"Apa kau tuli?!" tanya Kevin sarkas. "Kau pikir aku bodoh, percaya pada wanita murahan sepertimu!"Mendengar apa yang dikatakan Kevin, detik berikutnya Intan mengusir Kevin ke luar dari apartemennya. "Ke luar! Cepat ke luar!" Kevin bukannya pergi seperti yang Intan inginkan, kakinya malah semakin mendekat. "Berani kau mengusirku dari sini!"Tanpa berpikir panjang, Intan segera membuka pintu apartemennya lebar-lebar. "Ke luar!" Ucapnya galak menatap tajam pada Kevin dengan tangan mengarahkan ke luar pintu.Wajah Kevin berubah beringas. "Berani kau mengusirku, wanita murahan!" "Ke luar!" Bentak Intan lebih keras.Kedua tangan Kevin mengepal di sisi kiri dan kanan tubuhnya. "Layani aku dulu, baru aku akan pergi dari sini!"Dada Intan naik turun menahan marah. "Aku tak sudi melayani nafsu gilamu itu! Pergi kau dari sini!"Kevin melangkah mendekat, berdiri dengan sombongnya di depan Intan. "Wanita murahan! Kau pikir siapa dirimu sampai berani-beraninya mengusirku dari sini! Kau hanya sam
Intan masuk kembali ke dalam apartemennya. Walaupun Kevin telah pergi, tapi perasaan takut masih membayangi. "Semoga bocah sialan itu tidak datang lagi! Mengganggu kenyamanan ku saja. Brengsek!" Intan menggerutu sendiri.DREET!DREET!Ponsel di atas nakas bergetar. "Siapa yang meneleponku?!" tanya Intan pada diri sendiri langsung melihat layar ponselnya. "Astaga! Bocah tengil itu lagi!" Ponsel langsung dilempar ke atas kasur. Intan berdiri di depan cermin besar, menatap wajahnya yang kusut dan terlihat pucat. Berapa menit kemudian, Intan mengganti bajunya dan berdandan. "Sebaiknya aku ke luar menemui Brian! Sedang apa dia sekarang?!" Intan lalu melihat jam tangannya. "Tapi, apa Brian ada di kantor?!"....Melodi dan Cleon baru saja selesai meeting membahas beberapa tender yang telah berhasil mereka menangkan bersama para direktur utama."Bos," panggil Melodi kerepotan memegang tas kerja dan beberapa berkas yang ada di tangannya, langkahnya begitu tergesa-gesa untuk mengimbangi langka
Melodi yang dipanggil oleh Bos besarnya, tapi Mang Sugeng yang terlihat khawatir. "Non Melodi, cepat masuk ke dalam mobil. Nanti Tuan marah."Melodi malah mendekati Mang Sugeng, kemudian berbisik, "sebenarnya, aku takut ikut dengan Bos.""Takut?!" tanya Mang Sugeng bingung. "Takut kenapa?!""Sst," Melodi menutup bibir mungilnya dengan jari telunjuk. "Jangan kencang-kencang ngomongnya, nanti Bos bisa dengar," bisiknya."Kenapa harus takut?" bisik Mang Sugeng heran. "Tuan Cleon bukan orang jahat.""Masa Mang Sugeng tidak mengerti! Aku dan Tuan besarmu itu berlainan jenis," jawab Melodi. "Mang Sugeng pahamkan?!"Berapa detik Mang Sugeng diam, mencerna ucapan Melodi, tak lama kemudian manggut-manggut. "Maksud Non Melodi, karena kalian berdua ini berlainan jenis jadi Non Melodi takut.""Pinter!" Melodi tanpa sadar memukul tangan Mang Sugeng. "Itu mengerti.""He-he," Mang Sugeng terkekeh sambil mengelus bagian tangan yang dipukul Melodi. "Jangan takut Non, Tuan tidak seperti itu," bisik Man
Melodi memutar tubuhnya di depan cermin, senyum lebar tak pernah lepas dari bibirnya ketika melihat dress yang sedang dipakainya begitu cocok dengan tubuh kecil mungilnya. "Pasti yang memilih baju ini bukan si manusia es, mana mungkin dia mau bersusah payah membeli baju," ucap Melodi sendiri."Baju yang Nona pakai itu, Tuan Cleon sendiri yang memilihnya," terdengar suara lembut seorang wanita dari belakang tubuh Melodi.Tubuh Melodi langsung berbalik melihat ke belakang. "Sejak kapan Nyonya ada di sini?!" tanyanya."Sejak Nona mulai bicara sendiri," jawabnya. "Jangan panggil saya Nyonya, panggil saja Bibi."Melodi sejenak menatap wajah wanita itu. "Bibi bekerja di sini?!""Iya, bahkan Bibi yang mengasuh Tuan muda dari kecil," jawabnya tenang disertai senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya. "Nona pasti gadis yang sangat spesial buat Tuan muda karena baru kali ini membawa seorang wanita ke rumah ini.""Eh, tidak, tidak!" Melodi menggelengkan kepalanya. "Bibi jangan salah paham. Saya
Jalan raya yang berdebu serta kemacetan yang hakiki tidak menghalangi Melodi Celena Wijaya untuk terus melajukan sepeda motor merah matic kesayangannya membelah jalan raya yang penuh dengan hiruk-pikuk kendaraan saling berebut mendahului."Sialan! Macet lagi!" gumam Melodi dari balik helmnya. "Gue bisa terlambat datang ke acara ulang tahun si Lastri kalau begini caranya."Melodi pun menghentikan sepeda motornya ketika tepat berada di bawah lampu merah. "Apes bener hidup gue, tadi macet sekarang lampu merah."Dengan menghela napas panjang, perempuan itu duduk dengan penuh kesabaran di atas sepeda motor merah matic kesayangannya, menunggu lampu merah berganti hijau. "Lama banget nih lampu," gerutu Melodi lantas melihat ke sekelilingnya, nampak beberapa kendaraan sepeda motor dan juga beberapa mobil di belakangnya. Tak jauh darinya, seorang pemilik mobil Fortuner hitam nampak duduk di belakang sedang memperhatikan Melodi."Tuan Cleon," panggil Mang Sugeng. Sopir pribadinya itu menatap
Setelah mengendalikan diri, Cleon pun melangkah santai menuju meja yang sudah menjadi tempat favoritnya. "Selamat siang Tuan Cleon." Seorang pelayan wanita dengan seragam putih hitam berdiri di depan meja memberikan buku menu."Pesan seperti biasa," ucap Cleon tanpa melihat buku menu."Iya Tuan." Pelayan itu langsung pergi, sudah tahu menu apa saja yang selalu dipesan Cleon karena seringnya makan di restoran mereka.Di ruangan yang lain, tapi masih di restoran yang sama, Melodi Celena Wijaya sedang merayakan ulang tahun sahabatnya Lastri bersama teman-temannya yang lain."Lastri, sekarang loe sudah 17 tahun, berarti boleh dong loe pacaran?" tanya Vina."Kagak tahu, orangtua gue sangat ketat urusan yang begitu mah. Ini saja, Ibu sampai tanya siapa yang akan diundang," jawab Lastri."Baguslah itu," timpal Melodi. "Memang harus begitu, secara loe itu anak tunggal jadi tentu saja orangtuamu pasti sangat khawatir.""Loe mau tidak jadi cewek gue," celetuk Jefri, sang ustadz.Lastri langsu
Melodi melihat nanar ponsel rusak yang ada di tangannya. "Gue harus bertahun-tahun menabung agar bisa membeli ponsel ini, tapi sekarang malah hancur dalam hitungan detik.""Lalu harus bagaimana lagi?! Loe yang salah," ucap Vina ikut merasakan kesedihan Melodi, tapi mau bagaimana lagi.Cleon menatap Melodi yang tertunduk melihat ponselnya dengan hati bicara sendiri. "Gadis ini, sepertinya aku pernah melihatnya, tapi di mana?"Wajah sedih terlihat diraut muka Melodi. "Ya sudahlah, benar apa yang loe bilang, ini sudah nasibku.""Nasi sudah menjadi bubur. Mudah-mudahan loe ketiban rejeki nomplok bisa beli ponsel baru." Vina memberi semangat.Melodi tersenyum kecut, ponsel yang telah hancur dimasukkan dalam tas kecilnya lalu melihat Cleon. "Kalau kamu mau, aku bisa mengganti ponselmu," ucap Cleon tersenyum.Vina menyenggol lengan Melodi. "Mau, mau Melodi. Jawab mau.""By the way, namaku Cleon Helios Lewis." Cleon mengulurkan tangannya mengajak berkenalan.Vina dengan antusias segera meny
Ibu melihat Melodi. "Tapi apa? Bicara itu yang jelas."Melodi garuk-garuk kepala tidak gatal dengan hati bicara sendiri. "Apa yang harus aku katakan pada Ibu? Aku tidak tega."Ibu melempar tisu pada putrinya. "Ditanya malah bengong!"Untuk menghindari pertanyaan Ibu selanjutnya, Melodi buru-buru pergi. "Aku kebelet pipis." "Dasar bocah, bicara tidak ada jelasnya." Ibu hanya bisa geleng-geleng kepala melihat putrinya masuk ke dalam kamar......Di tempat lain, lebih tepatnya di depan gedung pencakar langit, Cleon dengan langkah tegas memasuki gedung miliknya, perusahaan besar yang diwariskan kedua orangtuanya, VP Corp. "Selamat siang Pak." Sekretaris pribadinya langsung datang menyambut ketika Cleon baru saja ke luar dari lift yang hanya dikhususkan untuk dirinya seorang."Ada meeting apa hari ini? Kamu mengganggu saja! Apa tidak bisa kamu sendiri yang menangani?!" Cleon terlihat kesal melihat sekretarisnya sambil melangkah menuju ke ruangannya.Gloria menghela napas, raut wajah Cleo