"Kamu gak bisa? Kenapa?"Aku membuang napas kasar. Tidak mungkin jujur pada Akbar kalau sebenarnya aku tidak akan menjalani tugas sebagai istri karena hati ini hanya untuk Gio seorang.Mungkin kata orang aku akan dikutuk malaikat karena menolak ajakan suami. Entahlah, Dian memang sangat aku butuhkan untuk saat ini."Kenapa gak bisa, Ayu?" Kali ini Akbar bertanya penuh penekanan."Ya gak bisa, By."Akbar berdecih, aku tahu dia sangat kecewa perihal penolakan ini. Andai saja tidak ada kisah dengan Gio, aku akan dengan mudah menerimanya sebagai suami.Cintai tidak bisa dipaksa, hati pun tak bisa dikelabui."Gak bisanya karena apa? Apa kamu masih belum bisa nerima aku sebagai suamimu atau karena ada orang di masa lalu yang masih terus mengusikmu? Katakan, Ayu!".Aku menggigit bibir menahan tangis agar tidak tumpah tepat ketika Akbar menggoyang-goyangkan bahuku. Namun, semua sia-sia karena sekarang tangis telah meledak.Sepertinya aku memang harus bersandiwara juga malam ini agar bisa lolo
Setelah memasak nasi goreng kesukaan Gio, aku lekas menaruhnya ke dalam rantang serta lauk ayam dan juga sosis. Keperluan dapur sudah lengkap karena Akbar katanya bisa makan yang so food jadi tinggal goreng saja.Sebenarnya tadi niat masak dulu baru mandi, tetapi karena merasa gerah, jadi mandi dulu baru memasak. Untung rumah ini dilengkapi AC jadi tidak akan berkeringat. Masalah rumah mah tinggal disapu juga bersih, tidak harus mengepel.Aku membuang napas kasar, saat melirik ke jam dinding, rupanya sudah menunjuk angka sepuluh. Berarti sebentar lagi perut Gio akan keroncongan, kemudian setelah melihat apa yang aku bawa, dia tidak akan menolak."Assalamualaikum!""Itu pasti Dian!" gumamku berlari kecil ke depan. Ketika daun pintu sudah terbuka, aku melihat sosok perempuan yang selalu memakai jilbab ke mana pun. "Wa'alaikumussalam. Masuk gih!""Abis ngapain?"Yup, itu merupakan pertanyaan basa-basi karena aku bukan sedang memakai daster seperti istri pada umumnya melainkan pakaian unt
"Allahumma inni as'aluka bihaibati wabisathwati jalaalika an taj'ala mahabbaty Gio Syaputra bin Setiawan wa an tulqil mawaddata wal mahabbata fi qalbihi wa 'athfihi 'alayya bifadhlika yaa kariim."Tangan masih menengadah ke langit, aku menghela napas panjang, lalu melanjutkan rapalan doa."Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu, berkah wibawa keagungan-Mu dan amukan keluhuran-Mu, agar engkau jadikan kecintaan di dalam hati Gio Syaputra bin Setiawan. Dan resapkanlah kecintaan dan kasih sayang terhadapku di dalam hatinya. Dan cenderungkan ia padaku lewat anugrah-Mu. Wahai dzat Yang Maha Mulia."Setelah mengusap wajah, aku langsung melipat mukenah. Baru kali ini aku telat melaksanakan salat asar gara-gara tidur kelamaan. Habis bagaimana lagi, mimpi tadi siang terlalu indah.Sebuah mimpi di mana aku dan Gio berdiri di atas pelaminan yang sangat indah. Kursinya terbuat dari emas sementara para tetamu nampak bahagia dengan hidangan yang kami suguhkan.Rasanya bait-bait doa tidak lengk
"Dengan Dian. Besok aku mau berkunjung ke rumahnya. Apa boleh?"Akbar sedikit berpikir, tetapi aku tetap menunggu keputusannya. Walau tidak diizinkan, kaki harus melangkah pergi entah ke mana. Aku merasa hidup tidak berguna lagi begitu takdir memisahkan sepasang kekasih yang berangan hidup bersama.Rasa sedih begitu membelenggu jiwa padahal jujur dalam salat aku selalu berdoa kepada Allah agar hati ini lapang serta sabar menerima kehadiran Akbar. Aku juga meminta agar bisa melupakan Gio, tetapi sepertinya semua butuh waktu.Aku tidak boleh menagih Tuhan untuk menyegerakan keinginanku karena Dia tidak pernah salah dalam menentukan takdir. Akan tetapi, apakah salah kalau Gio tidak pernah luput dari ingatan?"Bisa. Cuman jangan lama-lama di rumah orang. Gak enak, siapa tahu dia juga ada keperluan di luar sana," jawab Akbar akhirnya."Iya.""Kok mukanya sedih begitu? Apa ada masalah? Kalau memang ada, cerita dong!"Aku hanya melirik Akbar sekilas yang sedang memakai kaos rumahan. Hati res
Rindu, Cinta dan LukaBy: Ayu SyafitriRinduDia hadirMengalahkan derasnya hujanNamun, tidak berhasil mengusikmuApakah hatimu telah beku?Matamu telah buta?Ada apa?Terluka?Bukan!Aku tahu!Kamu mengedepankan egoAgar dapat membunuh perasaanmuAku bukan terobsesi padamuMelainkan sedang berusahaMenyulam rinduUntukmuAkuMasih mencintaimuWalau raga iniTak lagi nampak olehmu~~~"Kamu gak mau ambil fotomu? Soalnya aku mau hapus di sini.""Bukan hanya di galeri, aku juga akan menghapus namamu di hati dan doaku.""Tentu, aku tetap akan mendoakan kebahagiaanmu dengan Akbar."Kalimat Gio terngiang-ngiang dalam pikiran padahal bukan inginku untuk bertemu dengannya pagi tadi setelah kepergian Akbar. Mungkin karena melihat aku tadi malam, dia semakin sadar kalau perempuan yang dicintainya memang pantas untuk lelaki lain.Gio salah, aku pantas dan ditakdirkan untuknya bukan dengan lelaki lain. Hanya saja semua butuh waktu dan proses, aku percaya itu.Aku merasa tulang-tulangku lemah se
PoV Akbar___"Pasti Ayu nungguin, nih. Mana ponselnya gak aktif lagi!" gumamku sambil menambah kecepatan mobil karena tidak sabar mau sampai ke rumah.Sejak sore tadi akun Whats*pp-nya tidak aktif, ditelepon juga tidak tersambung. Itulah mengapa sejak awal aku ingin Mbok Marni kerja di rumah karena kalau ada apa-apa dia bisa mengabari.Sekarang kami sudah rasakan akibatnya. Ayu sama sekali tidak ada kabar, aku khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di rumah. Aku juga memaksa diri untuk lembur gara-gara sibuk dengan prasangka baik.Mungkin sebaiknya aku juga meminta nomor Dian nanti biar kalau Ayu menghilang di sosial media lagi, aku bisa bertanya padanya. Ah, semoga saja prasangkaku kalau dia memang sibuk belanja atau menonton.Berulang kali aku klakson, tetapi pintu gerbang tidak juga dibuka. Mau tidak mau aku harus turun, setelah itu berlari masuk rumah meninggalkan mobil di luar begitu melihat lampu tidak ada yang menyala."Apa jangan-jangan Ayu pingsan?" tanyaku khawatir
PoV Ayu____"Iya, maaf karena tadi aku sengaja mengikuti Akbar dari belakang khawatir dia kenapa-kenapa. Apalagi kan ini sudah malam, dia juga lelah habis kerja terus nyari kamu." Gio menatapku lekat.Kini aku mengerti kalau alasan mengikuti adalah karena rasa khawatirnya yang tinggi. Sekarang hatiku sudah membaik. Senyum pun sudah terbit di bibir."Sekarang kamu pulang dan ingat, jangan ngelakuin ini lagi. Kasian kalau Akbar nyari kamu sampai pagi dan besoknya berangkat kerja lagi. Akbar sayang sama kamu, Ay ... yu."Mungkin Akbar merasa cemburu sehingga tangan kanannya merangkul pundakku. Melihat perubahan wajah Gio, aku langsung menepis tangannya dan melangkah cepat ke mobil Akbar.Mereka berdua mengobrol, entah apa yang dibicarakan. Namun, dari tatapan Akbar, sepertinya ini hal serius. Aku jadi tidak enak pada Gio."Ayo, kita pulang!" ajak Akbar begitu masuk mobil padahal sejak tadi aku menunggunya."Kenapa pergi?" tanyany
Aku menundukkan wajah begitu bertemu mata dengan Akbar. Sejak tadi subuh aku menangisi diri yang sudah tidak perawan lagi dan semoga Gio mengerti kalau ini bukan kehendakku.Jangan sampai karena hal ini membuatnya enggan bersamaku kembali. Maka dari itu aku berinisiatif untuk menyembunyikannya sampai waktu itu tiba."Kenapa murung sampe nangis gitu?""Ya kan tadi malam kamu gak bisa nahan diri. Dibilang jangan macam-macam!" gerutuku kesal.Akbar terkekeh pelan. "Maaf, ya, Sayang." Tangan kanannya memegang pucuk kepalaku yang masih basah karena harus mandi sebelum subuh. "Lain kali aku gak bakal mendadak gitu. Abis tadi malam kamu cantik banget.""Tetap saja. Ini kamu udah ambil.""Loh, kamu kan istri aku, sementara aku ini suami kamu. Wajar kan ada ibadah seperti itu bahkan pahalanya gede. Kamu kenapa sih gak mau aku sentuh sampe nangis kek gitu? Ada masalah?"Aku membuang wajah karena benar-benar ngambek. Akbar malah terkekeh pelan t