Wanita yang jual mahal memang menantang… tapi yang terlalu jual mahal, justru membuat Adit muak. Dia tak pernah berencana mengencani pengasuhnya itu sebenarnya. Dia cuma penasaran dan hanya ingin bersenang-senang sedikit. Tak disangkanya, pengasuhnya itu malah bertingkah seperti perawan angkuh yang menyangka dirinya terlalu berharga untuk disentuh pria manapun. Bukannya wanita itu yang membuatnya salah paham duluan. Kalau saja waktu itu Rina tak datang ke kamarnya dan mengecup bibirnya, dia takkan berani melangkah terlalu jauh seperti beberapa hari belakangan ini. Lagipula, wanita itu juga sempat membalas saat dia mencumbunya di ruang tamu malam itu. Tidak hanya dia saja yang terlena dan merasakan gairah itu, wanita itu seingatnya juga bereaksi kurang lebih sama. Walaupun memang… dia juga bersalah terlalu mengira Rina juga menikmati apa yang sudah dia rasakan saat memeluk dan mencumbu wanita itu. Sekarang dia harus ingat betul-betul batasannya. Wanita itu tak menyukainya dan jangan
Adit menutup telinganya untuk kesekian kalinya demi melindungi alat pendengarannya itu dari teriakan keras nan melengking anaknya. Total tiga jam sudah anak itu berteriak dan menangis sejadi-jadinya. Sejak dia memberitakan kepergian pengasuhnya, anaknya itu tiba-tiba saja berubah menjadi brutal dan tak bisa ditenangkan. Kamarnya penuh dengan boneka dan mainan yang dilempar kesana kemari... Baju-baju di lemari pun ditariknya paksa keluar sampai mematahkan gantungan baju yang menahan baju-baju itu. Semua sudah mencoba membujuk dan menenangkan anak itu. Semua termasuk Pak Slamet, Mbak Saroh dan bahkan wali kelasnya, Miss Betty. Wanita itu terlihat terkejut melihat perubahan sikap anak didiknya yang terkenal pendiam dan lemah lembut itu. Mereka semua akhirnya menyerah membujuk Moza, karena melihat amarah anak itu yang makin menjadi-jadi saat mereka mencoba melakukannya. Semua akhirnya pada berpulangan meninggalkan Moza yang masih histeris tak terkendalikan. Hanya Mbak Saroh yang ada di s
Rina mengeraskan wajahnya dan mengangguk tanpa berusaha mendebat perkataan Adit. Dia tau betul apapun yang dia lakukan tidak akan bisa memperbaiki ini semua. Adit terlihat begitu yakin akan keputusannya dan itu membuat Rina tak bisa membantah pria itu lagi. Dengan perasaan seperti sedang ditusuk-tusuk oleh ratusan kaktus berduri, Rina membawa barang-barang yang sudah dikepaknya sejak kemarin malam itu. Dia sebetulnya sudah merencanakan pulang setelah pesta Moza selesai. Tak disangkanya, kali ini dia akan pulang ke rumahnya seterusnya dan tak akan bisa kembali ke tempat ini lagi. Betapa dia ingin memeluk dan menciumi anak asuhnya untuk terakhir kali. Tapi dia tau itu bukanlah ide yang bagus. Adit benar... anak asuhnya itu lebih baik tidak melihat saat dia pergi supaya tidak merusak momen kebahagiaan anak itu. Adit bahkan tak mau melihat Rina saat wanita itu keluar dari pintu depan menuju pintu gerbang keluar dengan sepeda motornya. Dia telah benar-benar kecewa dengan kelancangan wan
Sejam berlalu tapi ketukan dari luar pintu rumah Rina tak berhenti juga. Semakin lama malah semakin keras bunyinya. Gara-gara itu, ngapa-ngapain pun Rina nggak bisa. Suara ketukan itu terdengar beruntun dan sangat mengganggu. "Mbak Rina... ada tamunya lho di luar. Mbak ada di dalam kan?" Terdengar suara salah satu tetangganya ikut-ikutan menggedor rumahnya.Karena sungkan, Rina akhirnya membuka pintu rumahnya dengan enggan."Ya ampun mbak... sampeyan di dalam to?! Kok nggak dibukain to pintunya dari tadi? Ini tamunya... ngetuk-ngetuk terus dari tadi sampai banyak yang keluar dikira ada apaan?!" Komplain tetangganya itu diikuti tatapan sebal dari tetangga yang lain, yang tampaknya juga terganggu dengan suara gedoran pintu yang dilakukan Adit. Maklumlah Rina tinggal di rumah yang terletak di gang kecil dan berdempetan satu sama lain. Jadi suara keras sedikitpun, pasti langsung terdengar sampai ke tetangga.Melihat banyak yang membelanya, Adit terse
"Bagus! Gara-gara kamu... Miss Betty jadi sakit hati! Kenapa sih nggak bisa satu kali saja kamu nggak menyerang orang sesuka hatimu! Kalau memang sifatmu selalu sinis sama orang lain, mbok ya liat-liat dulu lagi ngomong sama sapa. Miss Betty itu wali kelasnya Moza, jangan gara-gara kamu nanti Moza jadi dapat masalah di sekolah!" semprot Adit begitu masuk. Dia tak menyangka baru satu hari saja pengasuhnya itu masuk kerja lagi, dia sudah membuat masalah. "Tapi pa... Miss Betty memang aneh! Masak tiap hari selalu mampir. Moza sudah selesai ngerjain PR pun, selalu saja maksa tinggal di rumah kita sampai malam," celetuk Moza ikut-ikutan membela Rina."Hush Moz... nggak boleh gitu! Saya memang salah pak. Saya terlalu sensitif mungkin tadi gara-gara melihat anak asuh saya terlalu diperhatikan wanita lain yang tak begitu saya kenal." Itu bohong dan dia tahu itu. Sikapnya tadi lebih condong karena sikap si wali kelas itu pada bosnya."Aduh... nggak tau l
Adit membetulkan letak peralatan makannya sambil dengan gelisah menunggu teman kencannya datang. Ini memang bukan pertama kalinya dia mengajak wanita kencan. Tapi yang ini lain. Kali ini dia mengencani wali murid anaknya sendiri yang notabene adalah perempuan baik-baik dan beda dengan teman-teman kencannya selama ini.Jam tujuh lewat lima menit, Adit melihat mobil si wali kelas memasuki area parkir. Pintu mobil itu terbuka dan menampilkan kaki indah nan jenjang milik Miss Betty beserta sepatu hak tinggi sepuluh centi miliknya yang berwarna perak dengan hiasan permata kecil di sepanjang tali sepatu tersebut.Pemandangan itu tentu saja mengejutkan Adit dan menarik perhatian mata para pria yang sedang berada di sekitar area parkir. Ditambah lagi, wanita itu keluar dari mobilnya dengan gaun hitam ketat di atas lutut, yang bagian atas bajunya terlihat terbuka sampai ke bawah dan hampir mempertontonkan keseluruhan bagian atas wanita itu dengan sangat gamblangnya. Adit be
"Pulang subuh katanya Miss Pak Aditnya. Mau nonton dulu katanya trus jalan-jalan," seru Pak Slamet setelah menutup telpon dari majikannya. Rina tak suka dengan apa yang baru saja didengarnya. Dia sudah memperingatkan bosnya berkali-kali kalau Miss Betty itu bukanlah wanita polos dan sopan, seperti apa yang selalu diperlihatkannya pada semua orang di sekolah. Rina mengatakan itu bukan tanpa sebab. Siang hari saat menjemput Moza dari sekolah, Rina menyempatkan diri untuk menemui Miss Betty untuk meminta maaf. Dia mencari ke ruang guru, tapi wanita itu tak ada di sana. Rina pun menyuruh Moza untuk menunggu di dalam mobil supaya dia bisa mencari Miss Betty dan menuntaskan masalahnya dengan wali kelas anak asuhnya itu secepatnya. Dia juga khawatir kalau wanita itu menggunakan sakit hatinya dan mempersulit Moza di sekolah.Sayangnya dia mencari kemana pun, wanita itu tak kelihatan batang hidungnya, padahal mobil wanita itu masih terlihat terparkir di area par
Rina menunggu di depan gerbang sekolah yang tertutup bersama para ibu-ibu dan pengasuh yang menunggu anak dan anak asuh mereka keluar dari kelas mereka masing-masing.Karena sinar matahari yang terik, Rina duduk di bangku yang terletak di bawah pohon, bersama dua ibu yang juga sedang menunggu anak mereka."Anaknya kelas berapa Mbak?!" tanya seorang ibu yang berbadan tambun sambil membenahi lipstiknya yang hampir memudar."Anak asuh bu. Masih kelas dua," jawab Rina dengan tersenyum."Oh... yang wali kelasnya Miss Betty itu ya?!" sahut si ibu kurus ikut-ikutan nimbrung."Iya Miss Betty.""Wah ati-ati aja kalau uda kena Miss Betty. Kalau sekali dia nggak seneng sama kita atau anak kita, pasti nilainya sering dikurangin!" seru si ibu tambun dengan raut wajah serius.Si ibu kurus tadi ikut mengangguk dan berkata, "Iya... anakku dulu juga pernah diajar Miss Betty pas kelas dua. Eh... masak gara-gara anak saya lupa bawa kado ul