"Dafa? Rani, apa yang kalian lakukan?"
Berniat memberikan surprise pada Dafa sang tunangan hingga Maira ke kantor milik Dafa, ternyata yang terjadi justru Maira yang terkejut karena melihat Dafa dan Rani sahabatnya sedang berciuman di ruang kerja milik sang tunangan.Tidak hanya sampai di situ, pakaian keduanya juga sudah tidak karuan padahal mereka sedang ada di tempat kerja dan memang, Rani sahabat Maira bekerja di perusahaan milik Dafa atas rekomendasi Maira karena kasihan dengan sahabatnya itu yang tidak kunjung mendapatkan pekerjaan.Namun, rasa kasihan Maira ternyata dibalas dengan sebuah pukulan oleh Rani yang terobsesi dengan Dafa sejak lama secara diam-diam hingga saat Maira merekomendasikannya untuk bekerja di perusahaan Dafa, perempuan itu memiliki kesempatan untuk menggoda Dafa dan Dafa tergoda!Melihat kedatangan Maira yang tiba-tiba, Dafa buru-buru mendorong Rani dari pangkuannya dan segera membenahi pakaiannya dengan wajah seperti maling ketangkap basah, dan Maira jijik melihatnya."Sejak kapan kalian berkhianat di belakang aku?" tanya Maira dengan suara tersendat.Perempuan itu mundur ketika Dafa mendekatinya sembari mengucapkan kata bahwa ia bisa memberikan penjelasan, namun, Maira tidak peduli dengan kata-kata itu."Sayang, itu tadi tidak seperti yang kamu bayangkan, itu kecelakaan, Rani terpeleset dan aku hanya ingin menyelamatkan dia, tidak lebih."Kembali Dafa berusaha untuk memberikan penjelasan, namun Maira tetap tidak bergeming mendengar penjelasan itu bahkan bibirnya tersenyum kecut pertanda ia tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh sang tunangan.Sementara Rani, gadis itu tidak seperti Dafa yang berusaha untuk menjelaskan pada Maira tentang apa yang sudah mereka lakukan. Bahkan, pakaian atasnya yang terbuka karena ulah Dafa hingga menampakkan separuh dadanya tidak dibenarkan oleh Rani seolah sengaja memperlihatkan tanda merah di bagian atas dada perempuan tersebut pada Maira karena ia juga melangkah mendekati sahabatnya itu dengan wajah yang tidak sepucat Dafa, dan sekarang Maira bisa melihat dengan jelas tanda merah di bagian dada atas milik Rani hingga wanita itu semakin muak dan hancur melihatnya."Terpeleset sampai kamu bisa memberikan tanda kepemilikan di dada Rani, gitu? Udahlah, enggak perlu dijelaskan lagi, semuanya udah jelas, kok! Kalian benar-benar sampah!!"Maira merespon perkataan Dafa dengan ucapan seperti itu hingga Rani tersinggung sudah dikatakan sampah oleh Maira."Siapa yang sampah? Kamu harusnya sadar diri, Maira! Selama kamu jadi pacar Dafa, apakah kamu pernah membuat dia puas, nikmat dan bahagia? Kamu hanya fokus dengan pekerjaan, tidak memperhatikan pacar kamu yang kesepian karena ulahmu itu, sekarang, kalau Dafa tergoda padaku itu bukan salahku, saat kamu menjadi tunangan Dafa, apa pernah kamu membiarkan Dafa menyentuh bagian tubuh intim kamu selain berciuman di bibir?""Apa?""Ya! Dafa itu bukan anak SMA yang cuma bisa pacaran dengan hanya bergandengan tangan dan berciuman doang, Maira, kalian sudah bertunangan apa salahnya memberikan kepuasan lebih? Kalau sudah begini, bagaimana? Kamu mau menyalahkan orang lain?""Benar begitu, Dafa?" tanya Maira pada sang tunangan yang semakin tidak tahu harus bicara apa karena Rani bicara panjang lebar seperti itu pada Maira. Ingin membantah tapi semuanya benar, ia saja yang tidak pernah mengatakan langsung pada Maira karena Maira terlalu tabu untuk membicarakan masalah tersebut dengannya."Jawab aku, Dafa! Kamu benar-benar ingin pacar kamu seperti Rani yang murahan seperti itu?"BRUKK!!Tubuh Maira tersungkur ketika dengan kuat Rani mendorongnya lantaran tersinggung dengan kata murahan yang diucapkan oleh Maira tadi."Yang bodoh itu kamu! Punya tunangan tampan dan mapan tapi kamu sok suci, apa enaknya pacaran sama kamu, asal kamu tahu saja, aku sudah beberapa bulan ini melayani Dafa, sebagai wanita, Maira, jadi apa yang aku lakukan itu bukan murahan, tapi langkah penegasan untuk menjaga sebuah hubungan yang akan ke jenjang lebih serius lagi!"Maira bangkit setelah tadi sempat tersungkur lantaran didorong oleh Rani. Meskipun bokongnya berdenyut tapi gadis itu tidak peduli dengan rasa sakit itu, karena sekarang yang lebih sakit adalah hatinya. Maira sangat sakit sekarang sampai ingin mengeluarkan air mata namun itu ditahannya karena tidak mau terlalu lemah di hadapan Dafa."Maira, aku minta maaf, aku cuma ingin kamu sedikit mesra padaku, apa yang aku lakukan dengan Rani itu kekhilafan, aku tetap lebih mencintai kamu, Sayang!"Kembali Dafa berusaha untuk membuat kemarahan di hati Maira musnah, namun apa yang dikatakan oleh Dafa sangat tidak bisa diterima Rani. Gadis itu semakin maju melangkah ke arah Maira seolah tidak ingin membiarkan Maira dihampiri oleh Dafa."Asal kamu tahu saja, Maira, aku dan Dafa sudah pernah berhubungan intim beberapa kali belakangan ini, dia sudah melihat seluruh tubuhku dan dia puas begitu juga aku, apakah kau pernah memperlihatkan seluruh tubuhmu itu pada Dafa?""Kamu benar-benar rendah, Rani!" teriak Maira dengan wajah yang merah padam karena kemarahannya semakin berkobar mendengar ucapan Rani, dan Dafa tidak membantah sama sekali perkataan kotor Rani padahal hati kecil Maira ingin tunangannya itu membantah agar ia masih memiliki sedikit harapan untuk mempertahankan hubungan mereka tersebut, siapa tahu tunangannya benar-benar khilaf, kan? Begitu pikir Maira. Namun, harapan Maira musnah, karena Dafa justru diam saja.Gadis itu menatap ke arah Dafa berusaha untuk menanti apakah Dafa melakukan bantahan bahwa apa yang dikatakan oleh Rani itu tidak benar atau tidak."Kamu enggak membantah apa yang dikatakan Rani, Dafa?" tanya Maira sarat luka, dan Dafa menghela napas mendengar desakan gadis tersebut."Seharusnya masalah ini bisa kita bicarakan sebagai sarana introspeksi diri, kamu yang seperti itu padaku, dan aku dengan keinginan aku.""Introspeksi diri? Introspeksi diri apa? Aku berusaha menjaga diri agar hubungan kita tidak menjadi fitnah karena kamu adalah pengusaha tapi ternyata kamu yang menghancurkan dirimu sendiri! Apa aku salah? Ingin melakukan hal intim denganmu nanti saja setelah sah? Aku tahu, bagi sebagian orang pemikiran itu kuno, tapi kita ini makhluk beragama, Dafa, aku tahu pacaran juga tidak ada dalam aturan agama Islam, tapi setidaknya kita menjaga diri untuk tidak saling merusak sebelum kita sah!""Maka, pacaran saja kamu dengan pria ingusan! Aku ini sudah dewasa, Maira, aku butuh penyemangat saat aku sibuk di kantor, aku punya tunangan, tapi tidak bisa memuaskan aku, memberikan semangat baru untuk aku, setiap kita ketemu, aku tidak pernah bisa mendapatkan lebih dari sekedar ciuman, ciuman pun kamu tidak mau terlalu agresif, aku bahkan tidak pernah menemukan lidah kamu setiap kali kita berciuman, kau tahu cara berciuman bibir yang baik atau tidak? Kalau tidak, aku bisa mengajarimu, tidak perlu sok suci!""Jadi selama ini otakmu itu hanya dipenuhi dengan keinginan-keinginan kotormu itu setiap kali kita ketemu?""Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,