Keesokan harinya, Ragil dan Gutomo dalam perjalanan menuju ruang rawat Sera dan Arsya. Mereka berjalan dengan di iringi oleh beberapa bodyguard milik Gutomo, untung saja orang-orang di sini tak melihat aneh ke arah mereka berdua. Sebab di sini hal biasa melihat orang penting di jaga dengan bodyguard dalam jumlah yang banyak.
Sampai akhirnya mereka sampai di depan ruang rawat Arsya dan Sera, Ragil membuka pintu dan ia pun bersama dengan Gutomo. Sementara bodyguard berada di luar bersama dengan bodyguard Giory dan Louwen. Entah dari kapan mereka semua datang ke sini, tapi itu bagus untuk menjaga keamanan Sera dan Arsya.
"Ragil?" ujar Sera dari dalam saat melihat Ragil berjalan masuk bersama dengan seorang laki-laki yang sangat asing di matanya.
"Gimana kabar kalian?" tanya Ragil sembari meletakkan buah tangan yang ia bawa tadi ke atas nakas.
"Baik," jawab Arsya dan Sera bersamaa
Kini Reta dan Gutomo berada di taman rumah sakit, hanya berdua saja. Arsya, Sera, dan Ragil berada di ruang rawat yang tadi. Setelah berkata kepada Arsya dan yang lain bahwa mereka saling kenal, Reta mengajak Gutomo untuk berbicara hal yang sangat penting. Itu pun mereka bisa berduaan karena mendapatkan ijin dari Arsya.Awalnya Arsya tak memperbolehkan mereka pergi keluar, tapi Reta membujuk Arsya dengan berbagai macam cara agar Arsya mengizinkan mereka. Ia tau jika Arsya takut terjadi apa-apa dengan dirinya, apalagi ini luar negeri dan musuh masih berkeliaran. Terhitung sudah 5 menit ia dan Gutomo duduk berdua di sini, melihat orang-orang berlalu lalang sembari mendorong kursi roda yang berisi pasien."Kamu mengenal Arsya dari mana?" tanya Reta."Dia anakmu, mana mungkin aku tak tau," jawab Gutomo."Tapi sepertinya kalian tadi sudah dekat, sedangkan aku baru melihat kau
3 hari kemudian Arsya dan Sera sudah diperbolehkan pulang, sebenarnya hanya Sera yang diperbolehkan. Namun Arsya tetap kekeh ingin pulang, dan akhirnya diijinkan oleh dokter. Arsya pun harus beristirahat agar lukanya cepat kering, dan sekarang ia dan Sera berada di dalam pesawat.Gutomo dan Ragil pun ikut satu pesawat dengan mereka, Reta pun duduk bersama dengan Gutomo dan Ragil duduk di belakang. Intinya Sera dan Arsya duduk bersama, di pesawat ini pun hanya ada mereka tak ada lagi penumpang asing. Penerbangan kali ini Gutomo lah yang mengurus semua dari awal."Setelah ini kita akan tinggal di mana?" tanya Sera."Di apartemen aja, jangan kembali ke mansion. Takutnya mafia itu kembali lagi," balas Arsya."Semoga aja semua ini segera berakhir, aku capek banget. Lagi pula kita udah tau semuanya yang belum terkuak sudah kita ketahui," ucap Sera."Aku pu
Tak terasa Sera dan Arsya sudah sampai setelah perjalanan jauh mereka untuk kembali pulang ke dalam negeri. Kini mereka turun dari bandara dan berjalan menuju mobil jemputan, mereka semua memakai pakaian serba tertutup dan berjalan depan belakang.Untung saja Arsya sudah bisa berjalan seperti orang pada umumnya, hanya saja Sera masih sedikit kesakitan jika digunakan untuk berjalan terlalu lama. Sampai akhirnya mereka masuk ke dalam mobil, Arsya dan Sera duduk bersama sedangkan Ragil duduk di sebelah supir. Reta dan Gutomo menaiki mobil di belakang."Kalian mau ke mana terlebih dahulu? Atau istirahat di apartemen saja?" tawar Ragil."Bunda sama Om Gutomo mau ke mana dulu?" tanya Arsya."Mereka langsung datang ke tempat kejadian untuk melihat perkembangannya," jawab Ragil."Kita ikut mereka saja," jawab Arsya."Jangan, kau ha
Sementara Reta dan Gutomo berada di tempat kejadian di mana bom itu meledak. Dari kejauhan mereka melihat orang-orang meminggirkan puing-puing bangunan, ada juga yang menggotong korban yang baru di temukan. Jika melihat ini membuat Reta ingin menangis, tanah yang luas ini hanya diisi dengan puing-puing bangunan saja.Gutomo berdiri di samping Reta, matahari yang menyilaukan ini membuat ia menyipitkan mata. Semua orang ke sana kemari, petugas medis berada di sudut untuk memberikan pertolongan pertama kepada korban. Banyak sekali orang yang terjebak di sana, belum lagi bodyguard keluarga Giory dan anggota 2 mafia sekaligus."Aku ingin mencari keberadaan Alif," ucap Reta."Jangan ke sana, bahaya," cegah Gutomo."Mereka tak menemukan Alif, dia kesakitan kalau tak segera diselamatkan," ujar Reta."Puing-puing itu bisa saja jatuh ke bawah, biarlah mereka y
Sera berada di dalam rumah sakit, ia menemani Lia yang seorang diri berada di ruang rawat Robet. Arsya tak ikut dengan dirinya, sebab dia harus istirahat. Robet koma dan entah kapan dia bisa bangun dari masa komanya. Sera dan Lia duduk di sofa yang letaknya cukup jauh dari ranjang Robet.Ingin sekali Sera memangis melihat keadaan Robet, tapi ia harus menguatkan Lia. Dokter berkata bahwa besar kemungkinan Robet tak akan bangun, dan itu membuat mereka berdua merasa dwon dan putus asa. Sera tak mau merasakan yang namanya kehilangan lagi. Ia masih ingin menikmati waktu bersama dengan kedua orang tua kandungnya."Sera, papa kamu pasti sembuh' kan?" tanya Lia dengan suara parau."Pasti ma, papa akan bangun sebentar lagi," ucap Sera dengan nada yakin."Mama tenang, jangan menangis lagi. Sera enggak kuat kalau ngeliat mama nangis," ucap Sera.Lia mengangguk
Seperti apa yang dikatakan tadi, Arsya berada di lokasi kejadian bersama dengan Gutomo dan Reta. Mereka masih mengharapkan kabar baik dari para pencari korban, mereka menunggu di tenda darurat. Rian sudah di temukan, dia berhasil lompat dari bangunan itu. Sialnya, belakang bangunan itu langsung menuju jurang.Tapi syukur, Rian bisa selamat dan hanya mendapatkan luka akibat berbenturan dengan banyaknya pohon-pohon besar. Ini sungguh keajaiban dan Reta sangat bersyukur mendapati Informasi bahwa adiknya itu baik-baik saja. Arsya duduk di kursi yang ada di sana, ia terus merapalkan do'a berharap Alif akan datang dalam keadaan selamat."Bunda duduk dulu, jangan mondar-mandir," cegah Arsya."Bunda enggak tenang, semuanya sudah di temukan tapi ayah kamu belum," balas Reta dengan nafas gusar."Ayah akan secepatnya di temukan, Arsya mohon bunda tenang dulu. Bukankah bunda yang bilang j
Sera masuk ke dalam apartemen, ia ke kamar dan tak menemukan siapa-siapa. Di mana Arsya? Bukankah sewaktu ia pergi Arsya tengah tidur, ia mencoba berpikir positif mungkin Arsya berada di kamar mandi. Ia segera masuk ke dalam kamar mandi tak menemukan siapapun."Arsya?""Arsya?"Panggil Sera berulang kali, dan ia menyerah mencari keberadaan Arsya. Tiba-tiba saja ada suara derap langkah kaki yang tampak tergesa-gesa, ia segera keluar dari dalam kamar dan mendapati Arsya memakai jaket dengan nafas terengah-engah. Sekarang ia tau jika Arsya habis pergi dari sini."Habis dari mana?" tanya Sera tanpa ekspresi.Sedangkan Arsya yang tampak takut pun hanya bisa melihat Sera dengan senyuman berharap akan luluh. "Habis cari ayah," jawab Arsya pelan."Bukankah sudah aku suruh kau untuk beristirahat? Memangnya ucapanku tak lagi penting buat kamu? I
Arsya dan Sera berada di rumah Rian, mereka dikabari oleh asisten pribadi Rian bahwa Rafa sakit. Akhirnya mereka memutuskan untuk datang ke sini guna merawat Rafa. Ia kasihan dengan Rafa, anak sekecil itu harus mendapatkan ujian seberat ini. Sekarang Rian berjuang antara hidup dan mati, pantas saja Rafa sakit.Dengan telaten Sera mengelus kepala Rafa yang dipenuhi oleh peluh, Rafa sudah tertidur setelah rewel cukup lama. Apalagi berhari-hari dia tak melihat wajah Rian sama sekali, mengingat ini semua membuat Arsya dan Sera merasa sedih. Rafa demam tinggi, kulitnya memerah karena cuaca dingin."Rafa harus sembuh, nanti kakak ajak ketemu papa kamu," lirih Sera menatap mata yang tertutup itu."Biarkan Rafa istirahat, kita keluar dulu," ajak Arsya.Sera menggeleng pelan. "Kamu aja yang keluar, nanti sewaktu-waktu Rafa bangun dan nangis," jawab Sera sembari berbaring di samping Raf