Bangunan itu terletak di sebuah pulau pribadi seluas 780 hektare dan berjarak kira-kira 250 mil dari daratan utama. Tembok setinggi tujuh kaki dibangun mengelilingi pulau lengkap dengan lampu sorot, mercusuar, serta rumah jaga, cabana, dan gua bunker.
Orang-orang menyebut pulau itu dengan sebutan pulau pribadi Koch. Tempat mafia Ko yang bernama lengkap Koch Leung dan putranya Rin Leung tinggal. Tempat itu bahkan tak tergambar di peta dan tak terdeteksi di GPS karena keberadaannya yang sangat dirahasiakan.
Untuk bisa sampai ke pulau pribadi Koch, seseorang harus menggunakan kapal atau helikopter sebagai moda transportasi. Terdapat sebuah dermaga dan helipad sebagai tempat bersandar dan mendarat.
Di pulau berpasir putih itu, sebuah bangunan dengan desain mirip kastil kerajaan eropa, menjadi tempat tinggal utama keluarga Leung.
Dilihat dari luar, bangunan besar itu memiliki
Avani mondar-mandir di depan pintu memikirkan bagaimana caran mendapatkan ponsel. Sembari menggigit ujung jarinya, otaknya terus befikir. Tiba-tiba sebuah ide muncul di benaknya."Oh ya! ... mungkin mereka punya," kata Avani sambil kembali membuka pintu dan menghampiri kedua penjaga.Melihat Avani kembali membuka pintu dan keluar kamar, kedua pria penjaga itu tiba-tiba langsung bersikap sigap."Emm ... apa kalian membawa ponsel? Apa aku boleh meminjamnya sebentar. Aku ingin menghubungi seseorang," tanya Avani dengan nada bicara sok akrab.Kedua pria itu kembali saling melempar pandangan kemudian menjawab, "Tidak ada ponsel, silahkan kembali," kata keduanya secara bersamaan sembari menarik pelan tubuh Avani ke belakang dan kembali menutup pintu.Mendengar jawaban kompak dari kedua pria itu, Avani hanya bisa terbengong. Ia tak percaya jika dirinya bahkan tak diizinkan untuk meminjam
Avani terus berteriak meronta-ronta saat dirinya diseret kembali ke kamar. Ia mengamuk dan terus memberontak. "Lepaskan tangan kalian!," Avani berteriak sambil mencoba melepas tangannya yang dipegang kuat oleh anak buah Rin. Ia tak ingin kembali ke kamar besar itu, ia tak ingin kembali dikurung. Hari ini, ia seharusnya terbang ke Amerika dan melakukan wawancara kerja di sana. Tapi yang terjadi, dirinya justru terjebak di tempat aneh yang sama sekali tak ia kenal. "Tunggu saja, aku bisa memasukkan kalian semua ke penjara," kata Avani mengancam. Tapi, anak buah Rin tetap tak bergeming. Mereka tetap membawa gadis bermata kecil itu kembali ke kamar dan menguncinya di dalam. "Kalian semua, keluarkan aku! Biarkan aku pulang!" teriak Avani sambil menggedor-gedor pintu. "Aaaargghhh! " Avani menghentakkan kakinya, kesal. Ia merasa begitu marah, frustrasi dan putus asa. Sebagai wanita karir yang sukses, memiliki
Kediaman Lotus Hall pagi-pagi sudah terlihat sibuk. Sederet asisten rumah tangga terlihat sudah mulai membersihkan mansion mewah itu. Semua orang sudah bangun dan sibuk bekerja, kecuali Maeera.Gadis miskin itu masih tertidur pulas di atas ranjang. Ia terlihat begitu lelah setelah semalaman bergadang menjaga kewarasannya agar tak tergoda oleh putra mahkota grup Liong, Gin Yuta.Tapi tidur lelapnya mulai terganggu saat ia merasakan sesuatu yang samar-samar berhembus di wajahnya. Sesuatu yang lembut, hangat dan harum, mirip seperti hembusan nafas.Dengan mata yang masih sepenuhnya terpejam, ia meraba-raba sekitar mencoba mencari tau apa yang mengganggu tidurnya. Tangannya berhenti saat menyentuh sesuatu yang lembut dan lembab."Apa ini?" gumam Maeera dengan mata masih terpejam.Penasaran, Maeera membuka sedikit matanya melihat apa yang ia dapatkan. Ternyata, wajah tampan tuan muda Gin. Terkejut dengan apa yang ia pegang, tangan Maeera
Maeera berjalan cepat menuju ke kamar suami palsunya, Gin Yuta. Jantungnya berdegup kencang. Ia panik dan ketakutan karena ada keluarga Gin yang datang dan memanggilnya dengan nama Avani. "Sayang, apa obatnya sudah kau temukan," tanya Gin begitu mendengar pintu kamar dibuka. "Belum, ini aku sedang mencarinya," jawab Maeera panik sambil berlari menuju ruang baca. Mendengar jawaban Maeera, Gin hanya mengangguk pelan. Tak lama pintu kembali dibuka. Seorang pria tampan memakai coat panjang berwarna hitam, berkacamata, datang sembari membawa tas kerja. Ia tampak sangat rapi dan berwibawa. Dua buah lesung pipit terlihat menghiasi wajahnya setiap kali ia tersenyum. "Pagi tuan muda ... oh kemana istrimu, aku tadi melihatnya. Tapi dia kabur begitu aku sapa," tanya pria itu dengan nada kebingungan sembari celingukan mencari keberadaan Maeera yang ia kira Avani. Gin tersenyum kecil lalu berkata,
Pagi itu Maeera terlihat sibuk memilih pakaian mana yang harus ia kenakan untuk pergi ke kantor. Ia harus tampil mengesankan saat menemani suami palsunya Gin Yuta. Jika tidak, maka penyamarannya sebagai Avani Lie akan terongkar. Sederet pakaian bermerek sebenarnya sudah di siapkan oleh asisten rumah tangga Gin, namun karena ini kali pertama dirinya pergi ke kantor, ia kesulitan memilih. Setelah cukup lama berada dalam mode bimbang, Maeera akhirnya mengambil keputusan. "Ah, aku rasa ini saja," ucapnya sambil mengambil celana panjang berwarna abu-abu dan blazer warna kuning cerah. Ia lalu pergi ke kamar mandi dan berganti pakaian disana. Tak lama ia keluar dengan penampilan yang sudah rapi. Dengan senyum mengembang di bibirnya, ia berjalan kembali ke ruang utama. Namun saat melewati ruang baca, suami palsunya Gin Yuta tiba-tiba memanggilnya. "Sayang, bantu aku memilih dasi," teriak Gin yang tengah berdiri di dekat jendela sambil menunjukka
Wanita itu syok melihat wanita yang ada di depannya ternyata bukan temannya Avani. Mulutnya menganga lebar dengan ekspresi wajah terkejut."Kau bukan Avani!!! Kau siapa?" teriaknya.Melihat ekspresi terkejut wanita itu, Maeera hanya bisa diam, ia tak mampu berkata-kata. Ia sendiri juga terkejut saat masker wajahnya dibuka secara tiba-tiba.Dengan wajah panik, wanita itu langsung menarik tangan Maeera masuk ke dalam sebuah ruangan. Ia mendudukkan Maeera dengan kasar. Sambil mengawasi keadaan, ia berlari menutup semua gorden dan mengunci pintu. Setelah dirasa aman, ia pun mulai menginterogasi Maeera."Siapa kamu?" hardiknya."Di mana temanku Avani, apa yang kau lakukan padanya. Akan kulaporkan ke polisi jika kau macam-macam dengannya," ancam wanita itu sembari mengacungkan telunjuknya ke arah Avani.Maeera tersudut dan kebingungan. "Tunggu-tunggu, aku bisa menjelaskan semuanya," bela Maeera.
Maeera dan Ayla kini telah mencapai kesepakatan. Dimana Maeera setuju untuk berpura-pura menjadi Avani. Kedua gadis itu kini mulai menyusun strategi agar penyamaran terlihat sempurna. Langkah pertama, Ayla mulai me-makeover Maeera agar si gadis miskin itu terlihat mirip Avani. "Secara body shape, kalian berdua terlihat memiliki bentuk tubuh yang hampir sama, tinggi dan langsing," kata Ayla "Berapa tinggimu?" tanya Ayla pada Maeera. "Em ... mungkin 165 atau 166, aku tak terlalu yakin," jawab Maeera. Ayla menganggukkan kepala lalu berdiri menghampiri Maeera yang duduk di kursi tak jauh darinya. Dengan bibir mengerucut kedepan, ia memegang rambut Maeera dan berkata, "Sayangnya kalian berdua memiliki rambut yang berbeda. Avani memiliki rambut panjang dan lurus, sedangkan rambutmu agak sedikit bergelombang di bagian bawah. "Kita perlu meluruskannya. Selain itu, Avani tak pernah mengikat rambutnya dengan gelang kar
Avani terbangun dengan tenggorokan yang terasa sangat kering. Ia tak ingat sudah berapa lama ia tertidur, yang ia ingat hanya dirinya jatuh pingsan setelah kaki kanannya menginjak pecahan kaca. Diliriknya pergelangan tangan kirinya, terlihat selang infus menancap di sana. Dilihatnya telapak kaki kanannya, ternyata masih di balut perban. Dengan gerakan perlahan, gadis berkulit putih itu mencoba bangun, namun gagal. Seluruh tubuhnya terutama bagian kaki, terasa sangat sakit. "Jangan bergerak, tubuhmu masih lemah?" teriak Rin Leung yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamar yang terbuka. Melihat kedatangan Rin Leung, Avani langsung membuang muka dengan raut wajah kesal dan jengkel. Rin hanya tersenyum melihat Avani membuang muka saat melihatnya. Ia lalu berjalan mendekati gadis bermata kecil itu sambil membawa nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air putih. "Aku tau kau masih marah, tapi sebaiknya kau segera memak