“Fa, kasih aku ponakan kembar. Biar ada penerus berantem!” canda Farhan sebelum menutup ruangan. Tawa keras Farhan membuat Fahira mengerucutkan bibir. Ingin rasanya mengejar kembarannya itu untuk mendaratkan dua jari di pinggangnya.“Sepertinya semua orang memberi kesempatan pada kita," ucap Reynan setelah hanya mereka berdua yang ada di ruangan. “Kesempatan apa?” tanya Fahira keheranan.Reynan membisikkan sesuatu ke telinga Fahira. Kontan saja wanita berpipi putih itu menepuk lengan lelakinya.“Mas, apa sih?”Reynan tak dapat menahan tawa kali ini. Segera saja ia mendorong kursi roda untuk pergi ke ruang sebelah.Saat masuk, aroma masakan sudah tercium di seantero ruangan. Sepertinya kedua ibu mereka sedang kolaborasi di dapur.Ayah memyambut Reynan dan Fahira, sedangkan Farhan dan Aslena tak tampak di sini. Mereka sedang jalan-jalan mungkin.Fahira tak betah jika tak ikut membantu di dapur. Karena itu ia memaksa pada suaminya untuk diizinkan bergabung dengan dua ibu di sana.“Eh,
“Satu-satunya cara move on dari seorang wanita adalah mencari penggantinya. Ayolah kawan, dunia itu luas. Bunga tak hanya setaman!” ucap seseorang yang berada di samping Bayu. Lelaki bergaya rambut ala oppa korea itu mengacungkan dua tangannya ke atas. Detik kemudiam diturunkan, lalu menepuk pundak temannya.Bayu menepis tangan itu, beranjak dari sofa apartemennya. Ia melangkah menuju jendela, menyibak tirainya. Pandangan diarahkan keluar sana hingga ia menyaksikan kepadatan arus kendaraan. Barisan mobil harus rela berbaris karena kemacetanbelum terurai. Bukan pemandangan itu kemudian yang menjerat pikirannya. Namun kilasan masa lalulah yang membuat tatapannya kosong.Kembali, wajah itu berkelebat dalam benak, lalu segala tentangnya hingga sesak itu kembali menerpa.Sedalam itukah perasaannya? Hingga setahun bergulir pun tetap tak pernah Fahira pergi dari jiwa.Dihela udara Jakarta yang baru saja disinggahinya kembali. Setahun sudah meninggalkan kenangan manis sekaligus menyakitkan.
“Nakal, ya. Tak ingat sama Mama!" rajuk mama Bayu. Wanita awet muda itu memeluk putra yang baru saja pulang dari Malaysia. Bahagia campur haru menghiasi hatinya kini. Kesepian yang menggerogoti hari-hari akan sirna pasti.Bayu berjanji, selama libur kuliah akan tinggal di sini. Rencananya pun setelah tuntas akan kembali ke Indonesia. Ia sadar orang tuanya sangatlah kesepian. Muncul sesal karena selam ini hanya mementingkan kesedihan hatinya sendiri. Keduanya bicara banyak hal tanpa menyinggung soal wanita. Mama tak ingin momen bahagia ini rusak gara-gara obrolan yang Bayu enggan membahasnya.Di satu sudut hatinya masih sedih hingga kini menyaksikan putra kesayangan terpuruk karena cinta. Sebagai ibu ia tahu Bayu begitu dalam terluka.Bukan sesaat cinta yang Bayu perjuangkan. Tidak sedikit pengorbanan yang dicurahkan putranya. Oleh karena itu hatinya tetap dendam pada Fahira. Namun, ia menahan diri dari perkara buruk demi menjaga perasaan sang pemuda.“Mah, doakan ya. Semoga gadis ya
Melinda memberanikan diri menantang sorot lembut di depannya. Namun, bertahan sekian detik saja, ia menunduk dengan rona merah menyemburat di pipinya.Wanita itu seperti kehilangan kemampuan bicara. Satu kata pun tak mampu lolos dari lidahnya. Saat ini seperti ada tali yang mengikat lisannya. Beberapa menit, Bayu harus menahan rasa yang tak nyaman sebab Melinda tak kunjung bicara. Dadanya mulai berdebar-debar sebab muncul ketakutan akan terempas kembali sebuah harapan. Pikirannya mulai dicengkram bayangan masa lalu, tentang Fahira, perjuangan cinta, kedatangan Reynan da akhir kisah menyakitkan. Apa cinta ini akan kembali pupus di tengah jalan?“Jika Mas Bayu serius, Insya Allah saya juga serius," jawab gadis itu sambil menahan rasa malu yang mendera. Setelah berhasil meredakan gemuruh di dada, Melinda dengan mantap menjawab lamaran Bayu. Tak ada keraguan pada hati gadis itu. Perkenalan satu bulan baginya cukup untuk memahami bahwa pria ini luar biasa.Tak ada alasan menolaknya dari
"Aku sudah siap!”Aslena memeluk Fahira dari arah belakang. Seperti biasa ia akan menggoyang-goyangkan badannya hingga ikut bergerak tubuh orang yang dipeluknya.“Putri Mama cantik banget ini!" puji Fahira Wanita yang sudah sembuh total itu melepas pelukan Aslena, lalu membalikkan badan hingga mereka berhadapan. Dijawil hidung bangir itu perlahan. Detik berikutnya kening sang putri sudah disentuhnya. “Mamaku juga cantik kayak ratu!" balas Aslena. Bola mata mungil itu bergerak-gerak hingga kilauannya tampak begitu indah ia mengerjakan dua kelopak mata hingga gemas yang melihatnya “Ratunya papa, ya? Nah, ini tuan putrinya!” sela Reynan. Lelaki yang melihat aksi itu tak bisa tinggal diam. Ia ikut larut dalam keceriaan dengan memeluk keduanya. Lalu, dicium kening kedua belahan jiwanya. “Ayo. Sebentar lagi akad nikah Bapak Bayu dimulai. Nanti kita ketinggalan!" ajak Reynan pada keduanya. Reynan menuntun ratu dan putri kerajaan hatinya menuju mobil. Pagi ini, mereka akan menghadiri ak
"Gak cocok lagi? Kapan mau nikahnya kalau nolak terus?” Reynan memberi kesempatan pada paru-paru untuk terisi lebih banyak udara. Bukan sekali ini ucapan sejenis itu terlontar dari wanita yang terlihat menekuk wajahnya. Pria berkacamata itu mengambil cappucino yang asapnya masih mengepul. Disesap perlahan, kehangatan langsung saja memenuhi kerongkongan. “Sudah lama Aslena kehilangan sosok ibu. Kasian anak sekecil itu harus hidup tanpa belaian mama. Pikirkan itu!”Wanita berparas hampir sama dengan pria di depannya masih belum puas mencecar putranya. Bukan satu dua gadis yang disodorkan. Semua tak dilirik sama sekali. Kenyang mendengar pembicaraan itu-itu saja, Pria jangkung itu bangkit. Kaki diayunkan menapaki satu per satu anak tangga, meninggalkan mama yang hatinya diliputi kejengkelan. Reynan berdiri di balkon kamar. Menempelkan telapak tangan pada besi hitam yang memagari lantai dua ini. Tatapannya jatuh pada rinai bening yang masih setia memandikan bumi. Ingatannya melayang m
Reynan masuk ke dalam ruangan bercat krem yang dominan dihadiri mama muda dengan dandanan tidak sederhana. Make up glowing dengan perhiasan berkilau di telinga, leher, tangan juga jari-jari hampir merata di tubuh mereka.Pria berbulu halus sekitar dagu dan pipi itu melemparkan senyuman pada segenap hadirin yang tengah menatapnya tanpa kedipan. Hampir-hampir saja mulut dan mata mereka lebih lebar terbuka demi melihat sosok jangkung berjalan menuju bangku barisan kedua dari belakang.Suara keras dering ponsel milik salah satu dari mereka mengembalikan keterpesonaan para mama muda dalam ruangan ini. Selanjutnya mereka pura-pura sibuk dengan dandanan. Sebagian mainkan ponsel atau sekedar basa basi dengan teman sebelahnya. *Ibu Fahira, wali kelas satu A berjalan ke depan kelas, menyapukan pandangan ke seluruh ruang. Segaris senyuman terlukis di bibirnya sebelum mulai bicara. Setelah pembukaan singkat, guru cantik itu kembali ke meja di pojok kanan ruangan untuk mengumumkan urutan nilai s
Setelah guru muda itu hilang dari pandangan, keduanya kembali melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda. Di mobil, Reynan mengajak putrinya ngobrol ke sana ke mari. Sampai pria itu menanyakan perihal wali kelas yang tadi ditemui. “Bu Fahira itu baek, ya?”Hati-hati Reynan menanyakan terkait guru cantik itu. Dia tak mau putrinya memahami sesuatu hal di luar nalar usianya. “Baek banget. Pah!”Sekilas dilirik gadis mungil di jok depan sisi kiri, dimonitor mimik wajah itu. Tampak nyata binar di raut Aslena saat ditanya perihal guru kesayangannya. “Kamu suka?” tanya pria berkulit putih itu kembali. “Suka banget. Boleh gak aku maen ke rumah Bu Fahira?” Lagi, pria kalem itu menoleh ke arah sang putri. Jeda lampu merah membuatnya bisa lebih lama menatap gadis kecil itu. Binar yang terpancar itu mungkin sama seperti apa yang terbit di hatinya kini. “Boleh, tapi dianterin Papa, ya.”“Horeey!”Setelah lampu kuning menyala, Reynan melajukan mobil dengan senyum yang terus menghiasi bibirny