Su Yin menatap botol birnya yang kosong dengan rasa marah bercampur kekecewaan."Hei, itu punyaku!” ucapnya sambil menggebrak meja. Su Yin menatap Li Wei dengan mata menyala. Li Wei, yang baru saja meneguk sisa bir terakhir, meletakkan botol kosong itu dengan tenang."Kau masih terlalu muda untuk minum terlalu banyak,” jawabnya tanpa rasa bersalah. Su Yin mendengkus kesal, lalu ia menyilangkan tangannya di dada."Kita tak saling kenal. Jangan sok jadi wali hidupku. Aku bisa menentukan sendiri apa yang boleh dan tidak boleh kulakukan!"Li Wei hanya tersenyum tipis. Dengan gerakan santai, ia melambaikan tangan memanggil Nyonya Liu. "Pesankan makanan paling enak untuk gadis keras kepala ini. Tenang saja, Paman yang traktir, ayo duduk."Su Yin mengerutkan keningnya, tapi ketika aroma makanan mulai tercium, perutnya keroncongan. Ia mencoba bersikap cuek saja, tetapi begitu sepiring mi panas dengan irisan daging lembut dan kuah yang menggoda tersaji di hadapannya, Su Yin menyerah."Baikla
Perlahan Li Wei membuka matanya. Ia masih terengah-engah setelah terlempar dari mimpi yang begitu nyata. Cahaya lampu di bawah jendela kamar menyinari wajahnya yang basah oleh keringat.Dadanya naik turun dan pikirannya kacau. Bayangan Permaisuri A Yin masih begitu jelas dalam benaknya. Seolah-olah ia baru saja menggenggam tangannya di bawah langit Dinasti Tang yang berkilauan.Ia menegakkan tubuh, jari-jarinya mencengkeram kain sprei seperti mencari pegangan dalam kebingungannya. Mungkinkah semua itu bukan sekadar mimpi?Suara lembut Permaisuri A Yin, sentuhan jemarinya yang hangat dan tatapan penuh kasih di malam pengantin mereka. Semua terasa begitu nyata dan bukan sekadar ilusi.Bagaimana Li Wei mengecup bibir Permaisuri Yin, lalu menarik pinggangnya agar pelukan mereka lebih erat, dan dua tangan itu saling menggenggam dalam kesunyian. Tidak hanya itu saja satu demi satu pakaian merah Permaisuri A Yin pun ia buka hingga keduanya menyatu dalam kebisuan dan hanya ada tatapan mata sa
Li Wei turun dari jeep, deru mesin perlahan mereda di tengah udara malam yang dingin. Jari-jarinya menggenggam tangan A Yin dengan erat, seolah ingin memastikan bahwa ia tetap ada di sisinya. Tak peduli apa yang akan terjadi.“Jangan takut, ingat pesanku diam saja, ya,” ucapnya dan A Yin mengangguk.Di depan mereka, sebuah gudang tua menjulang di tepian dermaga. Pintu besinya terbuka sedikit dan memperlihatkan cahaya redup di dalamnya. Li Wei menarik napas, lalu melangkah dan membawa A Yin masuk ke dalam sarang yang penuh dengan kekejian.Di dalam, puluhan pengawal berdiri seperti patung. Pakaian hitam mereka menyatu dengan bayangan. Tatapan mereka dingin dan tajam. Namun perhatian A Yin segera tertuju pada sosok di tengah ruangan.Seorang perempuan dengan rambut merah menyala yang jatuh di pundaknya. Wajahnya tersembunyi di balik topeng emas yang berkilauan. Ia duduk di kursi besar seperti ratu, jemarinya yang bersarung hitam mengetuk sandaran tangan dengan irama lambat."Li Wei. Lam
Li Wei menggenggam kemudi dengan erat, sementara deru mesin jeep mengisi keheningan di antara mereka. A Yin duduk di sampingnya. Mata wanita itu terpaku pada lintasan panjang yang terbentang di depan.Jalanan penuh dengan mobil dan lalu lintas kendaraan lain. Beberapa anak SMA menyeberang sekolah dan di sana tempat Su Yin mengenyam pendidikan menengah ke atas.Li Wei menghela napas dalam. Ia menoleh sekilas ke arah A Yin yang masih terdiam."Kita di sini untuk menikmati hari, bukan untuk meratapi masa lalu," ucapnya, berusaha mencairkan suasana.A Yin hanya tersenyum kecil, lalu menatap kantong hitam yang berisi koin emas dari kuburannya."Pangeran, sebenarnya kita pergi ke mana?"“Mall. Kita beli baju untukmu dan segala kebutuhannya. Aku tak tahu kau akan tinggal berapa lama, jadi sudah kewajibanku menyediakan yang terbaik untukmu.”“Kenapa begitu? Bukankah kau masih tak mengakui aku istrimu?”“Karena aku mengambil banyak harta dari kuburanmu. Membeli baju tidak akan membuatku jatuh
Li Wei diam sejenak, ia tak tahu harus melanjutkan atau menyudahi kegilaan yang dilakukan oleh A Yin yang kini mencium pipi dan mengenai bibirnya perlahan.“Su Yin merebutmu dariku.” Kata-kata itu terngiang di pikiran Li Wei.“Aku tidak kenal Su Yin.” Li Wei mendorong A Yin dari pelukannya.“Suatu hari nanti kau pasti akan mengenalnya jika bertemu lagi. Percayalah padaku.” A Yin memegang pipi Li Wei.Tangan A Yin terasa dingin sekali dan bayangan masa lalu kembali melintas di benak lelaki itu. Ia pun memilih duduk di tepian ranjang.“Dengar, apapun masa laluku, itu hanya masa lalu. Aku percaya kita bereinkarnasi, tapi ya sudahlah sekarang saatnya kita memulai kehidupan yang baru.” Li Wei hanya berusaha menutupi bayangan masa lalu yang bermain di pikirannya. Terlintas kenangan saat ia menikahi Permaisuri A Yin dan melewati malam pertama yang penuh rasa menggebu. “Masa lalu itu akan membebani hidupmu, Pangeran, jika kau tak menerimanya.” Tiba-tiba saja A Yin duduk di pangkuan Li Wei d
Taman sekitar apartemen masih ramai dengan orang-orang yang menikmati udara di sore hari. Permaisuri A Yin belum sepenuhnya pulih dari keterkejutan saat hampir ditabrak oleh anak kecil yang mengendarai skuter. Napasnya masih sedikit tersengal, dan ia menatap Li Wei yang kini berdiri di sampingnya."Kau baik-baik saja?" tanya Li Wei, suaranya sedikit lembut. Ia sendiri bingung mengapa sangat khawatir dengan wanita itu.Permaisuri Yin menegakkan tubuhnya dan bersikap tenang layaknya seorang ratu. Meski dirinya masih diliputi rasa aneh dan kebingungan terhadap kehidupan di luar istana ini terlalu penuh kejutan."Aku hanya tidak terbiasa," ucap A Yin, matanya masih melihat taman di bawah apartemen. "Tidak ada anak kecil dengan alat seperti itu di istana. Kita juga belum pernah punya anak."Li Wei tersenyum. Membahas soal anak tentu ada interaksi intim antara lelaki dan perempuan dan ia belum pernah merasakan itu. Matanya juga berbinar seperti menikmati ketidaktahuan Permaisuri Yin tentang