Share

7. CELANA YANG DIGUNTING

"Iya, Dokter. Ini yang paling dekat. Lukamu harus segera diobati."

Melodi melihat lututnya, darahnya mulai mengering. "Antarkan saja aku pulang."

"Kenapa? Ini sudah di depan klinik. Lukamu bisa infeksi kalau telat diobati."

Melodi melihat Cleon. "Aku ... aku tidak mau ke Dokter."

Cleon mengeryitkan alisnya, bingung dengan Melodi yang berubah gugup.

Melodi melihat ke arah pintu klinik. "Antarkan saja aku pulang. Aku tidak mau ke sana."

"Kenapa? Kamu takut dengan Dokter?" tanya Cleon bingung. "Tenang saja, kamu tidak bakalan disuntik. Lukamu hanya diobati saja, tidak perlu disuntik."

Melodi menunduk, matanya tiba-tiba saja berkaca-kaca. "Antarkan saja aku pulang," ucapnya dengan suara yang hampir tercekat ditenggorokan.

Cleon yang sudah bingung dengan perubahan Melodi, sekarang bertambah bingung melihat Melodi jadi sedih. "Iya, iya baiklah. Tapi bagaimana dengan lukamu itu?"

"Biar aku tahan," bisik Melodi serak.

Cleon tidak banyak bicara lagi, seatbelt yang telah dilepas sekarang dipasang lagi. "Kita sekarang pergi sesuai keinginanmu, jangan salahkan aku jika terjadi apa-apa dengan lukamu itu."

Selama dalam perjalanan Melodi lebih banyak diam, tatapannya jauh melihat ke depan. Klinik tadi mengingatkannya pada kejadian beberapa tahun yang lalu ketika dirinya masih kecil, kejadian yang tidak pernah dilupakan seumur hidupnya.

Menit ke menit telah berlalu, Cleon melihat Melodi. "Aku tidak tahu alamat rumahmu."

Tidak ada jawaban, Melodi terdiam dengan mata tertutup.

"Pantas tidak dijawab, dia tidur," gumam Cleon. "Ke mana aku harus mengantarnya?"

Cleon mengemudikan mobilnya pelan, sekali-kali melihat Melodi yang terlelap. "Bagaimana ini? Apa aku harus membangunkannya? Tapi ... aku tidak tega, tidurnya terlihat begitu nyenyak."

Cleon menghentikan mobilnya dipinggir jalan raya yang sepi. "Lalu, aku harus bagaimana sekarang?" Dilihatnya jam bermerk yang melingkar di tangannya.

Satu menit, dua menit, tiga menit berlalu, tapi Melodi masih terlelap. "Sudahlah, daripada jadi seperti orang bego di sini. Bengong tidak karuan, lebih baik aku bawa pulang saja nih bocah!"

Mobil fortuner hitam kembali meluncur membelah jalan raya Ibukota, membaur bersama kendaraan lain.

Tidak membutuhkan waktu lama bagi Cleon untuk sampai di mansionnya. Pintu pagar besi yang menjulang tinggi langsung terbuka secara otomatis ketika sang pemilik tempat akan masuk. Halaman luas penuh dengan tumbuhan rindang memberikan kesan yang sejuk sekaligus misteri bagi siapa saja yang memasuki halaman rumah seorang Cleon Helios Lewis.

Dari arah samping mansion, seorang wanita setengah baya datang tergopoh-gopoh begitu melihat mobil Fortuner hitam terparkir di depan mansion. "Tuan Cleon sudah pulang."

Cleon terdiam beberapa saat melihat Melodi yang masih terlelap. "Tidurnya seperti orang mati. Apa aku harus menggendongnya masuk ke dalam?!"

Tidak ada pilihan lain, Cleon akhirnya menggendong Melodi ala bridal style masuk ke dalam mansionnya.

"Tuan." Raut wajah asisten rumah tangganya terlihat heran melihat Tuannya pulang dengan membawa seorang wanita muda yang sedang tertidur.

"Bi Darmi. Bawakan air hangat dan handuk kecil serta kotak obat ke kamar," pinta Cleon sambil berlalu pergi menuju kamar pribadinya yang ada di lantai dua.

"Iya Tuan," jawab Bi Darmi pelan. "Yang pulang bersama Tuan, bukannya Mang Ujang malah seorang wanita muda. Lalu suamiku di mana?"

Cleon pelan-pelan membaringkan tubuh Melodi di atas tempat tidur empuknya. "Gila nih cewek, tidurnya seperti orang mati."

Bi Darmi datang dengan membawa semua yang tadi diminta Cleon. "Tuan."

Cleon membuka jas dan melempar begitu saja ke atas sofa. "Bibi, apa Mang Ujang sudah pulang?"

"Belum Tuan," jawab Bibi melihat Melodi mulai menggerakkan tangannya. "Ini siapa Tuan?"

"Melodi." Cleon berdiri di samping tempat tidur memperhatikan Melodi baru saja membuka matanya.

Melodi melihat sekelilingnya yang nampak asing. "Aku di mana?"

"Akhirnya kamu bangun juga?" ucap Cleon.

Melodi langsung bangun begitu matanya melihat Cleon. "Aku di mana? Bukankah tadi, kita sedang berada di dalam mobil?"

"Tidurmu seperti orang mati!" Cleon mengambil air hangat yang ada di dalam wadah.

Melodi meringis, merasakan lukanya kembali perih. "Issh, sakit."

Cleon melihat celana panjang yang dipakai Melodi. "Celanamu harus digunting. Aku tidak bisa mengobati lukamu jika tertutup celana begitu."

Bi Darmi tanpa disuruh, langsung mengambil gunting dari dalam laci. "Ini Tuan guntingnya!"

"Eh, jangan!" Melodi menepiskan tangan Cleon yang hendak menggunting celananya.

"Kenapa?" tanya Cleon. "Lihat itu! Celanamu juga banyak darahnya!"

Melodi kembali meringis sakit. "Aku tidak mau celanaku digunting!"

"Tuan, mungkin Nona Melodi malu," ucap Bi Darmi pelan.

"Malu?" Cleon menoleh melihat Bibi. "Malu kenapa?"

"Tuan, Nona ini terlihat masih muda. Mungkin dia tidak terbiasa dekat-dekat dengan seorang pria. Masa begitu saja Tuan tidak mengerti."

Melodi membuang muka, ucapan Bibi memang benar adanya. Cleon adalah pria yang baru saja dikenalnya, tidak tahu siapa dia dan bagaimana dia, masa sembarangan main gunting celana yang dipakainya.

Tiba-tiba tawa Cleon meledak memenuhi ruang kamarnya yang luas. "Ha-ha-ha."

Melodi dan Bi Darmi saling melempar pandang, heran melihat Cleon tertawa terbahak seperti orang gila.

Cleon bicara lagi setelah puas tertawa. "Jika kalian berpikir seperti apa yang aku pikirkan, tenang saja! Aku tidak tertarik dengan bocah ini!"

Melodi dan Bi Darmi saling memandang tanpa mengeluarkan suara.

"Santai saja, aku tidak mungkin berbuat macam-macam padamu. Selain kamu bukan tipeku, aku juga tidak tertarik dengan gadis bau kencur!" Cleon kembali bersiap akan menggunting celana Melodi.

"Bukan begitu maksudku!" Melodi kembali menepiskan tangan Cleon. "Jika kamu menggunting celanaku ...." Melodi tidak melanjutkan kalimatnya.

"Oh, itu maksudmu?!" Cleon seakan mengerti dengan apa yang Melodi khawatirkan. "Jangan khawatir, aku hanya menggunting sampai lutut saja. Tidak mungkin aku menggunting sampai ke atas pahamu! Dasar bodoh!"

Melodi melihat Bi Darmi, matanya seakan berbicara agar Bi Darmi yang melakukannya.

"Tuan."

"Apa?" jawab Cleon.

Bi Darmi mendekati Cleon. "Biar Bibi saja yang mengurus Nona Melodi."

Cleon melihat Melodi. "Iya baiklah. Lagipula aku juga masih banyak urusan." Cleon langsung berdiri. "Obati lukanya, kalau bisa ganti bajunya yang kotor itu. Cari pakaianku yang pas di tubuhnya, kaos atau kemeja."

"Iya Tuan." Bi Darmi langsung mengambil alih gunting yang ada di tangan Cleon.

Tanpa banyak bicara, Cleon langsung masuk ke dalam kamar mandi lalu tidak lama kemudian terdengar suara air yang menandakan Cleon sedang membersihkan tubuhnya yang sempurna itu.

Bi Darmi dengan telaten membantu Melodi mengobati lukanya sampai selesai.

"Terima kasih Bi," ucap Melodi ketika lukanya selesai diperban.

Bi Darmi merapikan kembali kotak obatnya. "Sama-sama Non. Apa bajunya mau diganti juga?"

"Tidak ... tidak usah! Aku juga mau pulang," jawab Melodi.

Kamar mandi terbuka, Cleon ke luar hanya memakai handuk putih yang menutupi bagian bawahnya saja sehingga perut roti sobeknya terpampang sempurna.

"Ya, Tuhan...."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status