"Kok, kamu sudah pulang, Mas? Bukankah pergi ke rumah Zainal dan akan pulang jam dua dini hari?" tanyaku pelan dan tenang, seolah tidak ada yang terjadi.Tangan Mas Al memegang kedua pipiku dan matanya yang penuh dengan linangan air mata menatapku lembut."Tidak, Mas tidak akan pergi ke manapun kalau kamu masih memutuskan untuk pergi," ucapnya panik, lalu kembali memelukku erat.Dadaku mendadak berdetak lebih cepat. Tidak, aku harus membuat Mas Al tenang agar bisa keluar rumah, dan aku juga bisa pergi dengan tenang setelah meninggalkan secarik kertas."Aku juga tidak akan pernah pergi ke mana pun, Mas. Tadi aku hanya memanas-manasi Bella saja. Lagi pula sepertinya dia sangat inginkan menjadi Nyonya satu-satunya di rumah ini," jelasku melimpahkan semuanya kepada Bella.Bella memekik, dia pasti tidak menyangka kalau Mas Al akan tiba-tiba datang. Begitu juga dengan Mbak Nia dan mama, mereka tidak kalah syok ketika melihat Mas Al yang tiba-tiba masuk seperti orang kesetanan.Pelukan Mas A
"Diam dulu di sini, biarkan dia memanggil, dan kita pergi nanti malam saja," ucap Maya yang malah terdengar aneh.Dia sudah lama tinggal di rumah dan seharusnya dia tahu bagaimana sikap Mas Al terhadapku. Dia bukan hanya tidak tidur, tapi rela melakukan apapun untuk bisa menemukan aku.Bisa saja dia menyewa orang-orang untuk menghancurkan bangunan yang ada di sini dan kamar mandi ini juga bisa dihancurkan dengan begitu mudahnya."May, Mas Al pasti akan tetap mencari kita," ucapku memberitahu."Setidaknya kita lakukan dulu, tidak ada yang tidak mungkin kalau kita mau berusaha, bukan?" Maya menatapku lekat, seolah memintaku agar percaya dengan perkataannya."Ya, sudah, terserah saja." Aku menyerah.Di dalam kamar mandi yang berukuran kecil ini, aku membuka ponsel untuk merubah pengaturan dari dering menuju senyap. Belum ada satu menit, panggilan dark Mas Al langsung masuk.Aku memilih untuk tidak mengangkatnya karena dalam upaya melarikan diri. Mas Al adalah orang yang sangat berbahaya
Dengan cekatan, Rayan mengangkat tubuhku, dan membaringkan di tempat tidur. Ada garis kekhawatiran di wajahnya."Jangan dipikirkan, dia memang orang yang sedang terobsesi dengan dirimu. Sangat berbahaya jika pernikahan ini terus dilanjutkan," ucap Rayan, lalu duduk di sampingku.Apa yang dia katakan memang benar. Aku juga sudah lama penasaran dengan perubahan sikap Mas Al, ternyata semuanya memang gara-gara Bella. Dia bahkan merencanakan kecelakaan yang menyebabkan aku tidak sadarkan diri selama beberapa bulan.Kalau aku mengatakan hal ini kepada mama dan papa, sudah pasti aku hanya akan mendapatkan luka tambahan karena selama ini mereka lebih memilih berpihak kepada mereka daripada padaku."Aku akan menyerahkan rekaman ini secepatnya sambil mencari bukti-bukti lainnya. Aku yakin tidak hanya ini yang ada," ucapnya mantap.Aku mengangguk setuju. Karena kalau badanku sudah jatuh begini, suara juga tidak bisa keluar. Bukan karena ada masalah, tapi aku memang tidak ingin banyak bicara."B
Kaluna"Alhamdulillah, akhirnya kamu sadar."Samar, aku mendengar suara Mas Langit. Lalu ia memelukku yang sedang berbaring."Mas takut terjadi sesuatu sama kamu, Luna. Alhamdulillah, kamu tidak apa-apa," ucapnya lagi, suaranya terdengar sangat khawatir."Tidak akan terjadi apapun kalau di sini ada aku," sahut Rayan sombong.Sungguh, kalau saja aku sudah sepenuhnya sadar dan badan ini sehat, aku akan langsung memberikannya pelajaran."Semuanya atas kasih sayang Allah, Rayan. Boleh kamu bercanda, tapi jangan keterlaluan," timpal Mas Langit membuatku gembira.Meksipun tidak memukul Rayan, setidaknya sudah mewakili aku untuk bicara begitu."Maksudnya itu, tadi hanya keceplosan," kilahnya.Akhirnya aku berhasil melihat dengan sempurna, tidak seperti tadi yang tidak terlihat jelas."Alhamdulillah, ada hikmah di balik kejadian sulit yang kamu alami tadi malam," ucap Rayan dengan nada suara yang sangat berbeda dengan tadi.Kalau tadi terdengar sangat angkuh, sekarang justru merendah, dan men
Alvaro"Bagaimana keadaan Bella, Dok?" tanyaku panik ketika melihat dokter keluar dari ruangan pemeriksaan."Atas doa tulus Bapak, Bu Bella baik-baik aja. Sekarang, Bapak boleh masuk untuk melihatnya," ujarnya.Aku mengembuskan napas lega ketika mendengarnya. Akhirnya mimpi buruk ini sudah selesai.Selama meninggalkan rumah, pikiranku tidak tenang. Tadi, aku terlalu berlebihan kepada Kaluna dan takut sudah menyakiti. Aku tidak mau perlakuanku yang tadi membuatnya semakin membenciku.Namun, ketika mengingat kalau dia sudah aku kunci di salah satu kamar yang tidak ada kunci cadangannya, aku sangat yakin dia tidak akan bisa keluar, dan setidaknya aku bisa sedikit lebih tenang.Aku sama sekali tidak ada niatan untuk melakukan Kaluna dengan seperti itu, aku melakukannya secara terpaksa karena ternyata anak Bu Rina yang sebenarnya bukanlah Kaluna, melainkan Bella.Bu Rina yang selama ini sudah memberikan aku modal secara diam-diam dan bari kali ini dia menunjukkan wajahnya secara terang-ter
AlvaroTiga puluh menit sudah berlalu, tapi aku hanya bisa maju sebentar-sebentar saja. Kemacetan di sini sungguh tidak seperti biasanya. Seperti yang sengaja diciptakan agar aku mengalami kesulitan.Karena aku tidak punya kesabaran untuk menunggu, aku meminta salah satu orangku untuk datang, dan membawa mobilku pulang. Sementara aku menaiki motor yang dibawanya dan mengendarainya dalam kecepatan tinggi agar bisa sampai di rumah dengan cepat.Hening.Itulah yang aku rasakan ketika membuka pintu gerbang. Karena ingin Kaluna tetap aman, aku bahkan meliburkan penjaga keamanan agar orang-orang menyangka di rumah tidak ada orang. Ditambah dokter gadungan yang ikut tinggal bersama Kaluna juga tidak tidak ada di sini.Setelah pintu rumah terbuka, aku baru sadar ada sesuatu yang beda. Yaitu jendelanya terbuka. Ada seseorang yang masuk, tapi siapa, dan kenapa dia melakukan itu?Ketika menyadari ada yang tidak beres, aku segera berlari ke kamar yang paling ujung. Tempat aku menyekapnya. Namun,
Kaluna"Dia tidak mau tanda tangan!" Rayan datang dengan wajah marah, tapi langsung mengubah ekspresinya ketika duduk di sampingku.Sebenarnya aku kecewa dengan hasil ini, tapi tidak apa. Aku bisa datang ke pengadilan dan menceritakan semuanya. Kalau selama tiga kali berturut-turut dia tidak datang, aku dan dia otomatis sudah berpisah.Tidak ada lagi yang perlu dipertahankan, kenangan pun tidak ada yang pantas untuk diingat."Tidak apa, kita masih punya banyak waktu." Aku berucap pelan. "Istirahatlah, kau kamu sudah lelah sejak kemarin malam."Aku tidak tahu apa jadinya kalau tidak ada Rayan dan Mas Langit. Bahkan di saat seperti ini aku malah tahu kalau wanita yang selama ini bersamaku bukan ibu kandungku, tapi Mas Langit dan Bella. Dalam artian Mas Langit adalah kakaknya Bella. Mereka satu ibu, sedangkan denganku satu ayah. Sungguh hubungan yang rumit."Mas tidak apa-apa membantuku?" tanyaku sambil menatap Mas Langit nanar."Tidak apa-apa. Dari dulu Mas kenal kamu adik Mas, dia buka
KalunaPapa menatap tajam ke arah Rayan, bahkan matanya tidak berkedip. Sementara Rayan malah menundukkan kepalanya. Dia seolah malu ditatap seperti itu. Sungguh seperti bukan Rayan yang biasanya."Ada apa? Kenapa hari ini kamu kalem sekali?" tanyaku heran, tapi Rayan hanya tersenyum tipis. Dia sama sekali tidak menggubris perkataanku."Ada apa denganmu hari ini? Beda banget," gerutuku heran.Mas Langit menepuk lengan kananku. "Jangan katakan apapun dulu, itu tandanya Papa sedang marah," bisiknya membuatku tidak habis pikir."Papa tidak pernah marah kalau ada aku," balasku berbisik juga."Ya, itu, marahnya diam." Mas Lahir kembali berbisik.Aku hanya ber oh ria. Aku pikir papa memang tidak pernah marah padaku atau di depanku, ternyata marahnya diam seperti ini. Baru tahu, aku pikir tempe. Ah, apa, sih, yang aku katakan ini.Efek mendengar Mas Al ditahan dan gak bisa keluar, aku sangat bahagia. Tandanya sekarang aku bisa menjalani hidup dengan bebas. Aku bisa makan apapun yang aku ingi