Maha begitu senang saat mendengar kabar dari Arjuna dan Akash tentang tanah yang berhasil jatuh ke tangan mereka. Apalagi saat Arjuna mengatakan pembayaran telah diselesaikan dan notaris sedang mengurus akta balik nama kepemilikan tanah itu pada Nania.
Maha berkali-kali mengucapkan terima kasih pada kedua saudaranya itu. Tidak ada hal lain yang bisa dia lakukan kecuali mengucapkan terima kasih. Kini… paket hantaran dan hadiah pernikahan untuk Nania telah lengkap, pikirnya.
Tiga hari lagi, tepat dua hari sebelum akad nikah digelar, surat-surat itu bisa diambil di notaris, dan artinya, dia tidak lagi punya beban dan hutang janji tersirat pada si calon penghuni hati.
***
Tiga hari berlalu…
Nania memutuskan kembali
Akash menarik napas panjang, lalu menatap Asha dalam. “Ternyata selama hampir dua tahun menikah, aku gak pernah ngasi apapun ke kamu.”Asha mengerjap. “Mas ngomong apa sih? Kamu sudah ngasi aku banyak hal tahu,” ujarnya.Namun Akash menggeleng, wajahnya dipenuhi rasa bersalah. “Maafin aku ya,” lirihnya. “Sebagai gantinya, aku akan beli apapun untukmu hari ini, oke.”Asha terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca, hatinya tersentuh dengan ucapan Akash, tapi tidak lama dia menggeleng pelan. “Mas, aku gak perlu hadiah apapun, aku sudah bahagia bisa memiliki kamu yang penuh tanggung jawab dan kasih, kehadiran Atha juga adalah hadiah yang tak ternilai untukku,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca. “Jadi, gak usah kasi hadiah apapun, cukup tetap seperti ini, bisa ka
Semua tamu melihat ke arah sumber suara, dimana Yoga bertabrakan dengan seorang tamu lain dan mengakibatkan piring yang dibawa tamu itu jatuh dan pecah. Saat tamu wanita itu berjongkok untuk mengumpulkan serpihan pecahan kaca, Yoga justru berjalan menjauh meninggalkannya tanpa berkata apapun.Seorang petugas kebersihan mendekat dan meminta tamu wanita itu berdiri, sementara ia membersihkan kekacauan di lantai dan memastikan kalau tidak ada pecahan kaca yang tertinggal hingga mencelakai orang lain.Akash dan Asha yang melihat dari kejauhan mengerutkan kening dan saling tatap. “Sepertinya dia kaget lihat perempuan yang dia taksir ternyata sudah menikah dan punya anak,” celetuk Akash.Asha kembali mengernyitkan keningnya. “Emang siapa?” tanyanya tidak paham.“Kamu sayang, kelihatannya dia naksir kamu tuh, terus mungkin kaget karena lihat kamu ternyata sudah menikah.” Asha mengerjap pelan, dia tidak terlihat terkejut sama sekali. Dan hal itu membuat Akash justru malah berpikir kalau Asha
Langit Jakarta berwarna biru cerah dengan sedikit gumpalan awan putih. Nania dan Maha berdiri di depan rumah, koper mereka sudah tersusun rapi di bagasi mobil. Supir yang akan mengantar mereka, Pak Arman, membuka pintu belakang dengan ramah.Maha membantu Nania masuk terlebih dahulu sebelum ia menyusul duduk di sampingnya. Begitu pintu tertutup, mobil perlahan melaju meninggalkan hiruk-pikuk ibu kota. Sepanjang perjalanan, Nania bersandar di bahu suaminya, sementara Maha tidak melepaskan tangan Nania dari genggamannya.Pak Arman, yang sesekali melirik melalui spion depan, tersenyum tipis setiap kali melihat interaksi mereka. Dia sudah cukup lama ikut dengan keluarga Kurniawan. Biasanya hanya diminta mengantar Amerta ke sana kemari, baru kali ini dia mengantar putra kedua Amerta dan itu pun dalam perjalanan cukup jauh.
Nania perlahan membuka mata, merasakan detak jantung yang teratur di dadanya. Maha memeluknya erat dari belakang, lengan hangatnya melingkari pinggang Nania–erat, seolah khawatir kalau Nania akan pergi bila pelukan itu lepas.Aroma lembut tubuh suaminya bercampur membuat Nania merasa aman dan nyaman. Ia mengingat malam panjang yang mereka lalui—penuh bisikan, ucapan cinta, dan tatapan mata yang seolah berbicara tanpa kata. Pipinya memerah saat mengingat semua adegan semalam.Nania memutar badannya perlahan hingga ia bisa melihat Maha dengan jelas. Dua sudut bibirnya tertarik, sebuah lengkung bulan sabit terbit disana. Nania memainkan jarinya di pipi dan bibir Maha, kata ‘i love you’ yang diucapkan Maha semalam benar-benar seperti menghipnotisnya.Maha terbangun saat merasakan sentuhan di pipi
Be wise! Adegan 21+*Klik!Pintu kamar mandi terbuka, Maha yang berdiri di depan pintu tertegun melihat penampilan Nania saat itu. Rambutnya digerai, wajahnya dipoles minimalis, bibirnya sedikit basah, wangi parfum menguar.Kulit putih bersih Nania tertutup lingerie hitam dengan tali spageti di bagian bahu. Malam ini, wanita itu tampil seksi di hadapan Maha. Terlalu seksi untuk diabaikan.“Nan, kamu…” kalimat Maha terhenti, ia meneguk salivanya kasar saat Nania berjalan mendekat ke arahnya. Senyum wanita begitu menggoda. Mata keduanya bertemu, seperti saling menginginkan.CupNania mengecup pelan bibir Maha, pelan d
Nania tidak lekas menjawab pertanyaan Maha, ia malah tersenyum tipis melihat reaksi Maha. Ia ambil sesendok soto dan menyuapkannya pada Maha.“Warung Pak Ma’ruf, 10 tahun lalu. Kak Maha lagi makan siang bareng teman-teman kakak, menunya Soto Betawi, tapi waktu itu sotonya kurang satu mangkok. Teman-teman Kak Maha gak ada yang mau ngalah, kebetulan waktu itu aku juga di warung yang sama nemenin teman aku makan siang. Aku niatnya mau makan soto yang dibawa dari rumah, tapi karena Kak Maha kehabisan, jadi sotonya aku kasi ke Kakak, tapi pakai mangkok Pak Ma’ruf.”Maha mengerjap, ia masih menerima suapan Nania dan mengunyahnya pelan sambil mendengarkan wanita itu bercerita.“Jadi…” “Jadi, soto yang Kak Maha makan waktu itu buatan Bunda. Dan ini, sotonya juga pakai resep dari Bunda,” potong Nania.Sejak tadi senyum di wajahnya tidak pernah lindap. Ia tersenyum manis dan itu membuat Maha tidak tahan memberikan sebuah kecupan di pipi kanannya.“Aduuuuh, lagi makan disuguhi adegan romantis,”