Tidak kalah dengan Cleon, tatapan Melodi pun bagai sinar laser menembus jantung, berkilat dan bercahaya.Ruas jari Cleon memucat di antara kepalan tangannya. "Andai kamu bukan seorang wanita, aku pastikan wajahmu sudah babak belur," ucap Cleon pelan, tapi begitu dalam penuh penekanan.Melodi maju satu langkah, tidak ada garis ketakutan dalam raut wajahnya. "Jangan melihat aku wanita atau laki-laki. Jika kamu memang mau menghajarku ...." Melodi begitu tajam menatap iris mata Cleon. "Hajar saja diriku! Sedikitpun, aku tidak takut padamu!"Terdengar gemeretak gigi Cleon menahan marah disertai rahang yang terlihat mengeras serta kepalan tangan yang siap untuk menghantam. Melihat situasi yang sudah tidak kondusif, Mang Ujang dengan cepat segera menenangkan Cleon. "Tuan, sudah Tuan! Kenapa jadi berantem begini?! Tidak baik seperti ini."Tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan Mang Ujang, Bi Darmi juga segera menenangkan Melodi. "Non, sudah Non! Aduh, kenapa jadi panjang begini?!"Satu
Pagi yang cerah, secerah hatinya Lastri yang bergegas pergi ke rumah Melodi. Buku serta tas gendong yang ada di tangannya begitu sangat merepotkan, tapi tidak menghalangi tubuhnya untuk terus bergerak. Langkah kakinya, setapak demi setapak menapaki trotoar yang sebagian sisinya sudah banyak berlubang.Pintu pagar yang catnya sudah sebagian terkelupas sehingga memperlihatkan besi yang sudah berkarat, perlahan Lastri buka. "Melodi! Melodi Celena!"Tidak berapa lama, pintu rumah terbuka. Melodi ke luar sudah rapi. "Tumben loe ke sini?!""Memangnya, gue nggak boleh ke sini?!" jawab Lastri."Bukan nggak boleh, tapi aneh saja!" Melodi kembali masuk ke dalam rumahnya diikuti Lastri dari belakang."Neng Lastri," sapa Bu Dewi dari dalam rumah membawa beberapa kantung plastik putih dengan ukuran besar."Selamat pagi, Bu?" sapa Lastri sopan, langsung mengangguk pelan sebagai tanda salam. "Itu apa Bu?"Ibu menaruh kantung plastik di atas meja. "Kue kering pesanan toko yang di seberang jalan. Nant
Rio melihat Melodi diam terpaku. "Woi! Kok jadi bengong!""Jangan kebanyakan bengong! Nanti setan dengan senang hati masuk ke tubuh loe!" Lastri menepuk tangan Melodi."Nggak ada yang bengong!" jawab Melodi pura-pura.Rio melihat jam tangannya. "Sebentar lagi jam masuk. Gue cabut dulu ya!"Lastri mengernyitkan alisnya. "Kok cabut? Loe mau kabur?!""Yoi! Bye, see u again!" Rio segera pergi dengan terburu-buru.Lastri geleng-geleng kepala melihat punggung Rio semakin menjauh. "Dasar orang aneh! Sudah di dalam kelas, malah kabur!"Tidak lama datang guru pengajar, suasana yang riuh sekarang berganti menjadi hening. Semua murid mengikuti mata pelajaran yang sedang diterangkan guru mereka di depan.Waktu terus berjalan, satu per satu pelajaran telah terlewati. Jam pelajaran di hari itupun selesailah sudah. Semua murid bersuka cita menyambut suara bel yang meraung-raung menandakan jam pulang."Melodi," panggil Lastri sambil memasukkan semua bukunya ke dalam tas."Loe mau numpang pulang lagi?
Lastri dengan cepat segera turun dari atas sepeda motor. Napasnya hampir tercekik saking kagetnya dengan apa yang barusan terjadi. "Ya Tuhan. Ampuni dosaku," ucap Lastri di antara napasnya yang tersengal.Tidak jauh berbeda dengan Lastri, Melodi juga merasakan hal yang sama. Jantungnya berdetak sangat cepat disertai tangan yang gemetar luar biasa. "Ya Tuhan. Apa yang barusan terjadi?!"Lastri membuka helmnya, keringat langsung memenuhi seluruh keningnya. "Loe gila atau apa?! Bawa motor hampir membuat nyawa kita melayang! Gue masih pengen hidup!"Melodi turun dari sepeda motornya. "Gue juga kaget! Loe pikir gue pengen mati?" Melodi membuka helmnya. "Gila! Mobil siapa tadi hampir menabrak kita?!"Lastri langsung melihat sekelilingnya, tidak nampak ada orang, hanya terlihat mobil Fortuner hitam terparkir tidak jauh dari mereka. "Untung sepi!"Pintu mobil Fortuner terbuka, ke luar seseorang yang wajahnya sudah tidak asing lagi, langsung mendatangi Melodi dan Lastri. "Kalian tidak apa-apa?
Beberapa detik Cleon tertegun. Pandangannya tidak teralihkan dari wanita yang dulu pernah mengisi hari-harinya dengan penuh kegembiraan. Sampai saat di mana, dunianya yang indah berubah menjadi neraka. Pengkhianatan, ya pengkhianatan! Kembali terukir dipelupuk matanya, bagaimana Clara bercumbu rayu dengan temannya sendiri, Brian!Cleon langsung masuk ke dalam mobilnya, ketika Clara selesai menelepon dan membalikkan tubuhnya. Tanpa menunggu lama, bahkan seatbelt pun lupa dipasang, Cleon langsung menjalankan mobilnya pergi meninggalkan Clara yang masih berdiri."Sialan! Fuck! Brengsek!" Umpatan demi umpatan ke luar dari bibir Cleon, tangannya dengan kesal memukul setir untuk meluapkan segala amarahnya. Jalan raya begitu padat dengan kendaraan, tidak dihiraukan Cleon, mobil yang dilajukannya dengan mudah mendahului kendaraan lain sehingga banyak umpatan yang terlontar untuk dirinya. Cleon menuju ke apartemen David, sahabat sekaligus tangan kanannya yang selalu siap mendengarkan segala k
"Apa begini, caranya menyambut tamu yang baru datang?! Tidak sopan!" Intan malah jalan melenggang menjauhi David kemudian duduk di depan Cleon."Brengsek!" David menarik tangan Intan. "Pergi dari sini!""Lepaskan! Aku hanya mampir sebentar! Ada yang ingin aku katakan padamu!" jawab Intan menarik kembali tangannya. "Kasar sekali!""Jangan menguji kesabaranku!" Bentak David marah.Intan mendongak melihat David yang berdiri. "Aku hanya sebentar di sini!" "Tidak ada yang memintamu duduk! Pergi dari sini!" David menarik pergelangan tangan Intan dengan kasar."Lepaskan!" teriak Intan, menarik pergelangan tangannya dari cengkraman jari jemari David."Brengsek! Dasar wanita ja ...." David habis kesabaran. Tangannya siap melayang hendak menampar wajah Intan, tapi Cleon segera melarangnya. "David!"Tangan David berhenti di udara, melihat Cleon. "Untuk apa kamu membelanya?! Dia wanita tidak tahu diri!""Aku tahu!" Cleon bangun dari duduknya, berjalan mendekati Intan. "Berapa yang kamu inginka
Melihat perubahan ekspresi Cleon, David jadi penasaran. "Ada apa?!"Ponsel yang masih tersambung dengan sekretarisnya, langsung diputus sambungan secara sepihak oleh Cleon. "Woi! Ada apa bro?!" tanya David lagi.Cleon bukannya menjawab, malah menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa, menghisap kembali rokoknya kuat-kuat. Tatapannya melihat ke langit-langit. Wajah kusut semakin bertambah kusut.David bangun dari duduknya untuk mengambil kembali minuman yang telah kosong. Diambilnya beberapa botol minuman lalu diletakkan di atas meja, di depan mereka berdua."Wanita sialan itu, sekarang berada di kantor," ucap Cleon.David lagi meneguk minumannya, hampir tersedak begitu mendengar apa yang diucapkan Cleon. "What?!""She is crazy!""Punya nyawa berapa wanita itu, sampai berani datang menemuimu." David geleng-geleng kepala tidak percaya.Cleon tersenyum sinis. "Dia sedang membangunkan macan tidur.""Atau mungkin saja, dia datang untuk minta maaf?!" Cleon mengisi gelas kosongnya dengan wine
Brian tahu, Intan memang sengaja melakukan hal itu. "Maaf Intan. Bisa kamu sedikit menggeser duduknya. Aku tidak bisa bergerak."Intan tidak menggubrisnya, malah dengan sengaja menyandarkan tubuhnya pada lengan kokoh Brian. "Kenapa? Dulu, kamu paling senang, jika aku bersandar padamu.""Itu dulu. Sekarang sudah berbeda," jawab Brian mencoba tetap tenang agar tidak terpancing. "Sekarang di antara kita tidak ada apa-apa.""Iya, aku lupa," ujar Intan, tapi tidak bergeser sedikitpun. "Jadi, sekarang kamu tinggal di mana?" tanya Brian mengalihkan pembicaraan, karena lengannya sudah merasakan daging empuk di depan dada Intan mulai bersandar pada lengannya."Sudah tidak tinggal di tempat dulu lagi. Sewa apartemen semakin naik setiap bulan, aku tidak sanggup untuk membayarnya.""Bukankah, kamu meninggalkan ku karena punya laki-laki yang lebih kaya dariku?!" Brian tersenyum kecut, teringat kejadian dulu Intan pergi demi pria yang lebih banyak uang.Intan menghela napas. "Tidak seperti itu Bri