kbar terdiam, lelaki itu memijat pelipisnya cukup lama. Ia benar-benar bingung harus berbuat apa, otak Akbar rasanya buntu untuk berpikir. Setelah cukup lama berpikir, akhirnya Akbar menemukan solusinya, meski ia khawatir kalau nantinya akan gagal. Namun ia harus mencobanya terlebih dahulu.
"Baik, dalam waktu dua hari saya akan melunasinya," ujar Akbar dengan begitu mantap. Mendengar itu seketika Lidya menatap putranya, dari mana Akbar akan mendapatkan uang sebanyak itu."Ya sudah, kalau begitu kami pergi dulu." Setelah berpamitan, dua pria itu segera pergi. Akbar menghela napas, lalu melangkah masuk ke dalam dan tentunya diikuti oleh ibunya."Akbar, kenapa kamu tadi bilang sanggup untuk melunasi hutang. Memangnya kamu punya uang, istrimu kan nggak jadi transfer," ujar Lidya, lalu mengenyahkan bokongnya di sofa."Ibu tenang dulu, soalnya Akbar punya rencana. Akbar akan datang ke rumah Aretha dan meminta sertifikat rumahnya. Sertifikat itu bisa kita gadaikan untuk mendapatkan uang," ungkap Akbar. Mendengar itu seketika Lidya tersenyum, begitu juga dengan Wanda."Apa semudah itu meminta sertifikat rumah, mas? Kok aku khawatir kalau nantinya Aretha tidak mau ngasih sertifikat rumah miliknya." Ucapan yang Wanda lontarkan mampu membuat Akbar terdiam. Mungkin benar, tidak akan mudah untuk meminta sertifikat rumah milik istrinya itu, namun Akbar akan berusaha untuk mendapatkannya."Akbar pasti bisa melakukannya, kamu tidak perlu khawatir," ujar Lidya. Mendengar itu Akbar mengangguk, sedangkan Wanda hanya diam. Sejujurnya ia tidak setuju jika suaminya masih berhubungan dengan Aretha, tapi mau bagaimana lagi. Mereka belum resmi bercerai, itu artinya mereka masih sah menjadi pasangan suami istri."Kapan kamu akan ke rumah Aretha, mas?" tanya Wanda. Lelaki itu menatap suaminya, dari raut wajahnya terlihat kalau sang suami masih menaruh rasa untuk istri pertamanya."Besok saja, hari ini aku masih capek," jawab Akbar. Sedangkan Wanda hanya mengangguk mendengar jawaban dari suaminya itu.Akbar menghela napas, lalu menyenderkan kepalanya di sandaran sofa. Hari ini adalah hari yang sangat melelahkan, bukan lelah fisiknya, tapi pikirannya. Karena bukan dari pihak satu saja yang datang untuk menagih hutang. Namun ada pihak lain juga, otak Akbar rasanya mau meledak memikirkan semua itu.Ternyata bukan kebahagiaan yang Akbar dapatkan setelah menikah dengan Wanda, tapi justru penderitaan. Mungkin jika Aretha tidak mengetahuinya, Akbar masih aman, tapi kenyataannya. Kini ia harus menerima akibatnya dari perbuatannya sendiri.***Seperti yang sudah direncanakan, hari ini Akbar akan datang ke rumah Aretha, istri pertamanya. Jujur, ada rasa bahagia karena akan bertemu dengan Aretha, hanya saja sekarang hubungan mereka sedang dalam masalah. Jika masih seperti dulu, mungkin Akbar akan sangat merasa bahagia."Jadi pergi, mas?" tanya Wanda. Wanita itu terus memperhatikan suaminya yang sedang merapikan penampilannya di depan cermin."Iya, kamu di rumah saja sama ibu," jawab Akbar. Mendengar itu Wanda menghela napas, lalu menjatuhkan bobotnya di tepi ranjang. Ingin sekali Wanda ikut, karena hatinya merasa tidak rela kalau suaminya pergi sendiri."Tapi jangan kelamaan," ucap Wanda. Sedetik kemudian Akbar menoleh dan menatap istri keduanya dengan tatapan heran."Memangnya kenapa? Bagaimanapun juga Aretha masih istri aku, karena kami belum resmi bercerai. Dan aku berencana untuk mempertahankan Aretha," sahut Akbar. Pengakuannya benar-benar sudah membuat hati Wanda terbakar api cemburu."Ya sudah aku pergi sekarang." Setelah mengatakan itu Akbar melangkah pergi meninggalkan istrinya yang masih diam membisu. Jujur, Wanda tidak terima dengan apa yang Akbar lakukan.Karena jarak rumah Aretha yang tidak terlalu jauh, Akbar memutuskan untuk berjalan kaki. Ada banyak hal yang akan ia bicarakan dengan sang istri, Akbar juga akan membujuk Aretha agar mau membatalkan perceraian mereka. Tak rela jika sampai Aretha dimiliki oleh orang lain.Tidak butuh waktu lama, kini Akbar sampai di depan rumah Aretha, lelaki itu segera melangkah menuju teras rumah. Rumah nampak sepi, ia sangat berharap semoga istrinya ada di rumah. Setelah cukup lama berdiri, Akbar langsung mengetuk pintu rumah Aretha."Aretha." Akbar memanggil nama istrinya.Selang beberapa menit pintu terbuka, Akbar tersenyum ketika melihat istrinya sudah membukakan pintu. Melihat suaminya datang, Aretha mempersilahkannya untuk masuk dan duduk di dalam. Kini keduanya sudah duduk di ruang tamu."Ada apa, mas?" tanya Aretha."Langsung saja, kedatangan aku ke sini ingin menanyakan sertifikat rumah ini. Kamu yang menyimpannya kan." Tanpa basa-basi Akbar langsung menanyakan sertifikat rumah istrinya. Mendengar itu Aretha langsung mengerutkan keningnya."Untuk apa kamu menanyakan sertifikat rumah ini?" tanya Aretha."Aku membutuhkannya, lagi pula selama kamu kerja di luar negeri. Aku yang mengurus rumah ini, jadi tidak ada salahnya kan aku meminta sertifikatnya," jawab Akbar."Kamu memang benar, mas. Tapi untuk apa kamu meminta sertifikat rumah ini." Aretha menatap lelaki yang ada di hadapannya itu."Mau aku gadaikan, gara-gara kamu tidak mau memberikan aku uang. Sekarang aku jadi terjebak hutang, atau begini saja. Sekarang kamu transfer uang ke rekening aku, kalau kamu tidak ingin menyerahkan sertifikat rumah ini," ungkap Akbar."Mungkin saja kalau kamu dan ibumu tidak berbuat curang. Aku masih melakukan apa yang kamu inginkan itu, mas. Tapi maaf, aku bukan mesin ATM kamu lagi sekarang," ujar Aretha. Seketika mata Akbar melotot, itu artinya Aretha benar-benar sudah tidak mau memberinya uang.Setelah itu Aretha bangkit dan melangkah menuju ke kamar, Akbar menyipitkan matanya. Selang beberapa menit istrinya kembali dengan membawa koper, Aretha melangkah mendekati Akbar sembari menyeret koper tersebut. Hati Akbar bertanya-tanya, koper milik siapa yang istrinya bawa."Ini barang dan baju milikmu, sekarang cepat angkat kaki dari rumah ini," titah Aretha seraya menyodorkan koper milik suaminya."Kamu ngusir aku." Akbar terperangah mendengar hal tersebut."Iya, toh kita akan bercerai dan kamu juga sudah punya istri lagi. Jadi untuk apa pernikahan yang sudah tidak sehat ini terus dipertahankan," ujar Aretha. Seketika Akbar menggeleng, bujukannya gagal untuk tetap mempertahankan Aretha sebagai istri dan juga alat penghasil uang.Dua bulan sudah setelah kejadian di mana Lidya kecelakaan, wanita itu harus menerima kenyataan jika dirinya lumpuh. Beruntung selama ini kehidupannya ditanggung oleh keponakannya. Karena sudah dua bulan juga Akbar berhenti bekerja, setelah usahanya untuk membujuk Aretha gagal. Lelaki itu sering menyendiri dan mengurung diri di kamar.Awalnya Rani, sebagai keponakan Lidya hendak membawa mereka pulang ke Bandung, kota kelahiran Lidya. Namun wanita itu menolak, ia berniat untuk meminta maaf kepada Aretha. Tetapi sampai detik ini Lidya belum bertemu dengan mantan menantunya itu. Rani sudah berusaha membantu untuk mencari keberadaan Aretha, tapi hasilnya nihil."Bagaimana, Ran? Apa sudah ada kabar tentang Aretha." Lidya melontarkan pertanyaan, mereka baru saja selesai menyantap sarapan pagi bersama."Belum, tante. Rani sudah mencoba untuk mencarinya, tapi sampai sekarang belum ada hasilnya," jawab Rani. Mendengar itu Lidya hanya menghela napas, entah sampai kapan ia harus bersabar."Ya sud
"Mas Akbar seperti orang yang sudah tidak waras, permintaannya benar-benar aneh," gumamnya. Aretha tidak menyangka jika mantan suaminya akan datang dan meminta hal teraneh seperti itu."Maaf, tapi aku tidak bisa. Lebih baik sekarang kamu pergi dari sini, karena usahamu akan sia-sia," ungkap Aretha. Mendengar itu senyum Akbar seketika memudar, lelaki itu menggeleng. Tak percaya jika usahanya untuk membujuk mantan istrinya akan gagal."Sekarang kamu berubah sombong ya, kamu bukan Aretha yang dulu," ucap Akbar seraya menatap tak percaya ke arah mantan istrinya itu. Sementara itu Aretha hanya diam, tak peduli dengan ucapan mantan suaminya."Aku menjadi seperti ini juga karena ulahmu sendiri ... sudahlah. Lebih baik sekarang kamu pulang, soalnya aku masih punya banyak urusan," sahut Aretha. Ia tidak ingin terlalu lama melayani perbincangannya dengan Akbar."Aku tidak akan pergi sebelum kamu mau menuruti keinginanku," ujar Akbar seraya menatap wajah mantan istrinya. Jujur, ingin rasanya ia
Kabar Yudha kecelakaan telah sampai di telinga Rosa, ia tidak menyangka jika suaminya akan meninggal dengan cara seperti itu. Mungkin ini karma untuk seorang penghianat, selama ini Yudha tidak pernah bermain api di belakang Rosa. Namun sekali bermain justru langsung mendapatkan karma yang begitu setimpal.Jujur, Rosa merasa sedih karena harus kehilangan suaminya untuk selamanya. Namun ia akan lebih bersedih ketika melihat suaminya hidup dengan wanita lain,mungkin ini jalan yang terbaik. Hanya saja yang ada di pikiran Rosa bagaimana nasib anaknya kelak saat tahu jika ayahnya telah tiada.Saat ini putri yang Rosa lahirkan baru berusia satu tahun, sejak Yudha berselingkuh. Lelaki itu jarang pulang dan juga jarang menanyakan tentang anaknya. Rosa hanya bisa berharap, semoga putrinya tumbuh menjadi anak yang berguna. Karena sekarang Rosa memang harus benar-benar berjuang sendiri untuk membesarkan putrinya itu.Sementara itu, Akbar yang mendengar kabar tentang kematian mantan istrinya hanya
"Rosa kamu tidak bisa berbuat seperti itu, surat perjanjian yang mana." Yudha berusaha mengelak. Ia tidak ingin kehilangan hartanya yang kini telah dikuasai oleh Rosa."Kamu tidak usah mengelak, mas. Karena semuanya sudah ada buktinya, dan perbuatan kamu juga ada buktinya. Walaupun kamu seorang pengacara, jangan seenaknya saja berbuat tanpa memikirkan resikonya," ujar Rosa. Rasanya ia sudah muak melihat wajah suaminya itu."Sampai ketemu di pengadilan nanti." Setelah mengatakan itu Rosa memilih untuk pergi. Keputusannya untuk berpisah sudah bulat, untuk apa mempertahankan pernikahan yang sudah tak sehat lagi. Karena akan sangat percuma, bertahan tetapi dihianati."Rosa tunggu, kita bisa bicarakan masalah ini baik-baik. Kamu tahu kan resikonya kalau sampai kedua orang tuaku tahu." Yudha mencekal pergelangan tangan istrinya. Ia tak akan rela jika sampai perpisahan itu terjadi."Itu urusan kamu, mas. Bukan urusanku, salah kamu sendiri berbuat kesalahan. Kamu kan laki-laki, jadi harus sia
Setelah itu Akbar dan Wanda memutuskan untuk pulang. Jujur, Akbar cukup kecewa dengan hasilnya, tapi berbeda dengan Wanda. Karena anak yang ia kandung terbukti benih Yudha, itu artinya lelaki yang sudah menjalin hubungan dengannya akan menikahinya nanti."Setelah ini kamu harus pergi dari rumah," ucap Akbar ketika mereka masih dalam perjalanan."Kamu ngusir aku, mas." Wanda menoleh, menatap lelaki yang duduk di sebelahnya itu."Iya, lagi pula kita sudah bukan suami istri. Dan satu lagi, anak yang kamu kandung itu bukan anakku," ungkap Akbar. Mendengar itu Wanda terdiam, ia memang harus menerima resikonya. Karena terbukti anak yang dikandungnya bukan darah daging Akbar, itu artinya Wanda harus pergi."Ok tidak masalah, dari pada kamu mandul. Setelah ini tidak akan ada wanita yang mau denganmu." Wanda menatap sinis ke arah mantan suaminya. Mendengar hal itu dada Akbar terasa bergemuruh, tetapi sebisa mungkin ia tahan.Tidak butuh waktu lama, kini mereka sudah sampai di rumah. Keduanya
Sedari tadi Aretha hanya diam, meski dalam hati ia merasa panik dan juga khawatir, tetapi ia tidak ingin ikut campur urusan mereka. Sedangkan Reynand hanya tersenyum mendengar ancaman dari mantan istrinya itu. Reynand sudah sangat paham dengan sifat mantan istrinya itu."Kamu pikir aku akan takut, apa kamu lupa saat pergi dulu." Reynand menatap wajah Rena yang tiba-tiba menegang. Seketika bayangan masa lalunya berputar di benaknya."Kamu lupa ketika pergi meninggalkan Alice yang saat itu masih sangat membutuhkan seorang ibu." Reynand terus menatap wajah Rena."Kamu lebih memilih laki-laki lain ketimbang anakmu yang saat itu masih bayi merah. Bahkan kamu terbukti hendak mencelakainya, jika saja aku datang terlambat mungkin nyawanya akan melayang." Reynand kembali mengingatkan kejadian dulu di masa lalu, hal tersebut membuat wajah Rena memucat."Entah apa kurangnya aku, padahal semua kebutuhan aku penuhi, fasilitas, uang bulanan tercukupi, kasih sayang dan ... ah mungkin memang aku yang