Elena menatap bibinya Lili seraya mengulas senyum kecil. “Lagipula, kekayaan Kaisar akan menjadi milikku juga setelah kami menikah, bukan?”
“Jangan gila kamu, Elena!” teriak Lionel.
Salah seorang sepupu perempuannya bernama Rose anak dari bibinya Lili melihat Elena dengan tatapan tidak percaya. “Kamu bersedia untuk menikah dengan dia?”
Elena melihat satu persatu anggota keluarganya, dan tersenyum simpul. “Kenapa tidak?” Elena berjalan melewati semua orang, dan menarik lengan Kaisar untuk mengikutinya. Semua orang menatap kepergian keduanya dengan rasa syok.
Begitu keluar dari sana, Kaisar membawa Elena ke sebuah ruangan yang tidak asing. Ruang kerja ayah angkatnya. Di dalam sana, ekspresi Elena berubah. Ada kemarahan yang tidak diperlihatkan Elena ketika ia berada di dalam sana. Kemarahan terbesar yang disuarakannya kepada Kaisar adalah mengenai surat yang dikirimkan ayahnya, surat yang membuatnya terguncang. Kematian sang ayah dan fakta yang diungkapkan jika dirinya bukanlah anak kandung dari sang ayah, dan justru Kaisar lah putra kandung yang disembunyikan oleh ayahnya.
“Selama ini ayah berpura-pura menjadikanmu anak angkatnya, lalu mengirim kamu ke militer, demi melindungimu dari mereka semua?! Lantas bagaimana denganku?!”
Kaisar menjawab dengan tenang, “Ayah lebih menyayangimu dibandingkan dirinya sendiri.”
Elena memicingkan matanya, agak terkejut dengan kalimat pertama yang diucapkan Kaisar sejak ia tiba di rumah tadi. “Ayah menyembunyikan fakta itu selama bertahun-tahun dariku, Kaisar!”
Lagi-lagi Kaisar menjawab dengan tenang, “Demi kebaikanmu, Elena.”
Elena yang hampir kehabisan kata-katanya lalu bilang kalau ia tidak mengerti tujuan dari sang ayah yang meminta mereka untuk menikah. “Aku bisa menjaga diriku sendiri. Kita tidak perlu menikah, Kaisar.” Elena pergi meninggalkan Kaisar.
“Tunggu!” panggil Kaisar.
Langkah Elena terhenti lalu menoleh pada Kaisar. “Apa lagi? Sudah jelas kan kata-kataku? Aku bisa menjaga diriku dan kita tidak perlu menikah.”
“Sudah tidak ada waktu lagi,” ucap Kaisar.
Elena mengernyit heran. “Maksudmu?”
“Kau sedang dalam keadaan bahaya Elena,” jawab Kaisar tanpa memberitahukan identitasnya yang ternyata bukan anak kandung dari mendiang ayah angkatnya. “Sebelum surat wasiat itu dibacakan oleh Pengacara Pribadi ayah. Ayah mengirimkan surat wasiat lain padaku. Ayah sudah mengetahu bahwa dirinya akan segera dibunuh. Ayah juga berpesan untuk menikahimu, dan menjagamu, karena hidupmu berada dalam bahaya.”
“Maksudmu, kematian ayah bukan karena serangan jantung seperti yang dikatakan oleh dokter dan dia sengaja dibunuh?”
“Dari surat wasiat itu begitu yang aku duga. Kau sendiri kan bilang pada sekretaris pribadi ayah bahwa selama ini ayah tidak pernah memiliki riwayat penyakit jantung? Apa kau tidak curiga dengan kematiannya?”
Elena terdiam lalu berpikir. Dia memang curiga tapi tidak bisa berbuat apa-apa karena yang menyatakan ayahnya terkena serangan jantung adalah dari pihak rumah sakit yang tidak mungkin berbohong akan hasil pemeriksaan mereka.
“Kau harus tetap menikah denganku. Kita harus ikuti permintaan ayah. Untuk sementara sampai menemukan jawaban penyebab kematian ayah sesungguhnya. Jika kau tidak menginginkannya, pernikahan ini hanya berpura-pura saja. Setelah itu terserah kamu. Sebelum aku mendapatkan jawabannya, kau harus ada di sisiku. Aku berjanji, aku akan mengusut misteri kematian ayah.” Sebenarnya dia mengatakan itu agar Elena tidak berubah pikiran saja. Meskipun gadis itu akan menyetujui permintaannya, meskipun tidak menjadi suaminya, Kaisar akan tetap menjaganya seperti yang diminta oleh ayah angkatnya.
Elena yang awalnya terlihat ragu, kemudian mengangguk dengan pelan.
“Tapi kau harus ingat, bahwa pernikahan ini hanya pura-pura saja sampai kita tahu penyebab kematian ayah sebenarnya.” Elena menegaskan sekali lagi.
Kaisar mengangguk, dengan senyuman tipis di wajahnya.
***
Kaisar meletakkan karangan bunga di atas pemakaman ayah angkatnya. Dari kejauhan, seorang Perwira berdiri menunggunya. Kaisar mengelus batu nisan ayah angkatnya dengan mata berkaca-kaca.
“Ayah, surat wasiatmu sudah sampai ke tanganku. Aku berjanji akan menjaga Elena dengan segenap kekuatanku. Aku akan mengusut tuntas siapa yang membunuhmu. Tenanglah di sana. Aku akan menyelesaikan semuanya.”
Kaisar mencium batu nisan ayah angkatnya lalu bergegas pergi dari sana.
“Bagaimana?” tanya Kaisar kepada Perwira yang sudah menantinya. Dia ingin tahu tentang pengawalan mereka secara tersembunyi pada pengacara pribadi ayahnya. “Apa ada yang mengganggunya?”
“Ada pasukan Bodyguard yang mencoba mencelakainya, Jenderal. Tapi berhasil kami taklukkan dan salah satu dari mereka sudah kami tangkap. Namun saat ini dia masih tidak mau memberi keterangan siapa yang memerintahkannya.”
Kaisar menduga pasti Paman Lionel yang memerintahkan mereka.
“Di mana kalian menyembunyikannya?!” tanya Kaisar.
Sang Perwira memberi tahu tempatnya. Setelah itu Kaisar memintanya pergi. Perwira itu pun akhirnya bergegas pergi dari sana. Kaisar menaiki mobilnya lalu meninggalkan Kawasan pemakaman itu menuju tempat perwiranya menyembunyikan salah satu bodyguard yang berhasil ditangkapnya.
Saat Kaisar tiba di rumah tua yang dijaga ketat oleh pasukannya. Dia disambut dengan penuh hormat dan dituntun untuk masuk ke dalam. Saat tiba di depan pintu, pasukannya membungkuk kepada Kaisar.
“Dia dibekap di dalam sana, Jenderal.”
“Buka pintunya,” perintah Kaisar.
Pria itu langsung membuka pintu. Saat Kaisar memasuki ruangan itu, dia melihat salah satu Bodyguard yang berhasil ditangkap oleh Perwiranya itu tergantung di langit-langit ruangan itu. Dia berhasil menggantung dirinya sendiri untuk menghilangkan jejak siapa yang berada di balik penyerangan Pengacaranya itu.
“Ampun, Jenderal. Maafkan kami yang tidak bisa menjaganya dengan baik. Saya siap dihukum karena ini,” ucap Pria itu dengan wajah ketakutan.
Tanpa bicara Kaisar meninggalkannya. Dia harus mencari cara lain untuk mendapatkan petunjuk siapa yang berada di balik kematian ayah angkatnya.
***
Persiapan pernikahan Kaisar dan Elena akan segera rampung. Semua undangan sudah disebar. Orang-orang penting sudah dipastikan datang, termasuk para selebriti terkenal, politisi, pebisnis, bahkan para petinggi pemerintahan. Sekretaris pribadi Elena datang menemui Elena yang sedang duduk di ruang tengah sembari memeriksa seluruh persiapan acara pernikahannya.
“Seharusnya tidak perlu semewah ini. Tidak ada yang mengenalnya sama sekali,” cibir Rose sepupunya, yang diam-diam mengintip dari balik tubuhnya sembari mengerling pada Elena.
Elena bangkit dari duduknya sembari membawa seluruh laporan persiapan acara pernikahannya untuk pergi meninggalkannya. Dia malas berdebat dengan sepupunya itu. Semenjak mendengar kecurigaan Kaisar atas kematian ayahnya, kini dia bersikap dingin kepada seluruh keluarganya. Urusan persiapan pernikahannya pun tidak mau melibatkan keluarganya. Dia mengurusnya bersama Kaisar.
Rose menahan kesalnya melihat Elena pergi meninggalkannya.
“Kau tidak ingin mendengarku lagi? Bukankah selama ini hanya padaku kau terbuka segala hal dengan rahasia pribadimu?”
Elena berhenti melangkah.
“Kali ini jangan ikut campur dengan urusanku,” tegas Elena.
“Kau telah diperdaya olehnya, Elena. Anak pungut itu telah menipumu. Dia telah menggunakan segala cara untuk bisa mendapatkan semua harta warisan ayahmu dan bisa menikahimu.”
“Silakan urus urusanmu sendiri! Jangan urusi lagi urusanku!” tegas Elena.
Rose menahan kesal mendengar itu. Elena terus berjalan hendak menuju kamarnya. Saat dia tiba di depan kamarnya, Sekretaris pribadinya datang.
“Nona,” panggil Sekretarisnya.
Elena menoleh padanya. “Iya.”
“Semua undangan sudah disebarkan,” jawab Sekretaris pribadinya.
“Terima kasih.”
Terdengar suara langkah kaki di belakang mereka. Elena menoleh ke arah sumber suara. Rupanya yang datang adalah Paman Lionel.
“Bisa bicara sebentar?” ucap Lionel pada Elena.
“Di sini saja, Paman,” sahut Elena.
Lionel menatap sekretaris pribadi Elena. Perempuan itu mengerti lalu pergi menjauh dari mereka.
“Aku tidak punya waktu banyak, paman.”
Lionel menahan geram melihat keponakannya sudah tidak berlaku sopan seperti dulu lagi. “Mengenai Kaisar…”
“Tidak ada lagi yang perlu dibahas tentangnya. Dia anak kandung ayahku dan kami akan segera menikah. Paman tidak perlu lagi meragukannya.”
Saat Lionel hendak berkata, Kaisar datang membuatnya terdiam dan menunjukkan wajah kesal kemudian pergi meninggalkan mereka di sana.
“Apa dia hendak mencelakaimu?” tanya Kaisar memastikan.
Elena menggeleng. “Aku mau istrirahat.”
Kaisar mengangguk dan membiarkan gadis itu memasuki kamarnya. Tak lama kemudian handphone Kaisar berbunyi, sebuah pesan masuk datang. Kaisar membuka pesannya lalu membacanya : Persembahan dari militer untuk acara pernikahan akan tiba tepat waktu, Jenderal.
Keheningan malam terpecah oleh suara gemuruh di sekitar villa yang terpencil. Tentara-tentara setia menjaga pos mereka dengan teliti, meraba setiap bayangan yang melintas di bawah sinar bulan. Namun, kehadiran yang tak diundang telah menyusup, mengubah ketenangan menjadi kekacauan.Tiba-tiba, suara keras membelah udara. "Ada penyusup!" teriak salah satu tentara yang berjaga, memecah kesunyian malam. Serentak, rekan-rekannya bersiap, senjata teracung, siap menghadapi ancaman yang tak terlihat.Namun, di sisi lain bangunan villa, Jenderal Kaisar merasa jantungnya berdegup kencang. Ia bersembunyi di balik tembok batu, menatap kegelapan dengan mata tajamnya. Pikirannya berputar, mencari cara terbaik untuk melindungi diri terlebih dahulu karena ada sebuah rencana yang akan dia lakukan untuk Jenderal Paul.Sementara itu, Damian merasakan getaran tegang melintas di udara. Bersama pasukannya, ia merapatkan barisan, menunggu tanda untuk bertindak. Mereka telah menunggu saat ini dengan sabar, d
Debi dan Nadi merunduk di balik semak-semak, mata mereka terfokus pada villa yang terletak di tengah hutan. Suara angin sepoi-sepoi berbisik di antara pepohonan, menciptakan atmosfer ketegangan yang mendalam."Tidak lama lagi, Nadi," bisik Debi, matanya tetap terjaga untuk melihat setiap perubahan di sekitar mereka.Nadi mengangguk, tangannya menggenggam erat panah di busurnya. "Kita harus siap. Jenderal Kaisar pasti tidak akan lagi Jenderal Kaisar akan tiba ke sini.”Tiba-tiba, ponsel Debi memecah keheningan. Dia menarik keluar perangkatnya dan melihat panggilan masuk dari Jenderal Kaisar. "Ini dia," gumamnya, menjawab panggilan dengan hati-hati."Debi," suara berat Jenderal Kaisar terdengar di seberang sana, "bagaimana situasinya?"Debi menatap layar ponselnya, mencoba memilih kata-kata dengan hati-hati. "Situasi masih aman, Jenderal. Kami masih di luar villa. Jenderal Paul masih di dalam."Jenderal Kaisar menghela nafas, suaranya penuh dengan ketenangan. "Dia tidak akan bisa bersem
Jenderal Paul keluar dari ruang kerjanya dengan langkah mantap, diikuti oleh dua ajudannya yang selalu setia mendampinginya. Sambil menghubungi pengurus villa melalui ponselnya, dia tersenyum, "Saya akan ke sana, mohon persiapkan segalanya karena saya ingin bersantai di sana."Pengurus villa dengan sigap menjawab, "Baik, Tuan Jenderal. Kami akan menyiapkan semuanya segera."Saat Jenderal Paul dan ajudannya tiba di depan lobby, seorang petugas pengamanan membuka pintu mobil, memberi hormat sambil memberikan salam. Jenderal Paul, yang senantiasa rendah hati, menyapa kembali. Bersama dengan dua ajudannya, mereka naik ke dalam mobil yang telah disiapkan dengan rapi di depan pintu.Mobil bergerak lancar melalui gerbang menuju arah villa. Jenderal Paul melihat sekelilingnya dengan senyuman tenang. Pemandangan pegunungan yang hijau dan langit biru yang cerah memberikan kontras yang memukau.Jenderal Paul memutar kepala ke arah sopir, "Mengantar ke Villa, Pak."Supir mengangguk mengiyakan dan
Dinginnya udara malam menyambut kedatangan Kaisar, Damian, Rudi, Nadi, dan pasukan khususnya di bandara negara Taruma. Mereka menyamar sebagai warga biasa, menyelinap masuk tanpa menimbulkan kecurigaan sekalipun. Langkah mereka seolah-olah tidak meninggalkan jejak, tetapi kenyataannya, perjalanan mereka penuh perhitungan dan ketenangan.Sesaat setelah melewati pintu kedatangan, suasana kembali normal. Para penumpang berhamburan menuju bagian keluar bandara dengan perasaan lega. Kaisar memandang sekeliling dengan tatapan tajam, memastikan bahwa mereka berhasil meloloskan diri tanpa terdeteksi.Namun, ketenangan itu tiba-tiba terguncang saat seorang petugas keamanan memanggil mereka dari kejauhan. "Tunggu!" seru petugas tersebut sambil melambaikan tangan.Kaisar, Damian, Rudi, Nadi, dan pasukan khususnya memandang satu sama lain dengan raut wajah tegang. Mereka bergerak menuju petugas dengan langkah hati-hati. Petugas tersebut tampak serius, sambil memegang sebuah jam tangan.Kaisar yan
Kaisar duduk di kursi belakang mobil mewahnya, tangan kanannya menekan erat-erat ponsel pintarnya sementara supir setia dan ajudan pribadinya mengemudi dengan hati-hati melalui jalanan yang ramai di ibu kota New Taraka. Kaisar berbicara dengan serius, "Yusa, saya dan tim akan segera tiba di negara Taruma. Pastikan semuanya siap dan awasi bandara serta jalanan menuju rumah rahasia. Laporkan segera jika ada kejanggalan."Yusa, seorang agen rahasia yang bertanggung jawab atas keamanan Kaisar, menjawab, "Baik, Jenderal Kaisar. Kami akan memastikan semuanya berjalan lancar dan aman. Semoga perjalanan Anda sampai di sini tanpa hambatan."Dengan tekad bulat, Kaisar menambahkan, "Saya tahu risikonya tinggi, tetapi ini adalah langkah yang harus kita ambil."Yusa mengangguk seraya menyampaikan doanya, "Kami akan berdoa untuk keselamatan Jenderal dan seluruh tim. Semoga misi ini berhasil tanpa ada korban jiwa."Setelah menutup teleponnya, Yusa segera memberitahu tim agennya yang sedang berkumpul
Dalam keheningan kediaman sewaannya di negara Taruma, Yusa merogoh kantongnya untuk mengambil sebuah alat komunikasi. Dengan gerakan cepat, dia menekan beberapa tombol dan menunggu sambungan.Jenderal Kaisar duduk di ruang komandonya yang megah. Ketika teleponnya berdering, dia segera mengangkatnya dengan penuh kehati-hatian."Halo," sapanya tegas, menandakan kesiapan untuk menerima laporan apa pun.Yusa, dengan napasnya yang cepat, memberikan laporan pada Jenderal Kaisar, "Jenderal, kami telah menemukan jejak Jenderal Paul. Kami memetakan tempat-tempat yang sering dia kunjungi."Jenderal Kaisar menahan nafasnya sejenak, matanya berbinar dalam sorot cahaya lampu ruangan yang redup. "Bagus. Bagaimana kondisinya?"Yusa menjawab dengan tegas, "Kami sudah siap untuk melanjutkan rencana berikutnya, Jenderal. Kami hanya menunggu arahan dari Anda."Jenderal Kaisar menarik napas lega, melihat kesempatan untuk mengakhiri ancaman yang disebabkan oleh Jenderal Paul."Segera kirimkan lokasi-lokas