Brian berusaha menggapai Lucy yang tangisannya semakin deras, namun tangan wanita itu langsung menepisnya, dengan kalimat yang anehnya semakin menyakiti Brian.“A-aku.. akan menye-tujui.. penolakan-itu..”Tangan Brian terhenti di udara, sedangkan Lucy sudah melesat pergi tanpa membiarkan Brian menghiburnya.Jarak di antara mereka yang sebelumnya tidak pernah berubah, kini tiba-tiba terbentang tak berujung, seolah mereka berada di galaksi yang berbeda. Sesaat, di sudut hati terdalam Brian yang seharusnya senang mendengar persetujuan Lucy, sekarang justru dipenuhi sayatan yang ia tidak tahu alasannya.Dengan semua kekacauan yang tiba-tiba melanda Brian, ia terus membeku selama berjam-jam hingga tengah malam, di taman tempat mereka bertemu sekaligus berpisah itu. ***“Brian, kau baik-baik saja?” Brian sudah kembali ke rumah, saat Nayra yang menunggunya dengan khawatir di depan pintu kamar Brian, langsung menghampirinya.Wanita yang ia cintai selama 14 tahun itu, harusnya bisa mendamaika
Sudah seminggu lebih Nayra berada di Kota Bailey, saat ia tiba-tiba mendapat telepon dari nomor tidak dikenal. “Halo?” Nayra menjawab telepon itu, karena khawatir bahwa itu mungkin telepon penting.“Nayra?”Oh? Terdengar seperti suara Brian?“Bri-an?” Nayra memastikan dengan ragu.“Ya!” seru suara di ujung telepon, lebih ceria dari yang seharusnya. Meskipun Brian memang selalu ceria, tapi seminggu lalu saat ia masih bertemu Brian, keceriaan itu sudah hilang. Jadi, apakah keceriaan Brian sudah kembali sekarang?“Apa ini nomor barumu?” tanya Nayra lagi. Namun, selama beberapa detik terdapat keheningan di ujung sana.“A-ah.. ya! Apa kau sibuk?” jawab Brian, dengan pertanyaan lain.“Aku baru pulang ke hotel, ada apa?”Selama di Kota Bailey, Nayra memang tinggal di salah satu cabang Roland Hotel di sana. Malam sudah datang saat ia menerima telepon Brian, jadi tentu saja Nayra sudah menyelesaikan pekerjaannya di RolandMart, yang baru menerapkan teknologi ritel mereka.“Ada yang mau aku bic
Kota Bailey, bulan lalu...Rehan yang harus menghindari Martha, setelah menyadari bahwa wanita itu berusaha menggodanya di hotel Maxwell Kota Bailey, saat mereka melakukan perjalanan bisnis untuk bertemu Lauren Warren. Maka ia mencari penginapan terdekat dan hanya mendapatkan sebuah motel. Saat itu, ia tidak terlalu memperhatikan nama motel tempatnya berada, karena perasaannya yang sedang kacau. Namun, begitu ia bertemu seseorang di Hotel Allison tempat ulang tahun ke-28 Lucy berlangsung, ia menyadari sesuatu.Darwin yang mengajak Nayra untuk berdansa adalah pria yang sempat berpapasan dengannya di motel dengan nama yang sama, Darwin Motel. Rehan pun menyadari bahwa Darwin adalah pemilik motel tersebut. Namun, bukan itu yang membuat Rehan merasa aneh, melainkan obrolan Darwin di telepon saat mereka berpapasan di motel.“Brengsek! Kau yakin akan menjebak wanita itu?! Hahaha! Bagaimana caranya?!” Itulah yang sempat Rehan dengar dan sebelumnya tidak terlalu ia pedulikan, sampai ia melih
“CEPAT CARI KEVIN SEKARANG JUGA!” teriak Rehan pada anak buahnya, begitu ia mendengar teriakan Darwin saat diinterogasi polisi, beberapa kilometer dari hotel tempatnya berada.Rehan langsung memutus teleponnya dengan napas tersengal. Amarah yang sebelumnya sempat mereda karena kebersamaannya dengan Nayra saat ini, kini kembali membuatnya gerah. Dengan wajah geramnya dan gertakkan di giginya, Rehan melonggarkan kerah bajunya untuk mengalirkan darah yang tertekan karena amarahnya yang kembali menguasainya.Namun, begitu ia berbalik untuk kembali ke kamar Nayra agar ia mendapatkan ketenangannya lagi, wanita yang hendak ia temui sudah berdiri di depannya dengan lemah.“Rehan..” lirih Nayra, yang matanya setengah terbuka.Rehan tersentak. Apa ia mendengar percakapannya barusan?Belum sempat ia mendapat jawaban, Nayra hendak menghampiri Rehan dengan tubuhnya yang masih lemah, membuat Rehan berjalan cepat untuk menopang tubuh lemah itu. Kepala Nayra langsung terjatuh di dada terbuka Rehan,
“Beristirahatlah..” ujar Brian, membuyarkan lamunan Nayra di depan pintu rumah keluarga Roland yang baru saja ditutup Ibu Ann.Kepala Pembantu rumah tersebut, segera membawa barang-barang Nayra berupa koper berukuran 22 inchi dan tas tangan ke kamar Nayra, diikuti si pemilik barang.“Kami sudah menyiapkan banyak makanan kesukaan Nona, apa Nona ingin memakannya langsung sekarang atau beristirahat lebih dulu?” tanya Ibu Ann, setelah meletakkan barang-barang Nayra di kamar.Nayra tersenyum kecil. Makanan memang selalu menjadi penghiburan Nayra saat lelah, terutama jika ditambah pengalaman buruknya beberapa hari lalu itu.“Aku akan memakannya sekarang!” seru Nayra, membuat Ibu Ann seketika tersenyum lebar, mendengar makanan yang sudah ia siapkan akan segera disantap oleh orang yang ia inginkan menyantapnya.Meskipun sudah menempuh perjalanan jauh selama 5 jam dari Kota Bailey ke Kota Lexington, tapi Nayra ingin menghargai usaha para pembantu di rumah itu untuk menyambutnya kepulangannya,
Di dalam kamar Brian, tanpa mengetahui keberadaan Rehan di kamar Nayra dan apa yang terjadi di sana, Brian menelepon anak buahnya yang memberitahunya tentang penculikan Nayra oleh Darwin beberapa hari lalu.“Kau sudah tahu bagaimana Darwin bisa menculik Nayra?” tanya Brian yang langsung dijawab anak buahnya.“Sudah Tuan. Menurut polisi, Nona Nayra mengatakan kalau ia mendapat telepon dari nomor tidak dikenal, tapi suaranya adalah suara Tuan,” jawabnya, mengejutkan Brian.“Apa maksudmu? Aku tidak pernah menelepon Nay..” Brian terhenti. Kepalanya memiring, seolah mengingat sesuatu.“Kevin..” desis Brian dengan geram, menyadari bahwa Kevin ada di balik penculikan Darwin pada Nayra.***Bulan lalu...“Aku akan membuat sampel untuk suara karakter game kita, bisakah aku merekam suaramu untuk membuat sampelnya?” tanya Kevin, setelah mereka selesai rapat untuk penyusunan asset dan level design proyek pembuatan game realitas virtual, kerjasama Roland Group dan Allison Tech.Saat itu hanya ada
“Nayra, boleh aku pinjam ponselmu? Baterai ponselku habis, sedangkan aku harus menghubungi sekretarisku untuk menyiapkan beberapa berkas..” tanya Lucy, saat ia dan Nayra sedang beristirahat di kantin studio game Allison Tech. Sementara Brian masih mengobrol dengan beberapa direkturnya di ruangan lain.“Tentu!” Nayra memberikan ponselnya tanpa ragu. Setelah beberapa saat, Lucy mengembalikan lagi ponselnya.“Cukup kirim pesan saja? Tidak telepon?” tanya Nayra, memastikan karena ia hanya melihat Lucy mengirim pesan pada sekretarisnya itu.“A-ah.. ya! Dia selalu on kok..” ujarnya, begitu menyerahkan ponsel Nayra pada pemiliknya.Nayra mengangguk kecil.Beberapa menit setelahnya, saat mereka masih berdua di kantin itu, Lucy kembali bicara.“Ah! Mmm.. Aku lupa.. ada yang mau aku diskusikan denganmu!” “Diskusikan apa?” Nayra memiringkan kepala.Lucy belum menjawab dan hanya menggoyang-goyangkan kakinya yang duduk di samping Nayra, sampai beberapa orang memasuki kantin itu.“Bisa kita mengo
“CEPAT BILANG! KENAPA PONSEL NAYRA ADA DI SINI?! DI MANA NAYRA SEBENARNYA?!” cecar Brian lagi, setelah menyadari ada sesuatu yang tidak beres terjadi pada wanita yang dicintainya itu.Lucy yang menjadi pelaku di baliknya, tertunduk dalam dengan seluruh tubuh bergetar, menyesali perbuatan kekanak-kanakkannya pada Nayra, karena masih tidak diterima bahwa wanita itu yang mendapatkan hati Brian. Padahal tanpa Lucy tahu, Brian sebenarnya sempat goyah hatinya pada Lucy setelah melihat wanita itu menangis di depannya ketika ia ditolak. Tapi, Lucy menghancurkan kesempatannya sendiri untuk benar-benar mendapatkan hati Brian, karena kecemburuan sesaatnya yang membuat Nayra dalam bahaya.“Ma-maafkan aku.. Brian..” Air mata Lucy kembali menitik dalam tundukkan penyesalannya. “Na-Nay..ra.. masih.. di.. sana..” Lucy tersedu, berusaha menjelaskan apa yang terjadi, meskipun ia gagal.“Di mana?!” Suara Brian masih keras, walau sekarang sudah lebih terkendali, karena kondisi Nayra lebih penting di ba