,” ucap Ellshora kesenangan dengan gaun pemberian Zane barusan.Ia cepat menjatuhkan diri dalam pelukan Zane di tengah keramaian . Tak peduli pasang-pasang mata yang memperhatikan mereka sekarang. Meski Zane sendiri menyadari hal itu, ia juga tak mempedulikannya.Pelukan itu masih erat, sebelum Ellshora menyadari ada seseorang yang tak asing tengah berjalan ke ke arahnya.Ellshora memutar pelukan, berbalik arah lalu dengan cepat melepas diri. Ia terkejut bukan main lantaran Luke yang harusnya masih berada di Paris justru sekarang ada di tempat yang sama dengannya.‘Dia tidak boleh melihatku!’ gusar Ellshora dalam hati. ‘Zane juga tak boleh tahu ini.’Sikap Ellshora yang drastis langsung ditangkap Zane. “Kenapa, Ell?”“Itu ... aku ....” Ellshora ketar-ketir. “Aku harus ke kamar mandi sekarang!”Secepat kilat, Ellshora berlalu dari situ lalu pergi toilet. Zane yang tengah berjalan mendekati sebuah kursi berpapas
Kafe Olizer, pukul 11.15.Ellshora memasuki kafe sembari mengitari matanya ke semua penjuru. Pandangannya nampak jelas tengah mencari-cari. Namun Zane tak terlihat juga. Ellshora segera duduk di kursi yang terletak di dekat dinding kaca. Titik sempurna yang menyuguhkan pemandangan di luar.Tak lama seorang pelayan kafe datang membawa nampan. “Pesananmu datang, Nona.”Ellshora terkejut melihat segelas moccachino ice dan sepiring kecil waffle di meja.“Hah? Aku belum memesan,” katanya keheranan.“Pacarmu yang memesan, Nona,” jelas pelayan itu menunjuk meja counter pemesanan. Dimana Zane melambaikan tangannya pada Ellshora dari sana.Ekspresi Ellshora berubah, sikap herannya mencair menjadi senyum tersipu. Lalu sang pelayan pergi saat Ellshora melihat sebuah pesan baru masuk di ponselnya.“Tunggu sebentar. Aku akan menemanimu saat waktu istirahatku.” Begitu pesan dari Zane.Ellshora membalas dengan senyum dan anggukan pada Zane dari kejauhan. Selang tiga puluh menit setelah itu, Zane me
The Oneiro adalah nama sebuah rumah mewah dengan konsep klasik country khas eropa yang memiliki halaman superluas. Tempat ini menggambarkanan kesempurnaan keluarga Whiston yang bergelimang uang, dan juga kehangatan di dalam bangunan itu sendiri.Keluarga Whiston memiliki lima sekaligus pengurus rumah dengan beberapa tugas masing-masing. Dan juga empat orang penjaga rumah bertugas mengemban tanggung jawab keamanan bangunan itu.Pagi ini, begitu selesai sesi sarapan, Annami keluar dan bersiap memulai hobi berkebunnya seperti biasa.“Selamat pagi, Sofie!” sapanya pada seorang wanita yagn sudah berada di halaman, kemudian Annami memalingkan pandangannya pada pria di sisi Sofie. “Selamat pagi, Andy!”Sofie dan Andy menjawab bersamaan. “Selamat pagi, Nyonya.”“Ayo kita mulai mengurus anak-anak kita!” ajak Annami pada dua orang itu.Mereka memulai memangkas bonsai cemara yang tumbuh rapi di halaman superluas The Oneiro. Yang mereka rawat seperti anak sendiri. Sofie dan Andy adalah dua pengur