Permohonan Maira tidak membuat Moreno merubah keputusannya.
Pria itu tetap kukuh untuk meminta Maira bertanggung jawab atas segalanya, dengan disertai ancaman jika Maira keberatan, maka kasus mereka akan dibawa ke jalur hukum.Entah apakah karena Maira yang bodoh tentang hukum, atau karena merasa tidak bisa berpikir lantaran belakangan ini banyak sekali hal buruk yang dialaminya.Maira akhirnya menuruti kemauan, Moreno, dan berdoa agar biaya perbaikan motor laki-laki itu tidaklah membuat uang simpanannya habis.Namun ternyata, harapan Maira musnah ketika ia datang ke bengkel tempat di mana motor Moreno diperbaiki. Biaya perbaikan motor itu sangat mahal karena motor Moreno rusak parah, dan Maira shock uang tabungannya yang ia sisihkan dengan susah payah, habis tidak bersisa!"Pak! Uang saya habis! Gara-gara motor Bapak, tabungan saya semua habis! Bapak sudah membuat impian saya untuk bisa memperbaiki rumah orang tua saya di kampung musnah!"Tidak tahan menahan perasaan dongkolnya, Maira bicara demikian pada Moreno saat perempuan itu menengok laki-laki itu di klinik."Kerja lagi, lebih rajin biar bisa menabung lagi."Bukannya prihatin, Moreno justru memberikan saran pada Maira.Maira melangkah ke tepi tempat tidur di mana Moreno berada dan berhenti tepat di samping tempat tidur tersebut."Enak banget Bapak ngomong begitu? Saya sudah berusaha bekerja dengan baik, itu hasil tabungan saya selama berbulan-bulan, habis dalam sekejap karena Bapak!""Kan, saya sudah bilang, tidak mau tanggung jawab juga tidak apa-apa, tinggal ke pengadilan saja, kan?"Telapak tangan Maira mengepal mendengar perkataan enteng Moreno. Rasanya, ia ingin sekali mencakar wajah Moreno tapi jika itu dilakukannya, ia pasti semakin menambah masalah dengan laki-laki tersebut."Anda terbiasa hidup nyaman, jadi Anda tidak bisa merasakan penderitaan orang miskin yang susah payah mencari uang!"Mendengar apa yang diucapkan oleh Maira, Moreno mendongakkan kepalanya, dan pandangan mereka beradu."Sok tau, lu mau bilang kalau lu yang paling merana dan paling bekerja keras, gitu?"Moreno merubah cara bicaranya lagi menjadi seperti semula, pertanda laki-laki itu sepertinya tersinggung dengan ucapan Maira tadi."Kalau Anda orang susah, Anda tidak akan seenaknya seperti ini!""Seenaknya apa? Kan gue cuma minta lu tanggung jawab? Dan itu juga gue enggak maksa, enggak mau ya enggak papa, kita bawa ke jalur hukum, beres, kan?""Setidaknya biaya perawatan di sini sudah saya tanggung, bukan motor juga, Pak! Gaji saya tidak besar, mana mungkin bisa mengembalikan tabungan saya secepat itu!""Mau gaji gede? Kerja lebih rajin, lu wanita karir, kan? Kerja kantoran? Buat bos lu naikin jabatan lu, kan gaji lu jadi gede, jangan ngeluh terus!""Bagaimana saya bisa naik jabatan kalau saya belum menikah? Bos saya sudah wanti-wanti, selama saya belum menikah, saya tidak akan dapat promosi jabatan!""Lah? Lu belum married emang?""Apa?"Maira tersinggung dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Moreno. Seolah ingin mengatakan bahwa ia terlihat tua hingga saat ia bicara bahwa ia belum menikah, laki-laki itu terkejut bukan main, memangnya ia setua itu?"Gue kira lu udah married.""Memangnya saya terlihat tua di mata Bapak?""Lu sendiri manggil gue Bapak melulu, emangnya gue setua itu di mata lu?""Sudahlah! Saya semakin pusing bicara dengan Anda!"Maira membalikkan tubuhnya karena merasa emosinya makin terpancing jika terus saja bicara dengan Moreno.Namun, gerakannya terhenti ketika pria itu kembali bicara."Ya, kalo kawin itu bikin lu dapat kesempatan untuk dipromosikan, kenapa enggak kawin aja? Masih jomblo? Kan bisa minta jodohin sama ortu lu, kan beres!""Tunangan saya selingkuh saat kami sudah tukar cincin! Kami sebenarnya sebentar lagi menikah! Anda pikir, dengan kejadian itu, saya bisa percaya lagi dengan seorang pria?"Moreno terdiam mendengar perkataan Maira yang diucapkan gadis itu dengan nada suara yang bergetar. Entahlah, padahal Maira berusaha untuk membuat dirinya kuat jika membahas soal Dafa, tapi kenapa kekuatan itu bisa hilang seketika saat ia mencoba melakukannya?"Enggak usah main cinta kalo enggak siap patah hati!"Kritikan Moreno membuat Maira lagi-lagi mengepalkan telapak tangannya, kesabaran gadis itu musnah sudah, sampai akhirnya Maira melangkah maju kembali mendekati tepi pembaringan Moreno dan wajahnya terlihat seolah ingin menelan laki-laki itu bulat-bulat."Tidak usah bawa motor kalau Anda tidak bisa menghindari satu orang saja di tengah jalan!" balasnya, dan ini membuat Moreno melotot."Enggak usah kerja kantoran kalau tidak punya uang buat tanggung jawab!" Moreno membalas."Saya sudah bertanggung jawab untuk Anda, biaya Anda di sini, juga perbaikan motor Anda, jadi Anda tidak berhak mengatakan hal seperti itu pada saya!""Lu yakin, semua biaya perbaikan motor gue lu bisa tanggung? Motor gue rusak parah, lu tau artinya apa, kan?"Maira diam, sebenarnya, kata-kata ini yang sangat ia takutkan untuk dibahas, dengan kondisi keuangannya yang menipis, membiayai motor milik Moreno adalah sebuah musibah besar.Motor itu bukan motor biasa, saat ia ke bengkel untuk menanyakan tentang biaya, ia sudah shock duluan, sebab, biayanya sangat mahal dan seluruh uang tabungannya saja tidak cukup untuk membiayai semuanya.Karena itulah, Maira nekat mengatakan pada pemilik bengkel agar memperbaiki dengan bahan seadanya saja, tidak harus sama seperti onderdil motor asli milik Moreno, apalagi alasannya kalau bukan karena ingin memangkas biaya."Anda tidak percaya, saya sudah melakukan tanggung jawab saya?""Kalau begitu, gue minta nota pembayarannya!" pinta Moreno sambil mengulurkan tangannya pada Maira."Kenapa Anda minta nota segala? Anda tidak percaya saya sudah membiayai perbaikan motor Anda?""Cuma memastikan kalau motor gue benar-benar diperbaiki dengan cara yang benar!""Motor Anda sudah saya perbaiki dengan benar, jadi tidak perlu banyak bicara, saya urus biaya administrasi dulu, hari ini Anda sudah boleh pulang!""Ya, udah kalau gitu, mana notanya? Gue mau lihat!"Dengan wajah menuntut, Moreno mengulang permintaannya pada Maira, dan tentu saja disertai dengan uluran tangannya juga seperti tadi.Ini membuat Maira semakin tersudut. Bagaimana kalau pria bernama Moreno itu tahu, ia sengaja memangkas biaya perbaikan motor?Sebagai pemilik, mungkin saja Moreno tahu berapa harga yang harus dikeluarkan dengan jumlah kerusakan yang sangat parah seperti motor pria tersebut.Maira khawatir, Moreno tahu kenekatannya yang sengaja memangkas biaya, dengan meminta pemilik bengkel untuk melakukan perbaikan seadanya saja.Melihat Maira tetap diam, padahal ia hanya meminta nota biaya perbaikan, Moreno jadi curiga. Wanita di hadapannya pasti sedang menyembunyikan sesuatu.Pria itu perlahan turun dari tempat tidur di klinik di mana ia beberapa hari ini dirawat, dan ia melangkah menghampiri Maira dengan sorot mata menyelidik."Gue cuma minta nota pembayarannya, kenapa lu macam diminta melayani setan di atas ranjang? Muka lu pucat, mata melotot, dengan mulut yang maju mundur mau ngomong tapi enggak bisa ngomong, kenapa emang? Lu menyembunyikan sesuatu?""Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida