Share

Temuan

Kelas siang itu belum dimulai jadi Kala memilih mengunyah waktu dengan bermain game. Bukan game yang melibatkan senjata atau pertarungan seperti yang dimainkan oleh pria seusianya, melainkan game susun kata. Beberapa huruf yang berceceran harus diatur oleh pemain membentuk lebih dari satu kata. Jika ada orang yang memprotes pilihan permainannya yang agak tidak umum itu, Kala akan menjawab dengan santai bahwa game ini melatih otaknya berpikir dari berbagai sudut pandang, seperti menempatkan huruf yang sama untuk menjadi kata yang berbeda, tergantung dari susunannya. Jawaban yang kemudian membuat lawan bicaranya diam, entah karena malas mendebat atau karena jawabannya masuk akal.

Ahnaf muncul dari pintu. Menyenggol siku Kala –yang tidak merasakan apa-apa- yang tengah asyik memanyun-manyunkan bibir, mengira-ngira kata apa lagi yang bisa dibentuk huruf-huruf di layar ponselnya. Merasa kehadirannya tak disambut dengan semestinya, Ahnaf duduk di samping Kala sambil melongok-longokkan kepala ke arah ponsel Kala, ingin tahu chat dari cewek mana yang membuat Kala tak menerima kedatangannya dengan megah.

Melotot melihat huruf yang terpampang di layar, Ahnaf semestinya sudah menduga hal ini. Bukan chat dari cewek yang akan membuat Kala tak peduli dengan sekitarnya, tapi game susun kata! Mengenal Kala sejak kelas X SMA, Ahnaf sudah maklum dengan tabiat Kala yang cenderung dingin terhadap cewek.

Sambil mengangkat bahu seakan-akan kegemaran Kala terhadap game susun kata tidak bisa disembuhkan lagi, Ahnaf melepas ranselnya dan duduk, benda yang sedari tadi dipegangnya diletakkan di meja.

Kala yang menyadari perwujudan Ahnaf di sampingnya hanya melirik benda yang tergeletak di meja di sampingnya, menduga itu mungkin makanan atau buku. Kala baru akan melanjutkan berkonsentrasi maksimal terhadap layar ponselnya saat otaknya dihantam sebuah gambaran.

Ahnaf yang duduk di samping Kala sambil menyurukkan kepalanya ke dalam ransel untuk mencari sesuatu tiba-tiba terlonjak saat Kala mendadak berdiri dari kursinya dan meraup benda di meja. Ia takjub karena ternyata ada juga hal yang mampu mengalihkan pandangan Kala dari huruf di layar, bahkan ponsel Kala terkapar di lantai!

“Dari mana lo dapetin benda ini?”

Kala bertanya sambil menodongkan sebuah benda yang dikenal Ahnaf: gantungan kunci mobil berbentuk dompet berwarna coklat dengan motif polkadot hitam.

“Tadi nemu di tangga pas dari kantin. Rencananya gue mau bawa ke anak Radio Kampus temen gue buat diumumin. Siapa tau yang punya bisa dengar.”

Kala menatap benda itu layaknya harta karun yang baru ditemukan setelah digali bertahun-tahun. Ahnaf sampai tercengang melihatnya.

“Benda ini nggak usah dibawa ke temen lo, biar gue yang cari pemiliknya.”

Ahnaf diam saja. Berpikir-pikir kenapa Kala yang setahunya sangat malas mencampuri urusan orang lain mau merepotkan diri mencari pemilik gantungan kunci itu. Sebuah kesimpulan kemudian terbentuk di tengkoraknya.

“Lo suka sama pemilik gantungan kunci ini, ya?”

Gantian Kala yang melongo, heran darimana Ahnaf bisa memungut pemikiran semengerikan itu. Tapi Kala sedang tidak minat berpanjang kata. Ia harus segera mencari sang empunya benda di tangannya itu.

“Berisik. Sekarang tunjukin di mana lo nemuin benda ini.”

Ahnaf bangkit dari kursinya dengan semangat, tapi kemudian duduk lagi karena teringat sesuatu.

“Kelas sudah mau mulai.”

Kala menghela napas setengah kesal.

“Udah, gue sendiri aja.”

Kala memungut ponselnya yang malang dari lantai, memasukkannya ke kantong celana jins warna hitam yang dipakainya, merebut ranselnya dari kursi, dan berjalan buru-buru. Ahnaf yang awalnya berniat mengikuti kelas malah berakhir menguntit Kala, penasaran cewek seperti apa yang telah membuat Kala bertingkah tidak seperti biasanya.

###

Gantungan kunci mobil di tangannya mendatangkan harapan bagi Kala. Benda itu sama persis dengan yang pernah dipungutnya di jalanan dekat bukit tempat pembunuhan yang kemudian menjadi salah satu barang bukti yang disimpan dalam plastik bening dan bersemayam di kantor polisi Kota Ryha. Entah benda ini adalah milik makhluk yang sama dengan sebelumnya yang dicurigai Kala sebagai pelaku sebenarnya atau punya manusia yang sama sekali lain, Kala akan tahu setelah bertemu dengan pemilik benda yang digenggamnya itu.

Beberapa menit berjalan, Kala menemukan tangga yang mengarah ke lantai bawah. Berhenti sejenak sembari membayangkan rute yang diambil Ahnaf, Kala tersentak ketika sebuah suara menikam pendengarannya.

“Bukan tangga yang ini, di lantai bawahnya lagi.

Kala menoleh dan menemukan Ahnaf menyengir riang di sampingnya.

“Katanya mau ikut kelas? Kok malah di sini?”

Ahnaf menyetel tampang agak bersalah mendengar pertanyaan Kala.

“Gue penasaran cewek seperti apa yang lo suka.”

Kala melempar napas. Seharusnya ia tahu itulah alasan Ahnaf mengikutinya. Rupanya ide sinting itu masih bercokol di kepala Ahnaf, bergelantungan tidak mau lepas. Memilih mengabaikan asumsi Ahnaf yang menyesatkan, Kala menuruni tangga dan berjalan melewati koridor berisi deretan ruangan sampai akhirnya menemukan tangga lagi. Ia baru akan melangkahkan kaki di anak tangga pertama ketika melihat dua orang wanita sedang membungkuk-bungkuk di tangga, sepertinya sedang mencari sesuatu.

“Lo yakin jatuhnya di sekitar sini?”

Suara seorang wanita bertanya menepuk telinga Kala. Di sampingnya, Ahnaf sudah memasang kuda-kuda untuk turun tangga tapi keburu ditahan Kala dengan tangannya.

“Iya. Gue yakin jatuhnya di sekitar koridor dan tangga ini. Di koridor nggak ada, mestinya ada di sini.”

Ahnaf menatap Kala, Kala seperti bisa melihat tulisan “mungkin mereka cari gantungan kunci ini” tercetak di jidat Ahnaf. Kala menggeleng, menyuruh Ahnaf jangan bertindak. Ahnaf akhirnya pasrah, tidak mencoba bergerak lagi.

“Mungkin sudah ada yang pungut?”

“Nggak tahu deh, padahal tuh gantungan kunci baru. Gue beli empat hari yang lalu.”

Kala tertegun. Empat hari yang lalu itu sehari setelah ia menemukan pria sekarat itu.

“Loh? Perasaan lo sudah lama punya gantungan kunci kayak gitu?”

Nada suara itu sarat dengan keheranan. Orang yang ditanya kedengarannya tak menjawab, padahal Kala sudah penasaran setengah hidup.

“Udah deh, mending lo bantu gue cari.”

Kala merasa sudah saatnya menampakkan diri setelah memperingatkan Ahnaf untuk tidak mengucapkan satu huruf pun. Berpura-pura menuruni tangga dengan santai, ia sok akrab menyapa kedua wanita di tangga.

“Kalian lagi ngapain? Kok celingukan di tangga? Lagi cari sesuatu, ya?”

Kedua wanita itu berbalik. Satu wanita berambut panjang dan berkacamata, satunya lagi berambut layer sebahu dan memiliki wajah yang tak mudah dilupakan. Kala yakin tidak pernah bertemu sebelumnya dengan mereka, tapi kenapa salah satunya memasang raut wajah seolah-olah mengenal Kala? Ingatan Kala bagus, dan wanita itu tidak masuk perbendaharaan wanita yang dikenalnya.

Wanita berambut layer sebahu menjawab pertanyaannya.

“Kami nggak cari apa-apa. Yuk kita ke kelas.”

Kala memandangi mereka berlalu dengan tergesa-gesa. Seorang di antaranya nampak setengah diseret meninggalkan tempat itu. Sekarang Kala tahu harus mencurigai siapa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status