Arsya dan Sera masuk kedalam dengan langkah pasti. Seketika bau harum yang sulit digambarkan masuk kedalam indra penciuman mereka. Mereka berjalan di belakang Rian, mansion ini sangat besar dan juga terdapat beberapa kepala tengkorak yang menempel didinding. Bulu kuduk mereka merinding, suasana gelap hanya ada penerangan dari lampu berwarna kuning dan merah.
"Jangan mengajak kami jalan terus menerus! Istriku kecapean!" ujar Arsya setengah sebal.
Rian berhenti dan berbalik badan lalu dia tertawa kecil, "Baiklah, sekarang ikuti saya," ujarnya lalu berjalan kesampean dan menekan tombol yang tertempel didinding.
Seketika tembok itu bergeser menjadi dua bagian, terpampang lah ruangan didalam sana. Langsung saja mereka masuk kedalam dan tembok itu tertutup kembali. Arsya mengamati ruangan ini, terdapat meja panjang lengkap dengan kursinya. Arsya menarik salah satu kursi dan menyuruhnya Sera untuk duduk. Lalu
Sera dan Arsya berada di rooftop kantor. Mereka melihat gedung-gedung tinggi yang berjejer dengan rapi. Cuacanya agak mendung namun anginnya tetap kencang hingga membuat rambut Sera berantakan. Mereka duduk di salah satu bangku yang ada disana. Tenang saja, mereka tak berada di pinggir."Disini sejuk sekali," celetuk Sera."Bagimana kalau kita turun? Sepertinya akan turun hujan," usul Arsya. Mereka berada disini sejak setengah jam yang lalu."Sebentar saja," ucap Sera. Disini terlalu menyenangkan dan menenangkan jadi ia sangat betah jika harus berlama-lama disini.Tiba-tiba saja Citra dan Rama datang dan membuat Sera dan Arsya langsung berdiri. Sera menatap mamanya, apa yang membuat mamanya berada disini dan sepertinya mamanya tengah marah sekarang namun sebab apa?."Ada apa ma?" tanya Sera mencoba bersikap tenang."Apa mam
Dihutan belakang mansion terdapat Rian dan Hesa yang tengah bertengkar, Arsya dan Sera tetap melihatnya dari balik pohon. Mereka bingung apa yang sebenarnya kedua orang itu perdebatkan. Rian dan Hesa saling pukul hingga menimbulkan suara nyaring."Ada sebenarnya?" tanya Sera, dan mengapa mereka bisa berada disini."Lebih baik kita kesana," ucap Arsya ingin berjalan kedepan namun tangannya ditarik oleh Sera."Bahaya Arsya!" peringat Sera."Ngak apa-apa," ucap Arsya lalu pergi berjalan kedepan.Sera membuang nafas sebal, tak urung dirinya juga mengikuti Arsya dari belakang. Seketika dua orang yang bertengkar tadi berhenti dan melihat kearah Arsya. Sedangkan yang dilihat hanya diam sembari bersedekap dada, bahkan ia juga merangkul pundak Sera."Mengapa kalian bertengkar disini?" tanya Arsya dengan nada santai.&nb
Rian melihat Liora berada didalam pabrik tua itu, yang lebih parahnya lagi Liora tengah berciuman dengan seorang lelaki dengan posisi yang lumayan panas. Rian menyeringai, ternyata begini kelakuan Liora yang tak diketahui oleh keluarga Louwen."Ternyata Sera benar, kau wanita kotor Liora!" ucap Rian penuh penekanan."Tutup mulutmu sialan!" Liora berdiri dan menatap pria yang sudah berumur 30 tahun itu."Wow! Mengapa berhenti? Lanjutkan saja." Rian tertawa kecil melihat tingkah anak muda dihadapannya ini.Sekarang wajah Liora terlihat marah, juga seorang lelaki yang bersamanya disini tadi. Liora tak menyangka jika Rian akan datang kesini. Tentu saja Liora tau siapa Rian sebenarnya, jadi kedatangan lelaki itu membuat dirinya sedikit takut. Apalagi melihat wajah Rian yang seolah-olah tengah mengejeknya membuat dirinya geram."Pergi dari sini!" ucap lela
Mobil yang Arsya dan Sera tumpangi berhenti tepat di pekarangan rumah sakit. Arsya mengenyritkan alisnya bingung, mengapa Rian mengajaknya pergi kesini. Lantas mereka keluar dengan menggunakan masker. Arsya mengikuti Rian yang mulai masuk kedalam rumah sakit.Arsya hanya diam, ia ingin bertanya mengapa mereka kesini namun ragu. Lebih baik ia memendam pertanyaannya saja, Arsya berhenti dikarenakan Rian berhenti berjalan. Kini posisi mereka berada didepan pintu berwarna hitam. Dapat Arsya lihat jika Rian ragu-ragu ingin membuka pintu."Lebih baik kita pulang saja," usul Arsya.Rian menatap keponakannya itu, "Lebih baik masuk, katanya mau bertemu dengan istri saya?"Rian membuka pintu, lalu masuk kedalam. Dapat Arsya lihat jika ada seorang perempuan yang terbaring lemah diranjang rumah sakit dengan berbagai alat-alat yang menempel di tubuhnya. Arsya berjalan mendekat dan melihat wajah
Sera terbangun dari tidurnya, perempuan itu menggeliat kecil dan menoleh kesamping. Dimana Arsya? Mengapa kasurnya kosong?. Sera turun dan merapikan selimutnya, lalu dirinya membuka korden. Seketika cahaya matahari masuk kedalam membuat Sera menyipitkan matanya."Arsya?" panggil Sera, perempuan itu melihat ke sekeliling namun tak menemukan tanda-tanda keberadaan Arsya.Sedangkan kini Arsya berada dibalik tembok, ia mengendap-endap berjalan kearah Sera dan langsung menutup mata perempuan itu. Sera mencoba melepaskan tangan kekar yang saat ini menutup matanya."Arsya lepasin," ucap Sera sebal.Arsya melepaskan tangannya dan mencium pipi Sera dengan gerakan cepat membuat perempuan itu menggeruru sebal. Namun dengan cepat, Arsya mencubit pipi Sera dengan gemas. Arsya sudah mandi, kini giliran Sera yang mandi. Sekarang lelaki itu berdiri di depan kaca dengan membawa secangkir teh hangat,
Arsya berjalan memasuki kantor Sera, namun dirinya tak menemukan keberadaan perempuan itu. Dimana Sera? Arsya berjalan kesegala arah dan tak menemukan keberadaan Sera. Lelaki itu memutuskan untuk duduk dikursi dan mengambil HP yang berada disaku jasnya.Terdapat pesan yang belum dirinya baca semenjak 15 menit yang lalu, langsung saja Arsya membukanya dan membacanya. Ternyata pesan itu dari Sera, setelah membaca pesannya Arsya menghela nafas. Pesan itu berisi Sera pamitan akan berangkat ke Kanada. Arsya tak bisa menyusulnya dikarenakan pesawat yang Sera naiki sudah terbang sejak 5 menit yang lalu."Lebih baik aku juga berangkat ke Jepang," batin Arsya lalu berdiri. Lelaki itu keluar sembari menelfon asistennya supaya menyiapkan keperluannya selama di Jepang nanti.MobilKini Arsya sudah berada didalam mobil, sedari tadi ia tak bisa menghubungi Sera. Mungkin istrinya itu tengah berist
Keesokan harinya Arsya berada didalam Kantor milik keluarganya yang ada di Jepang. Lelaki itu duduk dikursi kerja, tadi sewaktu ia sampai kesini ada beberapa sambutan dari karyawan atas kedatangannya kesini. Mayoritas para karyawan disini bisa berbahasa Indonesia, ada juga orang Indonesia yang dipindah kesini.Tadi Arsya juga sempat meeting sebentar dengan orang kepercayaan keluarganya yang ditugaskan untuk mengurus perusahaan ini. Syukurlah bener masalah disini dapat diselesaikan, tinggal mengurus beberapa masalah lagi. Tiba-tiba saja Niko masuk kedalam ruangan dengan membawa beberapa berkas."Taun muda tanda tangan saja, biar yang lain saya yang melihatnya." Niko meletakkan berkas itu keatas meja Arsya.Sedangkan Arsya mengangguk, "Apakah aku akan berada disini terus?" tanyanya.Niko menggeleng, "1 jam lagi anda akan bertemu dengan klien Jepang bersama dengan Toni," jawabnya
Arsya terperanjat kaget kala mendengar suara nyaring itu. Dirinya melihat ke depan dan mendapati kaca jendelanya sudah hancur berkeping-keping. Dengan gerakan pasti ia berjalan kedepan dengan langkah hati-hati. Dirinya menemukan secarik kertas, langsung saja ia ambil dan memasukkan kertas itu kedalam sakunya.Arsya keluar dikarenakan terdengar suara ketukan pintu, setelah membuka ia melihat ada beberapa karyawan hotel berdiri di depan pintu. Ternyata mereka menanyakan apa yang terjadi, Arsya berfikir sejenak. Dirinya bingung harus menjawab apa."Sepertinya ada orang iseng yang lempar batu kearah kaca jendela saya," ucap Arsya, tentunya dengan menggunakan bahasa Jepang yang sangat fasih. Gini-gini Arsya jago berbicara banyak bahasa, jadi tak perlu diragukan lagi kemampuannya."Biar petugas hotel yang membersihkannya."Arsya menggeleng, "Tak perlu, asisten saya yang akan membereskanny