Share

Bab 3

Author: Hakayi
last update Last Updated: 2023-06-16 12:58:02

Kaisar sedari tadi diam saja. Dia memperhatikan tingkah laku keluarga ayah angkatnya. Dia mencoba mencari petunjuk apakah diantara semua keluarga yang datang itu, kecuali Elena, ada yang paling mencurigakan dan mungkin, adalah penyebab kematian ayah angkatnya.

Namun, sejauh ini, Kaisar belum menemukan petunjuk apa pun.

Satu hal yang kini disadari oleh Kaisar, bahwa Elena benar-benar terancam bahaya karena berada di lingkungan keluarga yang haus akan harta. Mereka hanya berkedok keluarga saja. Kaisar memperhatikan Elena yang tampak gusar. Kaisar mengerti apa yang dirasakan gadis itu saat ini. 

Sementara Elena yang mendengar itu sudah tidak terkejut lagi. Sebelum surat wasiat itu dibacakan, dia juga sudah mendapatkan surat wasiat dari ayahnya. Bersamaan dengan yang diterima Kaisar. Surat wasiat yang mengatakan bahwa dia bukan anak kandung Abraham. Itulah yang membuatnya diam sejak tadi. Dia masih tidak percaya akan itu semua, tapi dia percaya dengan ayahnya karena selama ini ayahnya tidak pernah membohonginya. Dia yakin ayahnya tidak berbohong mengenai kenyataan itu.

Sementara Lionel, Mason, Lili dan seluruh keluarganya yang ada di sana masih terdengar riuh hingga membuat Abraham menghentikan sementara membacakan surat wasiatnya.

“Tidak mungkin!” teriak Lionel yang tidak percaya akan isi surat wasiat itu.

“Ini pasti rekayasa!” tambah Mason.

“Kau pasti telah ikut-ikutan menipu kami bersama anak pungut itu!” Lili tak kalah geram pada pengacara mendengar itu.

Kaisar masih diam dan mengawasi mereka satu persatu. Dia tidak peduli akan hinaan dan tuduhan yang dialamatkan kepadanya.

Pengacara menatap adik-adik Abraham yang rakus akan harta itu satu persatu. “Surat wasiat ini sah menurut hukum, dan semua buktinya sudah saya bawakan. Apa semuanya bisa tenang sebentar agar saya bisa melanjutkan pembacaan surat wasiatnya?” sergah Pengacara Abraham. “Saya harus menyelesaikan membacakan surat wasiat Tuan Abraham hingga kalimat terakhir. Setelah itu akan saya tunjukkan bukti-bukti dokumennya.”

Semua akhirnya kembali terdiam. Melihat gelagat mereka yang tampak rakus akan harta, Kaisar kian yakin semuannya terlibat dalam kematian ayahnya. Namun tidak cukup hanya dugaan saja. Kaisar harus mendapatkan buktinya.

“Silakan dilanjutkan, Pak,” ujar Elena pada akhirnya.

Pengacara Pribadi Abraham mengangguk.

“Baik, Nona.”

Pengacara itu akhirnya kembali membacakan surat wasiat itu. “Selain itu, Tuan Abraham juga menginginkan agar Kaisar untuk menikahi Elena. Putri tersayangnya yang sudah ia anggap sebagai anak kandungnya.”

Sekalipun Elena telah mengetahui informasi itu dari surat wasiat yang diterimanya, namun ia tidak bisa menyembunyikan emosinya ketika mendengar informasi itu lagi. 

“Menikah dengan Kaisar, ya?” gumam Elena dalam hatinya. Dia mengenal Kaisar sejak kecil, dan ia tahu kalau pria itu adalah seseorang yang baik. Sejak dulu, Elena tidak pernah ikut-ikutan merendahkannya disaat anak pungut itu tinggal di rumahnya. Bahkan dia sempat sedih saat ayahnya mengirim Kaisar ke dunia kemiliteran. Meski sepupu-sepupunya selama ini melarangnya untuk dekat dengannya, tapi Elena hanya menjauh saja, bukan membencinya.

Tapi menikah dengan Kaisar tetaplah sebuah keputusan yang besar. Elena merasa itu bukan sebuah solusi karena dia tidak mencintai lelaki itu, dia hanya menganggap lelaki itu seperti saudara kandungnya sendiri.

"Dengan demikian, selesai sudah pembacaan surat wasiat dari Tuan Abraham."

Seperti yang telah diduga oleh Kaisar, satu baris kalimat terakhir yang diucapkan oleh pengacara ayah angkatnya benar-benar membuat semua orang di sana seperti kebakaran jenggot. Tapi tidak ada satu pun yang menyadari bahwa ada 2 poin penting di dalam sana. Bukan hanya, Warisan untuk Kaisar, namun juga, pernikahan antara Kaisar dan Elena yang akan segera berlangsung.

Satu-satunya yang terlihat bereaksi atas poin kedua hanyalah Elena. Kaisar tahu gadis itu pasti tidak akan bisa menerima permintaan ayahnya itu. Dia sendiri pun sudah menganggap Elena seperti adik kandungnya sendiri. Tidak ada cinta melainkan kasih sayang yang tumbuh layaknya sesama saudara.

Lionel yang paling banyak bicara sejak tadi bahkan sampai menunjuk Kaisar berkali-kali. “Satu-satunya anak dari mendiang kakak saya adalah Elena. Kakak saya tidak pernah memiliki seorang anak laki-laki!” 

“Benar! Ini penipuan!” tambah Mason dengan kesalnya.

“Ini harus dibawa ke ranah hukum!” tegas Lili pada Pengacara Pribadi Abraham.

Bukan hanya mereka yang protes, bahkan para ipar Abraham pun ikut protes akan hal itu. Begitu juga dengan para sepupu Elena yang selama ini selalu dingin dan kasar terhadap Kaisar.

Pengacara Abraham meletakkan dokumen yang berisi semua bukti bahwa Kaisar anak kandung dari Abraham ke atas meja. “Silakan kalian periksa semua bukti-buktinya. Jika kalian ingin memperkarakannya, kalian pasti akan kalah karena ini sudah diakui oleh pengadilan. Tugas saya sudah selesai. Terima kasih.” Pengacara Pribadi Abraham pun menyerahkan dokumen lain pada Kaisar untuk dia tanda tangani. “Silakan ditandatangi Tuan Muda. Mulai saat ini, Perusahaan Abraham Grup dan seluruh harta kekayaan Tuan Abraham menjadi milik Tuan.”

Semua tampak menahan amarah mendengar itu. Kaisar langsung mendekati pengacara itu lalu bergegas menandatanganinya.

“Baiklah,” ucap Pengacara itu setelah Kaisar berhasil menandatanginya. “Saya permisi dahulu.” Pengacara pergi dari sana setelah pamit dengan penuh hormat pada Kasiar.

Kaisar menangkap gelagat aneh dari Paman Lionel. Lionel menatap kepergian Pengacara Abraham dengan wajah kesal lalu sedikit menjauh dari sana, dan terlihat menghubungi seseorang. Kaisar menaruh kecurigaan jika Paman Lionel tengah memerintahkan orang melakukan hal buruk pada Pengacara itu.

Dan saat pengacara itu sudah keluar dari rumah bak istana itu, diam-diam Kaisar mengirim pesan pada Perwiranya. “Pengacara pribadi ayah sudah keluar. Kawal dia secara sembunyi-sembunyi.” Kaisar sudah memikirkannya saat tadi dia bertemu dengan pengacara itu di gerbang rumah. Dia khawatir pengacara itu akan terancam setelah membacakan surat wasiatnya nanti. Makanya dia menghubungi Perwiranya untuk diam-diam mengawal pengacara itu agar selamat dari segala kejahatan keluarga di rumah itu.

Tak lama kemudian pesan balasan datang. “Siap, Jenderal.”

Saat Kaisar menyimpan handphone-nya, Bastian menatap Kaisar dengan tatapan geramnya. “Dia pasti penipu! Kau dan Pengacara itu pasti sudah bekerjasama untuk membuat dokumen palsu!”

“Benar!” Tambah Lionel. “Kau pasti sudah merekayasa bukti-bukti itu, kan?”

Kaisar tidak merespon apapun.

“Dasar licik! Bagaimana mungkin anak pungut sepertimu bisa menjadi pewaris!” ucap Jose, keponakan Abraham - anak dari Mason. Tiba-tiba Bastian mendekat lalu berdiri di sebelah Jose, Mereka mencoba untuk mendorong tubuh Kaisar, namun karena bahu Kaisar terasa keras seperti batu, justru tubuh merekalah yang terdorong. 

Sementara itu, Lili menghampiri Elena. Dia menggenggam kedua tangan Elena yang sedang duduk diam. “Kau harus membawa ini ke pengadilan, Elena. Anak pungut itu telah menipumu! Kaulah anak kandung kakakku! Meskipun kamu wanita, tapi dibandingkan anak pungut itu, kami lebih rela kalau kamu yang mewarisi segalanya, sayang…” 

Pernyataan itu diaminkan oleh semua orang.

“Lagipula, kamu nggak mungkin membiarkan kami tanpa warisan sama sekali kan, nak?” tambah Lionel.

Elena masih terdiam. Semua orang menunggu apa yang akan dikatakan olehnya.  Kaisar pun menunggu apa yang akan dikatakan gadis itu. Dia berharap agar Elena tidak termakan perkataan paman dan bibinya.

Dan untuk pertama kalinya, Elena menatap Kaisar yang sedari tadi memilih diam.

Kaisar telah berkelana ke banyak negara, dan telah bertemu dengan banyaknya perempuan cantik, namun tidak ada yang seperti Elena. Setelah bertahun-tahun lamanya, Elena tumbuh menjadi gadis yang paling cantik yang pernah dilihat olehnya. 

Tanpa melepaskan pandangan dari Kaisar, Elena berkata, “Dibandingkan harus jatuh ke tangan kalian, lebih baik Kaisar yang mendapatkan segalanya.” 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Paulina Nurhadiati Petrus
makljeb jawaban kamu Elena ya bagus sih warisan jatuh ke tangan si kaisar lebih aman dr pada ke keluarga ayah angkatnya ye kan
goodnovel comment avatar
Hanny Abbarlah
betul kata Elena, dr pada jatuh ke tangan keluarga ayah angkat nya.. mending jatuh ke tangan kaisar
goodnovel comment avatar
Ar_key
keren banget elena
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • PEWARIS HEBAT NOMOR 1   Bab 147

    Indah duduk dengan tenang, matanya mengikuti setiap geKaisarn Kaisar yang sedang memeriksa buku rekeningnya. Buku itu berisi catatan uang yang telah ia kumpulkan selama ini, uang yang ia tabung dengan penuh harapan untuk membahagiakan mendiang ayahnya. Kini, uang itu akan digunakan untuk modal membuka pabrik kerupuk singkong yang telah lama menjadi impian Kaisar.Tak lama kemudian, Kaisar mengeluarkan sebuah botol kecil dari tasnya. Botol itu berisi gulungan kertas yang tampak tua, kemudian meletakkannya di atas meja makan. Indah menatap botol itu dengan rasa penasaran yang mendalam."Apa itu, ayah?" tanya Indah, suaranya lembut, namun penuh keingintahuan."Resep rahasia membuat kerupuk singkong," jawab Kaisar, dengan nada yang sedikit datar namun penuh makna.Indah mengernyit, tampak tak mengerti. "Resep rahasia?"Kaisar mengangguk, kemudian membuka penutup botol itu dengan hati-hati, seakan botol itu sangat berharga. Ia mengeluarkan gulungan kertas dari dalam botol dan membacanya ke

  • PEWARIS HEBAT NOMOR 1   Bab 146

    Pagi sekali, Muas, Sarok, Balwi, dan Tiwi berdiri di depan sebuah bangunan yang tampak lebih mirip gudang tua. Puluhan mantan preman jalanan tengah membersihkan area tersebut. Keempatnya menatap bangunan itu dengan tatapan tak percaya."Abang yakin, Abang Besar akan membangun pabrik kerupuk singkong di sini buat kita?" tanya Sarok, masih tidak yakin."Kau dengar sendiri, dia ngomong serius soal ini. Sepertinya Abang Besar nggak main-main," jawab Muas, menenangkan.Bawi mendesah, "Aku kira kita bakal dijadiin pasukan pembunuh bayaran sama dia, taunya..."Tiwi menoleh ke Balwi, "Harusnya kita bersyukur, orang terkuat di Jayakarta udah ngasih kita kesempatan. Dikasih pekerjaan yang benar, meski harus ninggalin pekerjaan yang selama ini bikin kita merasa di atas angin."Sarok menatap Muas, "Lalu gimana dengan Bos Besar kita, Bang?"Muas terlihat bingung, raut wajahnya penuh keraguan. "Saya sendiri masih bingung. Lama-lama Bos Besar pasti curiga. Aliran dana dari Jayakarta ke mereka akan b

  • PEWARIS HEBAT NOMOR 1   Bab 145

    Setelah mereka pulang dari jogging, Kaisar terkejut lagi saat melihat Muas, Sarok, Bawi, dan Tiwi bersama puluhan preman lainnya berdiri tegap di depan rumahnya."Lapor, abang besar!" seru Muas dengan penuh semangat. "Rumah sudah dibersihkan, untuk abang besar dan Tuan Puteri sarapan juga sudah disiapkan. Sekarang rumah ini akan dilindungi dua penjaga di depan pintu depan, dua penjaga di depan pintu belakang, serta masing-masing satu orang di bagian kiri dan kanan rumah!"Kaisar mengernyit mendengar laporan itu. "Kalian memang berlebihan, padahal saya cuma bercanda," dengusnya."Dengar itu!" seru Indah, menambahkan sedikit sindiran.Muas hanya manyun mendengar Indah. Kaisar, yang sedikit bingung dengan perubahan mendadak ini, akhirnya masuk ke rumah, diikuti oleh Indah.Begitu masuk, mereka langsung melihat bahwa rumahnya sudah bersih, lebih bersih dari biasanya. Bahkan, ketika Kaisar mengecek meja makan, sarapan sudah tersaji rapi.Muas, Sarok, Bawi, dan Tiwi kemudian masuk mengikuti

  • PEWARIS HEBAT NOMOR 1   Bab 144

    Teriakan pasukannya saat peluru melesat ke dadanya. Kaisar berlari ke samping, menghindari peluru yang datang tepat ke arahnya. Begitu peluru itu mengenai pohon, dia melihat musuh bersembunyi di dalam semak. Tanpa ragu, Kaisar mengeluarkan senjata apinya, menembaki mereka dengan cepat dan tanpa ampun."AAAAAAA!" Teriakan Kaisar menggema di tengah kekacauan, seiring dengan hujan peluru yang dia curahkan pada musuh.Namun, di tengah keganasan pertempuran itu, tiba-tiba sahabat dekatnya jatuh, terkena tembakan di kepala. Tembakan yang begitu cepat dan tepat, yang menumbangkan sahabatnya di hadapannya. Kaisar terpaku, matanya terbelalak. Air mata mengalir begitu saja, tak tertahankan."Ayah! Ayah!"Suara Indah memanggilnya dengan cemas membuyarkan lamunan Kaisar. Tanpa sadar, air mata yang tadi menetes di pipinya kini mengalir lebih deras. Ia cepat-cepat mengusapnya, berusaha menutupi perasaan yang tiba-tiba muncul."Ayah nangis?" tanya Indah dengan heran, melihat Kaisar yang terdiam, mat

  • PEWARIS HEBAT NOMOR 1   Bab 143

    Malam itu, Kaisar terbangun dengan terkejut. Keningnya dipenuhi keringat dingin, napasnya terengah-engah. Begitulah jika Kaisar tertidur, seringkali ia dihantui mimpi buruk tentang masa-masa krisis dalam peperangan.Namun malam itu, seketika Kaisar teringat Indah dan para preman yang mengusik ketenangannya siang tadi. Ia tak tahu bagaimana kabar mereka setelah tertidur di sana. Lalu, tiba-tiba aroma masakan yang lezat menyentuh indra penciumannya.Kaisar buru-buru turun dari ranjang dan keluar kamar. Ruang tamu tampak sepi, tak ada lagi para preman itu. Ia melangkah menuju ruang makan dan terkejut melihat meja makan yang telah tersaji penuh dengan hidangan lezat.Di dekat meja, berdiri Indah yang sudah mandi, mengenakan pakaian yang lebih pantas dan wajahnya yang tampak cemong, bukan karena kotor, melainkan karena dipenuhi bedak putih."Siapa yang masak?" tanya Kaisar heran, masih terkejut dengan pemandangan di depannya."Aku, Ayah. Ayo duduk, tadi aku mau bangunin ayah untuk ajak mak

  • PEWARIS HEBAT NOMOR 1   Bab 142

    "Berhenti!!!" teriak Kaisar pada Sarok, Bawi, dan puluhan preman jalanan yang masih berteriak menyebut-nyebut "abang besar" padanya.Semua terdiam seketika. Teriakan Kaisar memecah suasana riuh, membuat semua orang berhenti dan menatapnya."Aku bukan abang besar kalian!" teriak Kaisar lagi, kali ini lebih keras dan tegas. "Sekarang, silakan kalian pulang dan jalani hidup masing-masing dengan baik."Semua tampak terpaku, bingung dan tidak bergerak sama sekali. Tidak ada satu pun yang berani menjawab atau bergerak. Seolah semua tersihir oleh kata-kata Kaisar, terdiam sejenak dalam kebingungan.Tak lama kemudian, Muas yang sempat terkapar bangkit perlahan. Ia berjalan menuju Kaisar dengan langkah berat, berlutut di depan pemuda itu dengan penuh rasa takut."Mulai sekarang, status abang besar aku serahkan padamu, anak muda," ucap Muas dengan suara gemetar, tubuhnya masih bergetar akibat kuncian Kaisar yang kuat tadi. "Aku akan jadi wakilmu untuk mengatur mereka semua. Tolong terima permin

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status