"Iya, Dokter. Ini yang paling dekat. Lukamu harus segera diobati."
Melodi melihat lututnya, darahnya mulai mengering. "Antarkan saja aku pulang.""Kenapa? Ini sudah di depan klinik. Lukamu bisa infeksi kalau telat diobati."Melodi melihat Cleon. "Aku ... aku tidak mau ke Dokter."Cleon mengeryitkan alisnya, bingung dengan Melodi yang berubah gugup.Melodi melihat ke arah pintu klinik. "Antarkan saja aku pulang. Aku tidak mau ke sana.""Kenapa? Kamu takut dengan Dokter?" tanya Cleon bingung. "Tenang saja, kamu tidak bakalan disuntik. Lukamu hanya diobati saja, tidak perlu disuntik."Melodi menunduk, matanya tiba-tiba saja berkaca-kaca. "Antarkan saja aku pulang," ucapnya dengan suara yang hampir tercekat ditenggorokan.Cleon yang sudah bingung dengan perubahan Melodi, sekarang bertambah bingung melihat Melodi jadi sedih. "Iya, iya baiklah. Tapi bagaimana dengan lukamu itu?""Biar aku tahan," bisik Melodi serak.Cleon tidak banyak bicara lagi, seatbelt yang telah dilepas sekarang dipasang lagi. "Kita sekarang pergi sesuai keinginanmu, jangan salahkan aku jika terjadi apa-apa dengan lukamu itu."Selama dalam perjalanan Melodi lebih banyak diam, tatapannya jauh melihat ke depan. Klinik tadi mengingatkannya pada kejadian beberapa tahun yang lalu ketika dirinya masih kecil, kejadian yang tidak pernah dilupakan seumur hidupnya.Menit ke menit telah berlalu, Cleon melihat Melodi. "Aku tidak tahu alamat rumahmu."Tidak ada jawaban, Melodi terdiam dengan mata tertutup."Pantas tidak dijawab, dia tidur," gumam Cleon. "Ke mana aku harus mengantarnya?"Cleon mengemudikan mobilnya pelan, sekali-kali melihat Melodi yang terlelap. "Bagaimana ini? Apa aku harus membangunkannya? Tapi ... aku tidak tega, tidurnya terlihat begitu nyenyak."Cleon menghentikan mobilnya dipinggir jalan raya yang sepi. "Lalu, aku harus bagaimana sekarang?" Dilihatnya jam bermerk yang melingkar di tangannya.Satu menit, dua menit, tiga menit berlalu, tapi Melodi masih terlelap. "Sudahlah, daripada jadi seperti orang bego di sini. Bengong tidak karuan, lebih baik aku bawa pulang saja nih bocah!"Mobil fortuner hitam kembali meluncur membelah jalan raya Ibukota, membaur bersama kendaraan lain.Tidak membutuhkan waktu lama bagi Cleon untuk sampai di mansionnya. Pintu pagar besi yang menjulang tinggi langsung terbuka secara otomatis ketika sang pemilik tempat akan masuk. Halaman luas penuh dengan tumbuhan rindang memberikan kesan yang sejuk sekaligus misteri bagi siapa saja yang memasuki halaman rumah seorang Cleon Helios Lewis.Dari arah samping mansion, seorang wanita setengah baya datang tergopoh-gopoh begitu melihat mobil Fortuner hitam terparkir di depan mansion. "Tuan Cleon sudah pulang."Cleon terdiam beberapa saat melihat Melodi yang masih terlelap. "Tidurnya seperti orang mati. Apa aku harus menggendongnya masuk ke dalam?!"Tidak ada pilihan lain, Cleon akhirnya menggendong Melodi ala bridal style masuk ke dalam mansionnya."Tuan." Raut wajah asisten rumah tangganya terlihat heran melihat Tuannya pulang dengan membawa seorang wanita muda yang sedang tertidur."Bi Darmi. Bawakan air hangat dan handuk kecil serta kotak obat ke kamar," pinta Cleon sambil berlalu pergi menuju kamar pribadinya yang ada di lantai dua."Iya Tuan," jawab Bi Darmi pelan. "Yang pulang bersama Tuan, bukannya Mang Ujang malah seorang wanita muda. Lalu suamiku di mana?"Cleon pelan-pelan membaringkan tubuh Melodi di atas tempat tidur empuknya. "Gila nih cewek, tidurnya seperti orang mati."Bi Darmi datang dengan membawa semua yang tadi diminta Cleon. "Tuan."Cleon membuka jas dan melempar begitu saja ke atas sofa. "Bibi, apa Mang Ujang sudah pulang?""Belum Tuan," jawab Bibi melihat Melodi mulai menggerakkan tangannya. "Ini siapa Tuan?""Melodi." Cleon berdiri di samping tempat tidur memperhatikan Melodi baru saja membuka matanya.Melodi melihat sekelilingnya yang nampak asing. "Aku di mana?""Akhirnya kamu bangun juga?" ucap Cleon.Melodi langsung bangun begitu matanya melihat Cleon. "Aku di mana? Bukankah tadi, kita sedang berada di dalam mobil?""Tidurmu seperti orang mati!" Cleon mengambil air hangat yang ada di dalam wadah.Melodi meringis, merasakan lukanya kembali perih. "Issh, sakit."Cleon melihat celana panjang yang dipakai Melodi. "Celanamu harus digunting. Aku tidak bisa mengobati lukamu jika tertutup celana begitu."Bi Darmi tanpa disuruh, langsung mengambil gunting dari dalam laci. "Ini Tuan guntingnya!""Eh, jangan!" Melodi menepiskan tangan Cleon yang hendak menggunting celananya."Kenapa?" tanya Cleon. "Lihat itu! Celanamu juga banyak darahnya!"Melodi kembali meringis sakit. "Aku tidak mau celanaku digunting!""Tuan, mungkin Nona Melodi malu," ucap Bi Darmi pelan."Malu?" Cleon menoleh melihat Bibi. "Malu kenapa?""Tuan, Nona ini terlihat masih muda. Mungkin dia tidak terbiasa dekat-dekat dengan seorang pria. Masa begitu saja Tuan tidak mengerti."Melodi membuang muka, ucapan Bibi memang benar adanya. Cleon adalah pria yang baru saja dikenalnya, tidak tahu siapa dia dan bagaimana dia, masa sembarangan main gunting celana yang dipakainya.Tiba-tiba tawa Cleon meledak memenuhi ruang kamarnya yang luas. "Ha-ha-ha."Melodi dan Bi Darmi saling melempar pandang, heran melihat Cleon tertawa terbahak seperti orang gila.Cleon bicara lagi setelah puas tertawa. "Jika kalian berpikir seperti apa yang aku pikirkan, tenang saja! Aku tidak tertarik dengan bocah ini!"Melodi dan Bi Darmi saling memandang tanpa mengeluarkan suara."Santai saja, aku tidak mungkin berbuat macam-macam padamu. Selain kamu bukan tipeku, aku juga tidak tertarik dengan gadis bau kencur!" Cleon kembali bersiap akan menggunting celana Melodi."Bukan begitu maksudku!" Melodi kembali menepiskan tangan Cleon. "Jika kamu menggunting celanaku ...." Melodi tidak melanjutkan kalimatnya."Oh, itu maksudmu?!" Cleon seakan mengerti dengan apa yang Melodi khawatirkan. "Jangan khawatir, aku hanya menggunting sampai lutut saja. Tidak mungkin aku menggunting sampai ke atas pahamu! Dasar bodoh!"Melodi melihat Bi Darmi, matanya seakan berbicara agar Bi Darmi yang melakukannya."Tuan.""Apa?" jawab Cleon.Bi Darmi mendekati Cleon. "Biar Bibi saja yang mengurus Nona Melodi."Cleon melihat Melodi. "Iya baiklah. Lagipula aku juga masih banyak urusan." Cleon langsung berdiri. "Obati lukanya, kalau bisa ganti bajunya yang kotor itu. Cari pakaianku yang pas di tubuhnya, kaos atau kemeja.""Iya Tuan." Bi Darmi langsung mengambil alih gunting yang ada di tangan Cleon.Tanpa banyak bicara, Cleon langsung masuk ke dalam kamar mandi lalu tidak lama kemudian terdengar suara air yang menandakan Cleon sedang membersihkan tubuhnya yang sempurna itu.Bi Darmi dengan telaten membantu Melodi mengobati lukanya sampai selesai."Terima kasih Bi," ucap Melodi ketika lukanya selesai diperban.Bi Darmi merapikan kembali kotak obatnya. "Sama-sama Non. Apa bajunya mau diganti juga?""Tidak ... tidak usah! Aku juga mau pulang," jawab Melodi.Kamar mandi terbuka, Cleon ke luar hanya memakai handuk putih yang menutupi bagian bawahnya saja sehingga perut roti sobeknya terpampang sempurna."Ya, Tuhan...."Melodi melongo melihat pemandangan indah depan matanya. Wajah yang tadi terlihat seperti Om-om dengan penampilan orang pergi ke kantor, sekarang terlihat seperti anak muda yang umurnya tidak jauh berbeda dengannya.Bi Darmi tersenyum melihat Melodi melongo. Baginya, melihat majikannya seperti itu sudah tidak aneh karena dari kecil dirinya yang mengurus Cleon. Diam-diam Bi Darmi ke luar kamar tanpa menimbulkan suara langsung menutup pintu kamar.Cleon dengan santai berjalan masuk ke dalam walk in closet tanpa menghiraukan Melodi."Gila, ternyata si Cleon ini ganteng banget! Ya Tuhan, kenapa jantung ini jadi berdebar?!" Melodi bicara sendiri melihat pintu walk in closet yang tertutup. Pandangan Melodi lalu menyapu seluruh ruangan kamar. "Ini kamar atau rumah? Gede banget! Rumahku saja tidak sebesar kamar ini. Siapa si Cleon ini?!"Pintu walk in closet terbuka, Cleon ke luar sudah memakai celana pendek dan kaos polo hitam ketat sehingga dadanya yang bidang seakan mengundang banyak kaum
David terpejam sejenak. "Jangan berpikir terlalu jauh Intan! Aku dan kamu tidaklah sama!""Kita memang tidak sama. Aku wanita dewasa dan kamu ...," bisik Intan di telinga David. "Pria yang sangat luar biasa."Tangan David terkepal di antara kedua sisi tubuhnya. "Ingat kedudukanmu! Aku siapa dan kamu siapa?!""Ups!" Intan mundur dua langkah ke belakang. "Ternyata kamu pria yang sangat sabar."David menatap tajam Intan. "Cepat ke luar dari sini!"Intan tersenyum. "Aku tidak mau," jawabnya santai malah duduk di sofa."Jangan menguji kesabaranku! Di mataku, kamu tidak lebih hanyalah wanita murahan! Hubungan kita hanya sebatas pelanggan, tidak lebih dari itu!"Intan mengangkat kedua kakinya ke atas meja tanpa rasa takut sedikit pun. "Tanpa kamu ingatkan pun, aku tahu akan hal itu.""Selama aku masih bisa bersabar, cepat angkat kakimu dari sini!" Teriak David.Intan menatap David. "Baiklah, baik. Tapi bisakah aku minta segelas air. Rasanya tenggorokan ini kering." Intan mengelus lehernya s
David tidak menghiraukan ucapan Intan, tubuhnya yang tidak tertutup sehelai benang langsung mengambil bathrobe yang tergeletak di lantai lalu pergi ke kamar mandi.Wajah Intan yang lelah, tersungging senyum. "Aku sangat puas. Rasanya aku sedang berada di surga ketika melihat wajah David yang berpeluh menghentak tubuhku dari atas. David benar-benar sangat perkasa. Dia bagai singa liar jika sedang terbakar gairah."Tidak lama, David ke luar dari kamar mandi, wajahnya terlihat jauh lebih segar. Langsung membuka laci dan mengeluarkan buku cek. Setelah menulis nominal angka, David segera melemparnya ke tubuh Intan."Apa ini?!" tanya Intan kaget mengambil secarik kertas yang ada di atas selimut. "Itu bayaranmu karena telah memuaskan aku barusan," jawab David sambil menyalakan rokok. "Cepat pakai bajumu dan pergi dari sini!"Intan tercengang. "Tapi bukankah, apa yang kita lakukan tadi ...."David segera memotong kalimat Intan. "Yang kita lakukan tadi, tidak lebih dari penjual dan pembeli. K
Brian menatap dalam iris mata wanita yang dicintainya. "Clara Aulia, sekali lagi aku tanya padamu. Apa kamu yakin akan pulang ke kota kelahiranmu?!""Yakin, sangat yakin." Clara tersenyum, hatinya senang melihat Brian sedikit melunak.Brian menghela napas. "Baiklah, jika keputusanmu tidak bisa diubah lagi, kita akan pulang."Senyum lebar langsung merekah dari bibir Clara. "Terima kasih. Terima kasih Brian.""Aku sudah mengingatkan resiko apa yang akan terjadi jika kita pulang," ucap Brian. "Jangan salahkan aku jika terjadi apa-apa."Clara memeluk erat Brian. "Jangan khawatir, aku bisa menjaga diriku sendiri.""Baiklah, kita akan pulang." Brian balas memeluk erat kekasih yang sangat dicintainya.Hati Clara luar biasa bahagianya, tersungging senyum licik dari bibir merahnya. "Sampai bertemu lagi Cleon Helios Lewis.".....Mobil Fortuner hitam, tepat berhenti di depan pagar rumah yang terlihat sederhana. "Ini rumahmu?" tanya Cleon melihat sebuah bangunan sederhana bercat putih yang warn
Seketika raut wajah Cleon langsung berubah begitu mendengar nama Clara. "Kenapa loe harus menyebut nama wanita itu?!""He-he-he." David terkekeh. "Ternyata loe masih belum bisa melupakannya!"Cleon meneguk kembali wine miliknya sampai habis tak bersisa. "Sialan!""Siapa nama gadis cantik yang si Ujang seruduk?!" David mengalihkan pembicaraan."Melodi!""Wow, nama yang indah!" David memuji. "Pasti kedua orangtuanya sangat menyukai musik."Cleon bangun dari duduknya. "Gue mau pulang! Rasanya pinggang mau copot, gue lelah sekali.""Loe bisa tidur di sini! Ini juga apartemen loe!" ujar David.Cleon menyimpan gelas kosongnya di atas meja. "Ogah gue! Tidur di atas ranjang yang loe pakai maksiat!""Sialan loe!" David melempar Cleon dengan dus tisu yang ada di atas meja.Cleon langsung pergi dengan terlebih dahulu mengingatkan. "Besok loe masuk kantor tepat waktu! Awas kalau telat! Gue potong gaji loe selama setahun!""Silahkan potong kalau berani!" Tantang David. "Gue kagak takut!"BLUUGH!!!
Cleon melihat jam tangannya. "Apa semua pekerjaan sudah kamu selesaikan?!""Sudah Pak!" jawab Gloria cepat."Baiklah. Sekarang kamu boleh pulang! Bersiaplah untuk nanti malam," ucap Cleon. "Pakai baju yang sopan, penampilanmu juga mewakili attitude perusahaan kita. Apalagi ini acara anniversary yang ke 25, banyak klien kita yang diundang.""Iya Bos!" Gloria bergegas pergi meninggalkan ruangan Bosnya.David mengambil ponsel yang bergetar di dalam saku celana panjangnya. Sebuah nomor asing masuk ke dalam panggilan teleponnya. "Siapa ini?!""Apa?" tanya Cleon tanpa melepaskan matanya dari laptop yang ada di depannya."Nomor asing. Siapa ini?" ucap David memandang layar ponselnya.Cleon menutup laptopnya. "Mungkin penggemar ranjangmu. Salah satu perempuan yang pernah loe tiduri."David menaruh ponselnya di atas meja. "Emang gue pikirin!""Loe mau pulang?!" Cleon berdiri dari duduknya. "Pulanglah! Gue juga mau bersiap ke acara anniversary perusahaan kita," jawab David ikut berdiri, menga
Melodi dan Lastri melihat gaun malam yang dipakainya. Hati mereka menciut begitu melihat salah satu tamu wanita datang dengan gaun malam yang terlihat seperti artis mau konser."Apa gaun yang aku pakai ini tidak norak?" tanya Lastri melihat gaunnya sendiri."Tentu saja tidak. Gaun yang kamu pakai itu sesuai dengan umurmu," jawab Mama. "Jangan melihat orang lain. Kamu dan mereka berbeda, yang penting kita berpakaian yang pantas dilihat orang."Papa tersenyum. "Benar apa kata Mama kamu. Ingat! Nanti di dalam sana, kalian berdua jangan berjauhan dan jangan membuat masalah, apalagi bikin rusuh. Hindari sesuatu hal yang akan membuat masalah, mengerti!""Iya Pa," jawab Lastri.Melodi dan Lastri menarik napas panjang, tas tangan yang ada di tangan masing-masing dipegang erat, seakan minta kekuatan agar tidak gugup.Ruangan yang begitu megah dengan penataan yang begitu apik, bertabur bunga-bunga segar di setiap tempat sangat memanjakan mata memandang. Melodi memandang takjub dengan apa yang
Melodi terkesiap, darahnya seakan berhenti mengalir dalam setiap aliran nadi begitu melihat wajah siapa yang berdiri di depannya. "Cleon."Senyuman tersungging di bibir. "Hai, Melodi Celena!"Kegugupan langsung melingkupi Melodi. "Hai.""Kupikir penglihatanku salah," Cleon tersenyum manis, senyum yang jarang sekali diperlihatkan pada orang lain. "Ternyata, ini memang kamu!"Melodi berusaha tersenyum agar tidak terlihat gugup. "I ... iya.""Dengan siapa kamu ke sini?" tanya Cleon to the point.Melodi menarik tangan Lastri agar berdiri di sampingnya. "Temanku."Cleon melihat Lastri, keningnya mengernyit seperti sedang mengingat. "Ini ...""Kita pernah bertemu di restoran Chinese food." Lastri membantu ingatan Cleon."O, iya, iya, betul! Aku ingat sekarang." Cleon tersenyum. "Kita pernah bertemu di restoran Chinese food."Gloria datang. "Bos, ada klien kita yang ingin bertemu.""Siapa?" "Tuan Abraham, perusahaannya cukup berpengaruh. Saranku, Bos menyapanya walau hanya sebentar," bisik