Share

4. Aku hamil, Kak

"Kak, ini bahkan sudah lewat sebulan. Aku benar-benar sudah pulih, lho. Kakak yakin tidak ingin datang ke Korea untuk menjengukku? Sehari pun tidak?" Terdengar nada merengek dari suara Jasse di telepon.

Rihanna terkekeh. "Jangan manja begitu, Jasse. Kau bukan anak kecil lagi, ingat? Kita hanya beda dua tahun tapi kau benar-benar manja!"

"Suka-sukaku," balas Jasse songong.

"Ckckck. Pantas saja kau belum punya pacar meskipun sudah akan lulus. Perempuan tidak suka pria manja, kau tahu? Mereka lebih suka pria keren dan macho."

"Bodoamat. Aku tidak minat pacaran. Dan, ngomong-ngomong, aku masih dua tahun lagi untuk lulus. Masih lama. Kau bahkan lupa dengan riwayat pendidikanku, Kak?" Giliran Jasse yang berdecak-decak. "Entah ke mana perginya Kak Rihanna yang selalu tahu segalanya tentang adik kecilnya Jasse."

"Hahaha. Kau benar. Mungkin Bibi Lita jauh lebih mengenalmu sekarang dibanding aku."

Bibi Lita adalah orang yang menemani Jasse tinggal di Korea untuk berkuliah. Beliau adalah kenalan almarhumah ibu mereka yang sudah hidup bersama mereka sejak Rihanna dan Jasse masih sangat kecil. Bibi Lita jugalah yang membantu merawat Jasse selama di rumah sakit ketika Rihanna sendiri tak pernah bisa berkunjung ke Korea untuk menjenguk.

Jujur, Rihanna tentu merasa sedih dan bersalah pada Jasse. Tapi, mau bagaimana lagi? Satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah rutin mengirimkan uang untuk mereka sebab Jasse dan Bibi Lita tidak boleh sampai tahu kehidupan seperti apa yang telah Rihanna jalani demi uang-uang itu.

Rihanna membuang napas. "Kakak janji akan datang di hari wisudamu, Jasse, jadi jangan sedih. Sekarang kau fokus dulu untuk benar-benar pulih agar bisa kembali berkuliah. Besok sore Kakak baru akan mengirimmu uang untuk bulan ini. Tidak apa-apa, 'kan?"

Terdengar hela napas berat pula dari seberang.

"Kau bahkan tak perlu mengirim uang lagi, Kak. Yang bulan kemarin masih sangat banyak dan cukup."

"Ini kewajiban Kakak, Jasse. Kau jangan menolak."

"Hm, baiklah. Sehat-sehatlah di situ. Aku akan tetap rutin meneleponmu seperti ini. Aku menyayangimu, Kak."

Rihanna tersenyum tipis. "Iya, Kakak juga."

Setelah itu, telepon pun berakhir. Kamar luas yang Rihanna tempati langsung hening dari suara apa pun.

Rihanna menurunkan ponselnya dengan tangan lemas. Wajah wanita itu juga pucat memandang bayangan dirinya dalam cermin di depan ranjang yang ia duduki. Lalu, Rihanna menunduk, diam memandangi testpack yang sudah ada di genggaman tangan kirinya sejak tadi.

Dia tersenyum getir. "Selamat, Rihanna. Kau akhirnya hamil."

Ya, siang itu, Rihanna mengetahui bahwa dirinya akhirnya hamil setelah tiga bulan menikah. Dua garis merah dalam testpack menjadi bukti ada janin yang telah hidup dalam perutnya.

Rihanna refleks mengusap perut yang masih rata, memejamkan mata merasakan kehidupan calon manusia di dalam sana. Calon anaknya dengan Aaron.

Jangan tanya bagaimana perasaan Rihanna saat itu. Karena jujur, dia pun tak tahu. Dadanya sesak, napasnya tercekat, dan jantungnya berdebar-debar tak karuan, tapi hanya itu yang bisa ia rasakan. Rihanna tak tahu apakah ini buncahan kesenangan atau kesedihan, sebab beberapa titik air mata justru jatuh di kedua pipinya.

"Ti-tidak, ini bukan waktunya menangis!" Rihanna buru-buru menyeka air mata itu. Ia menarik napas panjang sebelum kemudian meraih kembali ponselnya. "Ya, aku harus memberi tahu Mas Aaron! Dia orang pertama yang harus tahu kabar ini!"

Segaris senyuman terbit di bibir merahnya. Memikirkan bagaimana reaksi Aaron membuat perutnya bergejolak senang. Karena setelah tiga bulan menjalin hubungan sebagai pasangan suami-istri, Rihanna tahu betapa Aaron menantikan anak mereka. Pria itu bahkan rutin mengajaknya bercinta setiap hari agar Rihanna cepat hamil. Meskipun ... terkadang Aaron bisa sangat dingin dan kasar.

"Tapi, Mas Aaron pasti akan senang 'kan jika aku memberi tahu kabar kehamilan ini?" pikirnya optimis.

Rihanna akhirnya mendial nomor telepon sang suami dan menunggu nada dering tersambung. Namun, berapa kali pun nada dering sambung terdengar, Aaron tak kunjung mengangkat teleponnya, membuat Rihanna gigit jari karena gelisah. Dia pun jalan mondar-mandir di kamar untuk mengurangi kegelisahan itu, tentu sambil tetap berusaha menghubungi nomor sang suami.

Rihanna sudah akan menyerah rasanya, tapi pada percobaan terakhir, telepon akhirnya tersambung!

"Halo, Mas!"

"'Mas'? Wow, romantis sekali panggilanmu untuk suamiku."

Punggung Rihanna menegak. Tidak, itu bukan suara Aaron! Itu Agnes!

"Ka-Kak Agnes? Kenapa ... kenapa ponsel Mas Aaron ada di Kakak?"

"Kenapa? Apa karena kau istri mudanya, aku tak boleh lagi berhubungan dengan suamiku sendiri? Wow, hebat sekali. Entah siapa istri sahnya di sini."

Rihanna tidak menjawab lagi. Hatinya tertohok. Padahal dia tidak punya niat sedikitpun untuk membuat sang kakak tersinggung. Tapi, jujur, dia sendiri juga kesal. Sejak menikah dengan Aaron, sikap Agnes jauh lebih keras dari sebelumnya. Padahal, meskipun 'disewa', Rihanna tetaplah istri Aaron. Namun Agnes seringkali memperlakukannya seolah dia adalah selingkuhan Aaron.

Rihanna menbuang napas berat. "Baiklah, Kak, aku minta maaf. Kalau begitu, aku akan menghubunginya lagi nanti."

"Eh, tunggu dulu! Kau kesal, huh? Kau bisa bicara padaku! Nanti akan kusampaikan ke Aaron, oke? Dia sedang ada rapat saat aku datang mengunjungi kantornya lima menit yang lalu." Nada bicara Agnes sudah jauh lebih santai dari sebelumnya. "Jadi, katakan. Kau mau apa?"

Rihanna diam mempertimbangkan apakah harus memberi tahu Agnes atau tidak tentang kabar tadi. Tapi ... kalau dipikir-pikir, orang yang menyuruhnya agar mengandung anak Aaron adalah Agnes. Jadi, Rihanna wajib memberitahunya, bukan?

"Hei! Kau bisu, ya? Cepat katakan! Kau membuatku menunggu seperti orang bodoh, Rihan--!"

"Aku hamil, Kak."

Hening.

Luapan kekesalan Agnes hilang begitu saja karena ucapan Rihanna.

Rihanna menunggu dengan hati berdebar. Meskipun ini bukan Aaron, dia tetap gugup menunggu bagaimana seseorang akan bereaksi atas kabar kehamilannya. Apalagi, ini Agnes, kakak tirinya sekaligus istri pertama Aaron.

Namun, Rihanna kemudian berjengit kaget saat sambungan telepon tiba-tiba terputus. Agnes tak memberi reaksi apa pun melainkan langsung mengakhiri telepon mereka.

Rihanna benar-benar dibuat bingung oleh situasi itu. Kegelisahannya pun kembali membuatnya tak tenang seharian. Dia sampai terus mengecek ponselnya hingga satu jam kemudian. Dan di satu jam yang terlewati setelah percakapannya dengan Agnes, Rihanna justru dikagetkan dengan kehadiran sang kakak di kediamannya.

"Ka-Kak Agnes? Kenapa ... kenapa tiba-tiba ke sini?" tanya Rihanna sambil berdiri kaku di bawah tangga. Dia baru saja turun dengan terburu-buru saat salah satu maid mengabarkan kedatangan Agnes yang mendadak.

Agnes melepaskan kacamata hitam dari wajahnya dengan gerakan angkuh.

"Tidak usah banyak tanya! Cepat kemasi barang-barangmu! Karena mulai malam ini, kau akan tinggal di mansion-ku!"

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status