Home / Fantasi / PERJAKA NEXT LEVEL / 5. Badai Di Lorong Kampus

Share

5. Badai Di Lorong Kampus

Author: Nezunez
last update Last Updated: 2025-10-12 08:31:32

"Tidak ada alasan! Saya sudah ingatkan kalau makalah kali ini sangat penting. Empat minggu itu waktu yang cukup panjang. Jadi tidak ada alasan! Kalau saya bilang hari ini terakhir, maka hari ini terakhir." Pria tua dengan kacamata tebal melihat jam di tangan. "Kalian masih punya tiga puluh menit sebelum saya pulang."

Tiga puluh menit, itu mustahil! pikir Nobu. ”Tapi, Pak. Saya benar-benar sudah kerjakan. tapi waktu ma—”

”Jadi, cuma kau yang mengerjakan? Bagaimana dengan Tama, Kevin, Bagas?” Dosen tua dengan wajah tegas melirik tajam pada ketiganya. Mereka ada di sana, tapi diam saja.

”I-itu,” Nobu menyesal karena terdesak membuatnya salah bicara. ”M-maksud saya, sudah kami kerjakan, tapi waktu mau dicetak, komputer yang saya pakai kena virus termasuk flashdisk-nya juga. Tolong kasih satu hari lagi, Pak! Besok pagi-pagi sekali sudah ada di meja Bapak.” ucap Nobu dengan kedua tangan terlipat.

Pak Tantowi menggeleng, wajahnya dingin seperti batu. "Nol! Nilai kalian nol! Keluar sekarang, atau saya panggil satpam!"

"Tapi, Pak ...."

"Ke-lu-ar!" Nada bicaranya tidak tinggi, tidak rendah, tapi bulatan matanya yang besar cukup membuat keempatnya terdiam.

Mau tak mau, mereka terpaksa keluar. Nobu menunduk, selain kecewa, ada rasa takut juga sebenarnya. Beda dengan Kevin dan Bagas, mereka hanya mengedikkan bahu, acuh. Tapi Tama…. Matanya seperti api yang siap membakar.

"Ikut aku, sekarang!" Tama menggeram, menyeret Nobu dengan kasar. Langkahnya cepat, penuh dendam. Kevin dan Bagas terkejut, tapi mereka menyusul dari belakang.

Di lorong sepi, Tama menghantamkan Nobu ke tembok. Bam!

"Aduh... sakit..."Punggung Nobu membentur keras, napasnya tersengal. Ia merintih, memegang bahunya yang nyeri.

Dasar sampah! Sudah kuduga kau tidak akan berguna!" Matanya menatap begitu tajam. "Aku sudah bilang pada kalian jangan mengajak si bodoh ini dalam kelompok. Dia sama sekali tidak berguna! Lihat sekarang!"

”Maafkan aku, Tam, tapi beneran kom—“

"Diam kau!" Tama membentaknya. "Aku kasih kalian dua juta! Tapi apa hasilnya? Nol! Nilai Nol!" Ia mengepalkan tangan, nadanya berapi-api. "Kalian harus ganti tiga kali lipat, atau kalian tamat!"

Kevin dan Bagas saling pandang.  Barulah wajah keduanya serius."Tapi, Tam. Ua—“

”Tak ada tapi-tapi!” Tama langsung memotong. "Tiga kali lipat! Jangan sampai kurang satu peser pun! Kalian dengar?!"

Nobu menggeleng lemah. "Aku nggak nyentuh uangmu, Tam... sumpah! Aku pakai tabunganku sendiri buat tugas itu. Mereka yang ambil semua!" Tangan Nobu gemetar menunjuk Kevin dan Bagas.

Kevin tertawa, tapi tawanya kosong, tawa palsu "Ngapain ngelak, Nobu?! Ngaku aja!"

Bagas juga ikut mendekat, menendang kaki Nobu. "Kamu bilang kami yang pakai?!" 

"Iya, kalian!" Nobu menjerit, suaranya pecah. "Kalian yang habisin uang itu! Jangan fitnah aku!"

Kevin tiba-tiba mendekati Tama. "Tam, jujur aja memang kami pakai uangnya. Tapi ini semua ide Nobu! Dia yang bilang pengen 'nyobain' cewek! Kami cuma kasihan, makanya kami sewa cewek buat dia!"

"Apa?!" Nobu tak habis pikir alasan mereka. "Itu bohong! Kalian yang pakai uang itu buat pacar kalian! Jangan buat aku jadi kambing hitam!"

"Ngaku aja, Nobu!" Bagas menyeringai kejam. "Kamu yang mimisan cuma gara-gara lihat cewek itu, terus kabur ketakutan! Ha ha!"

Tama mengepalkan tangan, wajahnya gelap penuh murka. "Jadi uangku kau pakai buat sewa lonte?" Ia menarik kerah baju Nobu, menghantam wajahnya bertubi-tubi.

"Kalian kira aku main-main?!"

Bughh!

Pukulan terakhir membuat Nobu ambruk, darah mengucur dari hidung dan mulutnya.

"Tama, berhenti...." Kevin dan Bagas panik, mereka menahan Tama yang sudah seperti binatang liar yang lepas kendali. "Kamu mau bunuh dia, apa?"

Tama terengah-engah, matanya masih menyala. Ia menatap Nobu yang terkapar dengan wajah penuh darah. "Kembalikan uangku tiga kali lipat!" Ia menunjuk Kevin dan Bagas dengan jari bergetar.. "Kalian juga, atau muka kalian bakal lebih hancur dari dia!" Tama berbalik, jalan menjauh, lalu menghilang.

Setelah Tama pergi, tanpa kasihan Bagas menendang perut Nobu keras-keras.

Bughh!

"Ini semua salahmu, Bodoh! Kenapa nggak ngaku aja tadi?!" 

Nobu terbatuk, darah menyembur dari mulutnya. "Kalian... kalian yang habisin uangnya..." Air matanya mengalir, suaranya penuh luka. "K-knapa... aku yang kena?"

"Dasar sok pahlawan!" Bagas menghantam perut Nobu lagi. Ia menekan kepala Nobu ke tembok dengan sepatunya. "Jangan macam-macam! Aku juga bisa membunuhmu."

"Gas, cukup!" Kevin menarik Bagas, suaranya tegang. "Ayo cabut, nanti ketahuan orang!"

Keduanya sudah pergi, tinggallah Nobu sendiri. Ia menyeret tubuhnya mundur supaya bisa bersandar di dinding.  Darah di hidung dan mulut masih mengalir.

Nobu tidak bohong. Semalam tugasnya sudah selesai, tapi saat akan diprint, tiba-tiba saja pada layar muncul ratusan pop up iklan, kemudian komputernya mati total. Sialnya, virus itu telah masuk sampai ke penyimpan data juga. Mulai dari awal? Sudah tidak ada waktu.

Sempat terlintas minta bantuan instant dari Zayreena, tapi Nobu yakin Dewi itu pasti menuntut kerjasama lagi.

Percayalah! Ada nyali hebat dalam dirimu, hanya saja kau tidak mau membuka diri.

Kalimat itulah yang membuat Nobu berani ambil resiko. Dia hanya perlu nekat, kata Zayreena. Dia pikir dengan sedikit penjelasan, Pak Tantowi pasti mengerti. Lalu dengan uang Tama, percaya diri sekali dia tidak akan disalahkan. Nyatanya … tidak ada yang berhasil.

Sumpah, Nobu sudah lelah dengan hidupnya. Tidak ada yang mudah. Jangankan membantu orang lain, dia bahkan tak berguna bagi dirinya sendiri.

Kesepakatan. Sekarang Nobu mempertimbangkan itu. Mungkin benar, hanya Zayreena yang bisa membantunya.

Zayree….

Karna tak bertenaga dan juga rasa sakit di kepala, Nobu pun jatuh tak sadarkan diri.

**

"Nobu, bangun!"

”Hei, bangun!” Mata Nobu terbuka kecil, masih ada pusing di kepalanya.

”H-Hanni.”

"Siapa yang memukulmu?" Hanni bertanya, matanya menyapu wajah Nobu penuh lebam dan luka. "Pasti Tama dan kelompoknya, kan? Iya, kan?" Hanni menebak dengan berani.

"Eh, bukan. Aku tadi terpeleset saat buang sampah. Pipiku terbentur pagar."

”Jangan bohong! Kamu pikir aku bodoh? Kenapa kamu nutupin kelakuan mereka terus, sih? Apa nunggu tangan atau kakimu patah dulu, atau tunggu matamu sampai buta … atau kamu mau diam terus sampai kamu jadi mayat?”

“Bukan gitu, Han," jawab Nobu lemah.

“Aku nggak peduli. Akan kulaporkan mereka bertiga.” Hanni bangkit, tapi tangannya cepat-cepat diraih Nobu.

”Jangan, Han!” Langkah kaki Hanni terhenti. ”Bukan Tama, Kevin, atau Bagas, bukan mereka. Tolong percaya padaku!” Nobu berusaha keras meyakinkan Hanni agar tidak melanjutkan rencananya. Kalau sampai itu terjadi, maka masalah baru akan muncul.

”Kamu masih saja bohong. Dengan kedua mataku sendiri lihat Tama nyeret kamu dari ruang Pak Tantowi. Dan lihat, aku terlambat ... wajahmu sudah bonyok! Untung saja bukan mayat kamu yang aku temuin.”

“Kamu lucu, Han… hehe.”

"Kamu yang aneh!" balas Hanni. "Sampai kapan mau jadi budak mereka.” Hanni kesal. “Terserah kamulah. Aku nggak tau lagi cara jelasinnya. Tapi dengar … lebih baik kamu jauhi mereka bertiga.”

Tanpa disadari keduanya, di sudut sana, seseorang dengan kamera memperhatikan mereka. Sebenarnya orang itu sudah berada di lorong sebelum Hanni datang. Ia bahkan sempat merekam saat Nobu dihajar.

Dengan hasil rekaman ditangan, ia tersenyum. Senyum gelap memenuhi wajahnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PERJAKA NEXT LEVEL   5. Badai Di Lorong Kampus

    "Tidak ada alasan! Saya sudah ingatkan kalau makalah kali ini sangat penting. Empat minggu itu waktu yang cukup panjang. Jadi tidak ada alasan! Kalau saya bilang hari ini terakhir, maka hari ini terakhir." Pria tua dengan kacamata tebal melihat jam di tangan. "Kalian masih punya tiga puluh menit sebelum saya pulang."Tiga puluh menit, itu mustahil! pikir Nobu. ”Tapi, Pak. Saya benar-benar sudah kerjakan. tapi waktu ma—””Jadi, cuma kau yang mengerjakan? Bagaimana dengan Tama, Kevin, Bagas?” Dosen tua dengan wajah tegas melirik tajam pada ketiganya. Mereka ada di sana, tapi diam saja.”I-itu,” Nobu menyesal karena terdesak membuatnya salah bicara. ”M-maksud saya, sudah kami kerjakan, tapi waktu mau dicetak, komputer yang saya pakai kena virus termasuk flashdisk-nya juga. Tolong kasih satu hari lagi, Pak! Besok pagi-pagi sekali sudah ada di meja Bapak.” ucap Nobu dengan kedua tangan terlipat.Pak Tantowi menggeleng, wajahnya dingin seperti batu. "Nol! Nilai kalian nol! Keluar sekarang,

  • PERJAKA NEXT LEVEL   4. Cium Siapa Saja!

    “Aku tidak mau!”“Oh, ayolah, itu sangat mudah.”“Mudah, katamu.” Nobu tertawa getir. Jangankan mencium, menatap mata seorang gadis saja tak ada nyalinya, lalu ini pula … diminta mencium sembarang orang. Gila!Menolak kerjasama dengan makhluk seperti Zayreena, Nobu pikir dia sudah membuat keputusan yang tepat. Bayangkan saja, belum lagi apa-apa, sang dewi sudah membuatnya berdiri di tepi jurang.“Maaf, aku ada urusan lain.”“Lemah!” Baru satu langkah, suara Zayreena menghentikan.“Aku?”“Ya, kau lemah, Nobu.”“Bukan tentang lemah, tapi tantanganmu tidak masuk akal.” Nobu menggaruk kepala. “Aku memang butuh uang, tapi … serius saja! Mencium orang asing? Aku bisa dipenjara! Atau diludahi! Atau... diamuk massa! Kamu tidak liat banyak orang di sini. Bukan monster saja, bisa-bisa aku dikenal Nobu Si Mesum. Ah! Memikirkannya saja bikin aku gila. Bukannya membantu malah bikin tambah masalahku. ”“Wow.” Tatapan Zayreena justru seolah kagum. “Kau sadar Nobu, bukankah ini adalah kalimat terpanj

  • PERJAKA NEXT LEVEL   3. Pelepasan Singkat

    “Hahh…” Nobu melempar tubuh ke atas ranjang, tapi pikirannya masih terbelenggu pada kejadian tadi. Zayreen, Dewi Zayreena. Nama itu melekat jelas di kepala. Sosok apa sebenarnya wanita itu? Nobu pikir mimpi, tapi handuk kecil yang diberikan tadi, masih ada di tangannya. Bukan halusinasi, ini nyata. Seharian dengan kejadian menguras emosi, serta kehadiran Zayreena, makhluk nisterius yang tiba-tiba datang, tiba-tiba hilang, membuat dirinya lelah. Tidak perlu waktu lama, Tubuh itu pun terlelap, masuk menuju mimpi yang paling dalam.Zzz ... zzz …‘Kabut apa ini…? Hmm… nyamannya…’ Nobu menghirup nafas panjang. Kabut kuning keabuan menyelimuti sekitar, lembut bagai sentuhan sutra membelai kulit. Aroma memabukkan—perpaduan cendana, melati, dan... sesuatu yang liar—sungguh menggoda indranya, menariknya lebih dalam, lebih nyaman. Lalu lamat-lamat terdengar suara rintik air jatuh, ia berjalan ke arah suara, ternyata sebuah kolam. Diperhatikannya dengan mata menyipit. "Apa itu …?" Sesuatu

  • PERJAKA NEXT LEVEL   2. Tuduhan Keliru

    Sekarang Nobu jadi yakin kalau memang dirinya yang diincar. “Tapi kenapaa....??!! Sambil berlari masih bisa didengarnya teriakan para pria.“Jangan lari!"“Tangkap penculik itu!”"Hah! Peculik?" Dadanya sesak, nafasnya ngos-ngosan, tapi otaknya lebih tidak karuan. "Penculik apa? Ya Tuhan, apalagi ini?"“BERHENTI….!!”"Matilah aku!" Nobu menahan langkah. Tiga orang pria muncul di depan. Dia terkepung.Harus berpikir cepat. Di sisi kanan, matanya menangkap pembatas teralis di atas tangga tingkat dua. Tanpa pikir panjang, ia melesat, kakinya menapaki anak tangga sekuat tenaga."Jangan kabur!""Tangkap dia!Teriakan mereka bagai raungan binatang buas.“Clek!” Pagar teralis terkunci tepat waktu. Pagar itu cukup kuat—setidaknya untuk saat ini. Sementara, di depan, belasan wajah garang menatapnya dengan nafsu membunuh. Tangan-tangan terkepal, mata-mata penuh dendam."Keluar kau!""Jangan kira bisa kabur!"Beruntung tinggi pagar teralis menutup sampai langit-langit, kalau tidak, mereka pasti

  • PERJAKA NEXT LEVEL   1. Nobu Si Monster

    “Aah… sayang… emmhh... sebentar. Oughh ~"'Keparat, bajingan! Dasar tidak tau malu! Bisa-bisanya bercumbu di depanku! Kurang ajaaaarrr!'Sungguh! Banyak sekali sumpah serapah di kepala Nobu. Ingin diteriakan semua, tapi apa yang bisa dilakukan pecundang seperti dirinya selain mengutuk dalam hati. Meski dua sejoli itu sudah keterlaluan, Nobu pilih bungkam seolah tak terganggu."Sayang... beneran deh jangan di sini, aku malu tau. Itu tuh! Si Nobu liatin kita terus." dagu Si Gadis terangkat ke arah Nobu yang berjarak hanya empat meter dari mereka.Pria diatasnya menoleh ke arah yang sama. Dilihatnya Nobu sibuk dengan laptop dan kertas-kertas tugas.Seharusnya tugas itu adalah tanggung jawab bersama. Empat orang, harusnya. Tapi lihat! Hanya Nobu saja yang kerja sendirian.Sang ketua kelompok tidak bisa hadir, tapi ia memberi uang sebagai ganti. Nah, masalahnya ada pada dua orang ini. Tidak ingin buang kesempatan, mereka mengundang serta pasangan masing-masing.Saat ini, Bagas dan pasangan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status