Share

AYAM GORENG

Tak terasa waktu menanjak menuju sore. Aslena mulai merajuk meminta sesuatu yang membuat Fariha kebingungan.

“Harus izin Papa dulu kalau mau makan di luar. Kita pesen online aja pizzanya.”

Fahira mencari kata agar Aslena menghentikan keinginannya jalan-jalan ke mall untuk makan pizza. Ditawarkan beberapa alternatif, tetapi putri kecil itu tetap kukuh dengan keinginannya.

“Papa pasti ngizinin. Aku udah lama pengen makan pizza di luar, tapi Papa selalu gak bisa nemenin. Pulangnya malem aja.”

Kembali, gadis kecil itu muram. Luluh juga hati Fahira melihat kemuraman di wajah putih itu.

“Yaudah kita telpon Papa dulu, ya?” bujuk Fahira.

“Iya, kah? Asiiik!” seru Aslena.

Refleks Aslena merangkul Fahira, menciumi kedua pipinya. Gadis itu tersenyum, dibalas ciuman itu dengan gemas. Hari ini dia serasa menjadi seorang ibu sesungguhnya.

Fahira menghirup udara dalam-dalam sebelum menelpon papa Aslena. Satu tangan mengelus dada untuk menghilangkan detak-detak yang entah apa namanya. Setelah panggilan ketiga barulah Reynan mengangkatnya.

**

Lepas mengucap salam, gadis itu menyampaikan maksudnya. Ditata suara agar tak terdengar getaran di sana.

“Aduh, Aslena jadi merepotkan, ya? Maaf, Ibu.” Suara bariton itu entah kenapa terdengar merdu. Sampai-sampai ia pun tersihir dibuatnya.

“Saya juga kebetulan mau belanja, jadi tidak masalah, Pak.”

Fahira bingung sendiri mengapa sampai mengucap kata-kata tersebut. Kegrogian telah membuatnya berkata di luar kendali ternyata.

Satu hal lagi yang membuatnya tak enak ketika Reynan memaksa memberitahu nomor rekening. Pria itu tak mau membebani dirinya soal materi. Namun, setelah debat yang cukup alot, Fahira berhasil meyakinkan bahwa ini adalah hadiah untuk Aslena.

Sepanjang mall, Aslena menarik tangan guru kesayangannya. Hanya butuh lima menit untuk sampai ke counter pizza hut.

Mereka duduk di meja baris kedua dari depan. Selanjutnya memesan pizza ukuran sedang untuk berdua. Tak lupa memesan tiga lagi untuk Reynan dan orang tua Fahira.

“Aslena suka?”

“Suka banget!” jawabnya sambil mengacungkan ibu jarinya. Sementara mulut dipenuhi potongan pizza. Fahira tertawa kecil melihat tingkah menggemaskan itu.

Di tengah asyiknya makan, seseorang menghampiri mereka. Detak jantung Fariha seakan melambat menyadari Reynan telah berdiri di depannya.

“Papa!”

Aslena kaget campur bahagia mendapati kehadiran papanya. Ditunda suapan pizza menuju mulutnya.

“Sayang.”

Reynan memeluk dan mencium putrinya berulang-ulang. Setelah puas melepas rindu, dia langsung menarik kursi tepat di hadapan guru muda yang hatinya tengah tak karuan.

“Maaf, merepotkan Ibu seharian ini. Saya sangat, sangat berterima kasih atas semuanya,” tutur pria pemilik senyum menawan itu.

“Aslena sangat baik, tidak merepotkan sama sekali. Saya malah terhibur seharian ini.”

Sekuat mungkin, Fahira menahan suaranya agar tak ada getaran. Reynan menatapnya dalam, melemparkan senyuman yang memantik getaran tersendiri di diri gadis itu. Lepas lima detik dipalingkan pandangan.

Sepanjang kebersamaan itu, Aslena tak henti menceritakan berbagai kegiatan di rumah Fahira. Sesekali dia tertawa kala mengingat kelucuan yang tercipta.

“Wah, hebat. Nanti bikinin ayam goreng buat Papa, ya.”

Reynan mencubit gemas pipi putrinya yang terlihat lebih menggembung akibat mulut penuh makanan.

“Aku belum bisa, 'kan Cuma bantuin aja. Bu Guru aja yang bikin. Enak banget, Pah! Ibu boleh gak Papa makan ayam goreng buatan Ibu?”

Fahira tersedak mendengar ungkapan polos muridnya. Refleks Reynan menyodorkan minum, kecemasan terlihat di sorot sendu itu.

“Ibu gak apa-apa?”

Guru muda itu masih saja terbatuk, sampai-sampai Aslena memeluk tangannya.

“Ibu sakit, ya. Maafin aku.”

Setelah batuk terhenti Fahira membalas pelukan gadis kecil itu. Reynan seolah dejavu, keadaan ini mirip dengan kejadian saat istrinya terbatuk di sebuah restoran. Hatinya bergetar melihat pemandangan di depannya. Kenangan almarhumah kembali terlintas di ruang angan.

“Ibu gakpapa. Jangan nangis, ah. Nanti cantiknya ilang,” ungkap Fahira.

Lembut, Fahira mengusap rinai yang telah membasahi pipi putih kemerahan itu.

“Bolehkan Papa makan ayam goreng buatan Ibu?”

Gadis itu mengangguk. Sekali lagi dikecup kening putri mungil yang makin ia cintai. Saat mengarahkan kembali pandangan ke depan, matanya langsung bertemu dengan tatapan hangat pria itu. Sorotannya menelusupkan getaran yang mulai mengguncangkan pertahanan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status