Putra Mahkota pergi ke kuil yang berada dalam naungan Departemen Sihir dan Perbintangan. Ia sedang galau luar biasa. Istrinya diam seribu bahasa dan ibunya pun akhir-akhir ini senang menyendiri. Tak ada yang tahu apa isi wanita. Ditambah Li Zu Min masih terbeban dengan permintaan Li Wei. “Sepertinya Pangeran punya banyak sekali beban hidup.” Shen Du menyalakan dupa dan memberikan pada Putra Mahkota. “Aku merasa kesialan menerpaku bertubi-tubi, meski tidak ada yang bicara terang-terangan di depanku, tapi aku tahu mereka bilang kalau ini karma ibu.” Li Zu Min melakukan persembahayangan dengan sungguh-sungguh kali ini. “Tenangkan hatimu, Pangeran, sebisa mungkin kita harus mencegah terjadinya peristiwa bulan purnama berdarah.” “Itu juga yang mengganggu isi hatiku. Belum ada keanehan yang aku temui sejak beberapa hari yang lalu. Semua pelayan terlihat biasa-biasa saja di depanku, tapi …” “Tapi apa, Pangeran.” “Salah satu pelayan ibuku menghilang dan tidak ada jejaknya sama sekali.
Selir Agung sedang minum teh di pagi hari yang cerah. Secerah senyumnya dibalut gincu merah merekah. Lalu Gui Mama datang mendekat dan berbisik padanya. “Hamba sudah mengirim orang untuk membunuh Pangeran Kedua di perjalanan.” Kata demi kata menyeramkan terucap dengan senyuman gigi emas Gui Mama. “Bagus, penghambat takhta putraku harus segera dibasmi. Yang berani melawanku akan mati.” Ming Hua menghabiskan teh dan menikmati sarapan yang lezat di atas meja. Setelah itu ia pun berjalan mengelilingi taman yang indah, kemudian lanjut mengunjungi istana naga emas. Begitu terus yang Selir Agung lakukan dalam satu minggu terakhir. Hingga pada suatu hari ia melihat putra dan menantunya tak saling bertegur sapa di meja makan. “Kalian baik-baik saja?” tanya Selir Agung. Baik Putra Mahkota dan permaisurinya mengangguk saja. Kejadian malam tadi benar-benar mengguncang kesadaran dan kesabaran keduanya. “Aneh sekali, biasanya Bai Jing sangat murah senyum,” gumam Ming Hua sambil memindahkan ma
“Ayo turun, kita sudah sampai.” Li Wei melompat dari kuda terlebih dahulu lalu menyambut turun Su Yin dari kereta. Mereka semua termasuk para pelayan menggunakan mantel bulu tebal karena udara di Pegunungan Utara sangat dingin daripada biasanya. “Waaah, tanpa salju saja aku sudah hampir membeku.” Sang permaisuri memeluk dirinya sendiri. Asap dari bibirnya keluar dan gigi nyaris gemeratakan. “Tenang saja nanti aku peluk kau sepanjang hari agar tak kendinginan.” Pangeran Kedua mengedipkan sebelah matanya. “Gayamu, baru buka baju saja sudah beku kulit duluan.” Hampir Su Yin tak tahan dingin kalau tak menggunakan mantel tebal sebanyak dua lapis. Tak lama kemudian para penjaga yang berasal dari Suku Bintang datang meyambut rombongan Pangeran Kedua. Mereka mempersilakan Li Wei dan Su Yin untuk bertemu dengan kepala suku. Yun Chi adalah nama ketua suku sekaligus ayah dari Yun Zi. “Kami memeri hormat pada Pangeran Kedua sekaligus Permaisuri Yin selaku utusan dari Chang An.” Yun Chi mem
“Hei, duduk, kau bikin malu saja.” Li Wei menarik tangan istrinya yang bersorak-sorak bergembira melihat pertunjukan lelaki kekar di depannya. “Lepas, jarang-jarang aku melihat seperti ini.” Su Yin tak mau dilarang. Kapan lagi bisa melihat pemandangan indah seperti sekarang. “Memang lelaki saja yang butuh banyak perempuan cantik,” gumamnya sambil suit suiiit. Semakin meriah pesta dengan ketukan gendang dan tarian pedang dari para lelaki. “Waaah, perutnya ada kotak-kotak delapan, eight pack, langka, sisiwiiiwiiiit.” Tingkah Su Yin membuat Li Wei memejamkan mata dan Ana Mama menahan senyuman sesaat. Ya, memang perempuan juga butuh hiburan tapi jangan terlalu terang-terangan juga memuji di depan suaminya. “Perut kotak-kotak begitu aku juga punya, perlu aku bukan baju di sini?”“Jangan, bikin malu saja nanti,” sahut permaisuri. “Heeh, kau yang bikin malu dari tadi. Lihat perempuan lain duduk manis, kau seperti cacing kepanasan.” “Pangeran, biarkan Permaisuri bahagia. Mungkin dia beta
“Sayang, ayolah, jangan marah lagi. Aku kemarin hanya bercanda.” Li Wei membujuk permaisuri yang masih cemberut dan merengut sejak tadi malam. Saat mandi, saat makan, saat pakai baju sama saja bentuk wajahnya ditekuk terus. “Aku tak percaya denganmu, lihat tari perut saja bisa lupa diri apalagi kalau perempuan buka baju di depanmu.” Su Yin masih menghindari Li Wei. Dua orang itu sedang jalan santai di sepanjang pemukiman suku bintang. An Mama mengikuti dari belakang sambil memantau keamanan. “Kalau mau dari dulu sudah aku lakukan, untuk apa sembunyi-sembunyi darimu.” Pangeran Kedua menyentuh bahu permaisuri, tapi ditepis lagi. “Kenapa aku jadi cemburuan begini, ya? Gawat. Nanti saat kembali ke masa depan bisa-bisa aku labil dan mengganggu tugasku,” guman Su Yin ketika berjalan tak tentu arah. “Sayang, kau mau ke mana?” “Ke sana.” Usai menjawab, dokter forensik itu berlari tanpa arah yang jelas. Li Wei menyusul dengan cepat. “Mereka berdua seperti anak kecil saja. Apa tidak paha
Su Yin membuka mata sambil menghembuskan napas dengan kuat. Di depannya sudah ada Li Wei yang duduk dan menatapnya begitu intens. “Bukannya tadi aku …” Su Yin mengingat kejadian yang belum lama berlalu. “Kau tidur di dekat kolam sambil memegang gelang. Kenapa tidur di sana, kita diberikan ranjang?” tanya Pangeran Kedua sambil membantu permaisuri duduk. “Aku tidak tidur.” “Dan?” “Ada yang masuk ke dalam kamarku, ada darah menetes di lantai mungkin masih ada jejaknya, dan tadi ak—” “Tidak ada jejak darah di lantai sama sekali, mungkin kau kelelahan.” “Kau mulai tidak percaya denganku.” Permaisuri balas menatap pangeran lebih dalam. “Kalau tahu di luar banyak kejadian aneh, tahu begini kau tidak akan kubawa.” “Kau pikir kalau di istana aku aman? Kau pikir selir agung tidak akan mencoba membunuhku, belum menteri lain yang tiba-tiba tidak suka denganku.” “Besok, kau bersama setengah pasukan elite akan aku kirim kembali ke istana.” “Aku tidak mau!” “Ini perintah!” Li Wei mengera
Dugur dan Tugur merupakan saudara kandung. Di mana Tugur adalah kakak pertama. Mereka memiliki adik perempuan yang tak kalah bengis dan sadis sama seperti serigala. Ketiga saudara itu merupakan abdi setia dari Raja dari desa bebatuan bernama Bae Yung yang usianya telah menembus 200 tahun. Kali ini tiga saudara itu berbagi tugas. Yigur—bungsu perempuan melatih armada angkatan laut agar lebih kuat. Tugur menguasai kota Chang An dari dalam dan Dugur akan menghancurkan suku bintang yang diketahui menjalin perjanjian damai dengan Chang An. Dugur sudah lama tiba di Pegunungan Utara dan membuat rumah di dekat gunung. Ia tahan dingin karena tubuhnya berdarah panas seperti serigala. Selama ini lelaki dengan tubuh tambun dan kekar itu menunggu saat yang tepat dan ketika Li Wei datang, maka waktu itu telah tiba. Hanya saja Dugur salah perhitungan. Disangkanya Pangeran Kedua datang sendiri dan tak membawa sekutu yang hebat. Nyatanya sang pangeran datang bersama pasukan terbaik yang tidak dib
Su Yin berlatih pedang bersama An Mama di teras istana bulan. Polisi wanita itu melakukan kegiatan ekstra agar tubuhnya tak membeku diterjang cuaca dingin dari pegunungan. Kali ini ia dibimbing langsung oleh sang guru yang merupakan pelatih para pangeran. Dari pagi sampai beranjak siang hari Permaisuri Yin tidak menghentikan latihannya. Hingga kini ia menggunakan dua pedang di tangannya dan melakukan gerakan cepat melompat serta berguling di lantai. “Cukup, Nyonya, istitrahatkan tubuhmu.” An Mama memegang bahu Su Yin yang hampir menghantam tiang. “Ah, iya, aku juga sudah sangat lelah.” Permaisuri Yin memberikan pedangnya pada salah satu pasukan elite yang berlatih. Setelah selesai ia masuk ke dalam kamar sendirian dan di sana telah tersedia makanan yang dibawa para pelayan. Li Wei belum juga kembali sejak tiga hari yang lalu. Su Yin hanya mendapat kabar kalau pangeran baik-baik saja dan sedang menyusuri pegunungan untuk mencari tempat persembunyian Dugur. “Andai ini terjadi di k
Ibu kota berdiri megah di bawah cahaya matahari pagi. Menara-menara istana menjulang tinggi, sementara jalan-jalan dipenuhi suara lonceng perunggu yang menggema di antara paviliun megah.Di tengah kemegahan itu, Li Wei, Raja dari Selatan, melangkah dengan tenang, diiringi oleh barisan prajuritnya yang membawa peti-peti berisi upeti bagi Kekaisaran Tang.Gerbang istana terbuka lebar ketika pasukan dari Selatan tiba di halaman utama. Mata para pejabat tinggi kekaisaran memandang penuh selidik, seolah ingin memastikan bahwa setiap langkah Li Wei memang sebuah tanda tunduk dan bukan awal dari pemberontakan. Namun, Li Wei tetap berjalan dengan sikap penuh hormat dan percaya diri.Saat ia melangkah ke aula besar, Kaisar Li Zu Min, telah duduk di atas singgasana berhias naga emas. Tatapan Kaisar teduh dan penuh kerinduan. Sudah lama sekali kakak dan adik itu tidak bertemu.“Hormat kepada Yang Mulia. Hamba membawa persembahan dari Selatan,” ucap Li Wei dengan suara tegas seorang jenderal pera
Su Yin masih mendekap Li Wei sangat erat. Malam setelah mereka kembali menyatu dan malam-malam berikutnya terasa sangat membara kerinduan yang harus dilampiaskan. Sejoli itu bagai tak memiliki waktu lain, seolah-olah perjumpaan mereka sangat singat dan tak mau kehilangan momen apa pun.Sebagai raja, Li Wei berusaha menjalankan aturan di selatan dan sebagai ratu Su Yin menjaga kewibawaan di depan bawahannya. Lain cerita di depan suaminya, ia seperti anak kecil yang terus memegang tangan pangeran kedua begitu erat.Sebab Su Yin teringat dengan kata Shen Du bahwa umurnya di masa lalu tidak panjang. Cerita sejarah yang ia peroleh pun hanya sedikit catatan tentang Permaisuri Yin, wanita yang mati muda ketika melahirkan anak keduanya.“Apakah semua persiapan sudah selesai?” tanya ratu pada rajanya.“Hampir. Kau sedang buat apa?” Li Wei balik bertanya ketika telah kembali dari luar.“Ehm mantel bulu. Kau akan menempuh perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan, angin di luar sana tidak b
Selesai penobatan, Li Wei langsung membagi tugas-tugas penting untuk para bawahannya. Ia dan Su Yin akan tinggal di istana utama, menggantikan kaisar selatan yang telah tewas. Istana itu memang tidak lebih megah daripada di Chang An, tetapi memiliki ukiran serigala yang sangat kokoh.Jenderal Naga Perak memulai langkahnya dengan menerapkan sejumlah aturan di selatan. Di antaranya cara berpakaian mengikuti protokol Dinasti Tang. Warna merah hanya untuk raja dan ratu saja. Warna biru untuk para prajurit pemberani dan terhormat.Rakyat biasa tak lagi menggunakan pakaian dari kulit serigala. Mereka boleh menggunakan sutra atau bahan lainnya selama tidak menyamakan diri dengan pakaian raja dan ratu. Kulit serigala akan dijadikan hiasan bukan bahan utama.Sang raja memasuki kamar ketika urusan pekerjaannya telah selesai. Terlihat ratu sudah membuka baju warna merahnya dan menggunakan dalaman warna putih saja. Luntur harapan Li Wei, tadinya ia ingin mengulang momen malam pertama dan membuka
Su Yin sedang memeriksa sekujur tubuh suaminya yang mengalami luka dan memar. Perilaku keduanya tidak mirip dokter dan pasien, melainkan seperti sejoli yang rindu berat dan tak punya kesempatan untuk melampiaskan hasratnya.Dokter forensik itu menyetuh lengan bagian atas Li Wei yang ia jahit dua minggu lalu menggunakan benang sutra. Lukanya mulai mengering dan hanya butuh dibersihkan setiap hari.Dua mata itu saling menatap tanpa berkedip. Pangeran Kedua yang masih sakit tulang tak bisa menahan diri, ia menarik wajah Su Yin hingga keduanya tak ada jarak lagi.Permaisuri Yin melepas semua peralatan medis dan balas mencium Li Wei lebih dalam. Ya, memang keduanya saling merindukan. Namun, ketika polisi wanita itu menekan salah satu anggota tubuh suaminya, Li Wei pun melepas ciumannya dan mengaduh.“Sakit, kan?” tanya Su Yin dengan tatapan tak puas. Padahal ia sudah terbawa suasana.“Iya, aduh sakit sekali, kapan sembuhnya?” Li Wei memegang pinggangnya. Luka memanjang yang paling dalam.“
Permaisuri Bai Jing tak membuka mata meski Ru Yi telah melakukan segala cara untuk menyadarkannya. Wanita baik hati itu tak kuat ketika harus mengeluarkan bayi separuh serigala yang berwujud manusia biasa. Shen Du datang mendekat dengan keadaan tangan terluka. Lelaki itu mengambil sebuah benda bulat seperti mutiara. Ia meminta Ruyi agar menghancurkannya di air hangat dan memercikkan ke seluruh tubuh permaisuri. “Apa itu?” tanya Kaisar sambil menimang anaknya. “Mustika penahan arwah, Yang Mulia, belum saatnya Permaisuri Jing tutup usia, tapi karena huru-hara kandungan dan tubuhnya pun terganggu.” Kaisar hanya menghela napas saja. Benar-benar situasi yang tidak terkendali meski keamanan istana sudah dibuat sampai empat lapis. “Singkirkan semua mayat dan bersihkan kembali istana. Putriku harus mendapatkan penyambutan yang layak.” Perintah Kaisar pada pengawal pribadinya. “Yang Mulia, apa semua baik-baik saja.” Pangeran ketiga masuk ke rumah sakit istana. “Iya, semua baik, terima k
Seutas kain merah turun di departemen sihir dan perbintangan. Kain itu kemudian berubah menjadi sosok Aligur yang wajahnya ditumbuhi bulu-bulu warna merah. Dukun tersebut merupakan kaki tangan dewi serigala langit yang turun malam ini atas jamuannya. Aligur masuk ke kuil dengan niat mencari Shen Du. Namun, kepala departemen itu tidak ada di tempat. Dukun berambut merah tersebut ingin pergi, tetapi ia mendengar suara lonceng berdentangan dari ruang bawah tanah. Ya, ia menyadari kedatangan seorang saman yang sengaja mengganggunya. Wanita itu berubah jadi kain lagi dan turun menabrak semua jimat. Awalnya Aligur terpental, tetapi ia menjentikkan jari dan membakar semua jimat kertas hingga hangus dan tersisa jadi abu. Namun, Abu itu ternyata mengenai wajahnya dan ia terluka dalam. “Bedebah.” Dengan kemarahan di dalam dada Aligur menendang pintu yang dilapisi jimat lagi. Tiga kali tendangan pintu itu terbuka juga. Terlihat Park Hwa Rim menghentikan tarian demi menyambut tamu agungnya.
Dengan pakaian seperti gundik, Aligur berjalan dengan gemulai di tengah kota Chang An. Tentu saja hal itu membuat mata lelaki tertuju dan mengikutinya. Ia tertawa dan menutupi wajahnya dengan kipas. Aligur terus berjalan hingga tak jauh lagi dari gerbang istana. Tiba-tiba saja dukun berambut merah itu menari dengan gerakan yang sangat indah. Ia mengangkat kedua tangannya ke atas lalu berputar-putar. Tak ayal langit yang tadinya terang benderang langsung ditutupi awan gelap. “Hei, kau berhenti melakukan gerakan itu!” Kebetulan Pangeran Ketiga lewat di sana. Ia memerintah anak buahnya mengusir Aligur. Namun, belum sempat didekati anak buah pangeran ketiga terpental begitu jauh hingga kepalanya pecah. “Tangkap dia!” Pangeran Ketiga semakin terkejut ketika darah dari kepala prajuritnya dijilat seekor serigala. Penduduk pun berlarian ke sana kemari. Ditambah wajah Aligur perlahan-lahan menampakkan perubahan. Bulu warna merah tumbuh lebat di lehernya. “Dewi Serigala Langit, berkatilah
Shen Du bersujud di depan Kaisar. Ia dipanggil secara khusus di tengah malam atas peringatan tentang peristiwa bulan berdarah. “Karena kau yang paling pertama memperingatiku. Kau yang harus bertanggung jawab mencegah peristiwa ini terjadi. Sebagai kaisar aku sudah memperketat keamanan. Lalu, apa yang telah kau lakukan?” “Yang Mulia,” ucap Shen Du. “Angkat kepalamu, aku sedang bicara denganmu.” Shen Du kemudian menegakkan tubuhnya. Ia menarik napas sebentar. Ketika ingin berbicara pemimpin departemen sihir dan perbintangan itu merasakan beberapa roh jahat terbang di dekat kaisar. “Yang Mulia, secara spiritual hamba akan mencegah terjadinya peristiwa bulan berdarah hingga Permaisuri Utama akan melahirkan dengan selamat, hanya saja.” “Hanya saja? Apa maksudmu?” “Hamba membutuhkan bantuan. Hamba memiliki kenalan seorang dukun saman terkenal dari Silla yang agung. Park Hwa Rim, dia bisa membantu hamba menekan kekuatan jahat yang mulai memasuki istana.” “Kekuatan jahat sudah masuk?”
Su Yin dan An Ama terkejut ketika sampai di kapal perang, beberapa prajurit Tang melawan serigala dengan ragam warna. Ya, pasukan Yi Gur sebagian bisa mengubah wujud, begitu pula dengan pemimpinnya. “Nyonya, hati-hati,” ucap An Mama ketika dua serigala memandang ke arah mereka. “Tebas langsung ke kepala saja, hiaaat!” Sang permaisuri melompat dan melayangkan pedang ke arah serigala hingga lepas. An Mama mendorong dan membuang binatang itu ke laut. Hal yang sama kemudian dilakukan oleh prajurit Tang yang lain. “Kenapa dia ada di sini?” Perhatian Li Wei teralihkan. Pada saat yang sama Yigur menodongkan belati ke lehernya. “Enak saja, hanya aku yang boleh menyakiti suamiku, hiaaat!” Su Yin berlari dan menghalangi belati Yigur dengan pedangnya. “Kita jumpa lagi, kau datang juga.” Yigur tersenyum. “Kenapa kau tidak menuruti kata-kataku!” Li Wei masih sempat bertanya. “Kita bahas hal itu nanti, selesaikan yang di depan dulu.” Su Yin dan Li Wei bekerja sama melawan Yi