Gaun mahal berwarna hitam dengan aksen emas di pinggang dan pas dengan tubuh Laurent yang proporsional. Rambut nya ia blow bergelombang, warna lipstik nya yang merah juga menjadi senjata untuk menarik perhatian siapa saja yang melihatnya.
Kedua bahunya juga tampak terbuka, betapa sexy nya Laurent. Ia berada di kamar apartemennya. Menunggu telfon dari ajudan Pras untuk memberi tahu jika pria itu sudah tiba di lobby.
"Oke Laurent. Just gala dinner. No full service or more than that."
Ia berbicara dengan dirinya sendiri saat berdiri didepan cermin.
Laurent mengambil mantel berwarna merah untuk menutupi penampilannya saat keluar dari apartemennya.
***
Langkah kakinya anggun menghampiri Pras yang berdiri dengan sudah menatapnya sejak ia baru keluar dari lift. Laurent tersenyum. Ia akan lebih baik dalam bersikap kepada Pras karena pria tersebut sudah membayar jasanya sejak beberapa jam lalu.
"Good evening sir,"
Sapa Laurent.
"Hm"
Jawab Pras lalu berjalan bersama Laurent hingga ke dalam mobil suv hitam. Pras membukakan pintu yang bergeser secara otomatis. Mempersilahkan Laurent masuk terlebih dahulu.
Andreas yang menyetir. Ia juga memberi salam kepada Laurent yang tampak luar biasa.
"Jaga mata mu Andreas"
Tegur Pras sambil menekan tombol di pintu. Laurent hanya terkekeh dan duduk dengan anggun.
Selama perjalanan Pras menceritakan tentang siapa saja orang-orang yang akan hadir disana. Laurent harus bersikap apa dan mengakui bahka ia adalah kekasih Pras.
Pras sudah mulai tak waras. Ia harus melakukan itu demi gunjingan orang-orang dan para wanita matre yang ingin mendekatinya.
Laurent paham. Ia lalu melihat hotel super mewah yang menjadi lokasi mereka. Ia membenarkan posisi duduknya dan melepaskan mantel yang ia gunakan.
Wangi parfume yang dikenakan Laurent sangat menggoda Pras. Ia tertegun melihat wanita bayaran di sebelahnya. Seorang pelacur kelas kakap.
Laurent menoleh.
"What? Nggak pernah lihat perlacur se sexy saya?"
Laurent pun tak risih menyebut dirinya pelacur.
"No. I just-"
Pras menatap lekat sambil memiringkan kepala.
"Berapa umur kamu?"
Tanya Pras. Ia menelisik penampilan Laurent.
"Tiga satu. And you,?"
Laurent balas menatap Pras. Jarak wajah mereka pun cukup dekat.
"Hampir lima puluh"
Jawab Pras masih dengan menatap lekat Laurent.
"Hmh. Well.. hot sugar daddy right? Pasti banyak anak gadis yang jadi korban kamu"
Senyum sinis Laurent pun tampak. Pras menatap lekat ke kedua netra mata wanita dihadapannya. Laurent sudah mencondongkan tubuhnya ke arah Pras.
"I dont know. Menurut kamu,"
Ibu jari Pras memegang dagu Laurent lalu memainkan di tepi bibir bawah Laurent. Keduanya diam.
"No kiss or anything else. Paham?"
Ucap Laurent berbisik menggoda. Pras tersenyum. Ia kembali duduk bersandar.
"I know"
Ia melepaskan jemarinya dari wajah dan bibir Laurent lalu tersenyum sinis.
"Saya cuma mau lihat kamu lebih dekat. Ternyata kamu-"
Pras menoleh ke Laurent yang menunggu kelanjutan ucapan pria itu.
"Biasa aja. Nggak menarik"
Pras lalu mengeluarkan ponsel dan menelfon seseorang. Ia berbicara dengan bahasa inggris.
Laurent menatap sinis. Ia lalu melihat Andreas terkekeh dari pantulan spion tengah.
'Dia belum tahu siapa gue'
Laurent merengut. Ia membuang tatapan ke luar kaca mobil.
Sedangkan Pras melirik ke Laurent sambil berbicara di telfon namun sudut bibirnya tersenyum tipis.
***
Mereka berjalan bersama masuk kedalam tempat acara.
"Bisa profesional kan rent? I will pay you more. Saya harus melakukannya"
"Why?"
Mereka berbicara saling berbisik.
"I need your help. And trust me, nanti kamu juga akan tahu"
"Emang kamu mau ap-"
Pras sudah mengecup bibir sexy Laurent sebelum ia selesai bertanya.
"PRASSS!"
Suara itu terdengar senang dan terkejut menyambut kedatangannya. Laurent diam dan berusaha kembali sadar.
"Hai Steve!"
Sapa Pras sambil berjabat tangan dengan pria pengusaha yang merupakan rekannya.
"Welcome Pras. Stay disini kan. Udah lah, jangan ngilang di Swiss terus"
Ledek Steve. Kedua mata pria itu tertuju pada Laurent yang sejak tadi mencoba santai karena jemari tangan kanannya digenggam erat Pras.
"Ya. Tapi hanya sementara. Dua minggu"
Jawab Pras sambil terkekeh. Steve menunjuk ke Laurent.
"Oh. Ya, this is Laurent, calon masa depan saya Steve"
Steve mengulurkan tangan dan disambut Laurent. Mereka berjabat tangan. Namun kedua mata Steve menatap nakal ke Laurent yang disadari Pras.
"Kita masuk"
Pras mencium pipi kanan Laurent.
"Sure"
Jawab Laurent lalu menarik tangannya dari tangan Steve. Pras mengeratkan genggamannya.
"Sakit Pras, biasa aja kali"
Bisik Laurent. Pras menoleh.
"Sorry"
Jawabnya. Mereka lalu kembali menyapa orang-orang yang ada di sana. Laurent pun selalu di bilang calon masa depan seorang Pras.
Ia mulai tak nyaman. Bukan karena julukan itu. Tapi karena Pras begitu possesif dan sesekali melakukan skinship atau mencium beberapa kali jemari dan pipinya.
"Aku mau klaim ke kamu banyak. Udah berapa kali kamu cium-cium aku Pras!"
Bisik Laurent mulai emosi.
"Please. Nggak lama lagi kita pergi dari sini dan aku transfer berapapun klaim yang kamu minta. I need your help rent,"
Pras berbicara sambil berbisik juga. Laurent menghela nafas. Mengapa pria dewasa dihadapannya seperti berbeda dari pria yang suka memakai jasanya dan tampak sorot mata kesedihan didalamnya.
"Oke, aku bantu. Pras, di sudut sana ada beberapa laki-laki dan wanita yang lihatin kamu terus Pras. Siapa mereka,"
Laurent sudah mengamati sejak mereka duduk di tempatnya. Keempat pasang mata itu menatap tajam ke mereka berdua.
"Aku ceritain nanti. Aku juga sudah sadar. Sekarang, i want you to kiss me, real kiss, paham kan,"
"Hah?"
"Rent. Do it your job. Now"
Lalu Laurent menempelkan bibirnya di bibir Pras. Laurent cukup kaget karena Pras sedikit melakukan lebih. Lalu melepasnya.
"Thank you, and.. see.. mereka nggak liatin kita lagi kan"
Laurent menoleh. Dan benar. Ia menoleh ke Pras yang menatapnya.
'Sialan. Prasssss,'
Laurent mengontrol kekesalannya. Jantungnya sedikit berdegup saat merasakan bibirnya di sentuh lembut oleh Pras.
Pras bertepuk tangan saat fokus saat melihat tampilan mobil yang akan masuk ke pasar otomotif tanah air.
Sedangkan Laurent menatap pria maskulin yang tampak awet muda di sebelahnya dengan rahang tegas dan tubuh atletis itu.
'Laurent. Stop. Stop. Stop'
Iya merutuki dirinya sendiri. Menggigit-gigit bibir bawahnya karena kesal.
Nafasnya tercekat saat Pras mengecupnya lagi.
"Jangan di gigit-gigit. Banyak mata laki-laki yang lihatin kamu dari tadi. Paham"
Bisik Pras. Laurent mengangguk.
Ah, Laurent. Sosok angkuhnya menguap begitu saja dengan perilaku Pras. Ia kesal dan sebal sendiri.
Pesona Pras tak terkalahkan. Bahkan untuk seorang Laurent yang kini kembali menatap Pras walau hanya dari samping.
To be continue,
PRASKedua mata mereka saling menatap. Laurent menunggu Pras bercerita, sesuai janjinya saat ia sudah melakukan tugasnya.Kini mereka berada di sebuah Bar yang tak jauh dari apartemen tempat Laurent tinggal."Tell me?"Laurent bersedekap. Menunggu Pras mulai bercerita. Pras tampak mengerikan saat menatap Laurent lekat dengan setelan jas yang benar-benar menampakan siapa dirinya. Seseorang dengan kekayaan berlimpah tak kan habis mau sampai kapan pun."Kenapa lihatinnya kaya gitu? Ada yang aneh?"Laurent menaikan sebelah alisnya. Menatap tajam ke Pras. Yang di tatap justru tersenyum dan menegakan duduknya."Mereka semua saingan bisnis saya, nggak ada yang baik. Semuanya pura-pura. Saya malas sebenarnya datang, harusnya orang kepercayaan saya, tapi karena satu da
"Laurent?"Lirih Pras sambil berjalan mendekat. Lalu langkahnya terhenti dan diam sedikit menjauh sambil mengamati wanita itu didepan loket pengambilan obat.Laurent memasukan satu plastik kecil berwarna putih berisi obat kedalam tas yang ia bawa. Dengan anggun ia berjalan meninggalkan rumah sakit. Ia berdiri menunggu taksi. Gestur tubuh Laurent tetap anggun walau ia tak memakai make up dan sepatu hak tingginya. Ia hanya memakai sepatu hak datar, celana jeans biru, dan sweater warna hitam. Rambutnya ia gerai dan tampak natural.Taksi warma biru itu berhenti, Laurent masuk kedalamnya. Pras segera berlari keluar jalan utama dan menghentikan taksi yang lewat."Ikuti taksi itu pak, jangan sampai hilang jejak,"
Mereka berdua melangkahkan kaki kedalam Lobby rumah sakit dengan kedua wajah saling merengut.Ciuman singkat di bibir yang diberikan Pras ke Laurent membuat ia dihadiahi tamparan di wajahnya. Laurent pun membayar sendiri hadiah untuk bayi kembar adik ipar Pras."Rent,"Panggil Pras pelan. Laurent tak mengindahkan. Ia menatap angka yang tertera di dinding lift hingga berhenti dan pintu terbuka.Laurent keluar terlebih dahulu. Lalu menghentikan langkah kakinya karena ia tak tahu dimana letak kamarnya. Ia membiarkan Pras berjalan mendahului tanpa berbicara.Kamar disudut lorong terlihat terbuka pintunya. Seorang perawat baru saja keluar dari sana.
Suara dan orang lalu lalang tampak jelas terlihat diarea kantor markas besar polisi. Media masa, elektronik juga ramai, tak lupa infotaiment bersama para lambe-lambe hadir.Laurent berdiri didekat mobil polisi yang terparkir. Ia sedang bersama Janeta, teman yang selama ini membantunya dalam mencari keberadaan Laura, kembarannya.Janeta memberi tahu kalau Laura tidak ada di tanah air. Laurent harus lebih sabar lagi untuk mencari tau dimana saudaranya itu."Tapi gue nggak bisa hopeless kan net?""Ya jangan lah. Tetep optimis untuk hasil terbaik. Gue bakal cari tau terus rent. Gue mau tanya ke elo,"Laurent mengangkat kaca matanya keatas kepalanya. Ia mengangguk.
Passpor warna hijau dan berlambang burung garuda sudah dipegang Laurent. Ia duduk di kursi besi dengan satu kaki menyilang dikaki satunya lagi. Menunggu Pras yang masih belum datang juga. Sedangkan terakhir saat mereka berpisah di Mall, Pras bilang kalau jam lima pagi sudah stand by di terminal internasional.Laurent mencepol rambut nya menyisakan helai-helai anak rambut ditengkuknya. Baju lengan panjang oversize warna coklat tua berpadu dengan celana jeans hitam dan sepatu wedges hitam membuatnya tampak santai namun tetap feminim."Maaf lama,"Ucap Pras dengan suara deep voicenya. Ia berjalan bersama Andreas yang membawakan koper besar milik Pras."Kita cuma empat hari kan. Bawaan kamu kenapa kaya orang mau pindahan,
Pras berjalan dibelakang Laurent. Membututi wanita itu yang asik melirik ke berbagai toko yang ada di daerah pusat kota. Salah satu tujuan wisatawan juga. Sore sudah semakin menghilang berganti menjadi gelapnya malam. Pras merasa perutnya lapar. Makanan yang tadi ia makan baru ia habiskan setengah."Temani saya makan."Pras menarik pergelangan tangan Laurent dan berjalan masuk ke kedai mie china."Siapa suruh ikutin aku" Dumel Laurent. Ia kesal juga, karena belum puas melihat-lihat."Karena kamu nggak nurut sama saya Rent, jangan pakai celana sependek itu. Bahaya. Ini bukan Jakarta. Dijakarta aja kamu bisa nggak aman. Apalagi di sini,"Pras menuangkan teh hangat dari teko kecil yang mereka pesan.
Laurent nekat. Wanita berperawakan mirip blasteran turkey, phillipine dan manado itu pergi meninggalkan apartemen Pras dengan mengenakan pakaian santai. Ia menyusuri jalanan pusat kota hingga ke pasar yang ramai, dan beberapa rumah sakit. Ia berjalan kaki. Topi hitam yang ia kenakan membuat wajahnya tersamarkan juga.Satu persatu tempat makan pun ia terulusuri. Ia yakin yang kemarin ia lihat adalah Laura. Saudara kembarnya.Hampir tengah hari namun usaha Laura nihil. Ia kini memilih duduk di taman. Diam memikirkan harus mencari Laura dimana lagi. Bulir air mata kembali jatuh. Ia menghapusnya dengan cepat.Sesosok pria menatapnya lekat. Cenderung seram. Laurent beranjak dan pindah masuk ke restaurant cepat saji. Ia takut dengan tatapan pria tadi. Perasaannya menjadi tak karuan. Namun ia bingung dengan perasaan itu.***Pras terkejut saat membuka pintu apartemen tapi tak mendapati Laurent. Ponsel
Apa yang ada dikepala saat kita mendengar kata 'PERPISAHAN', kecewa, sedih atau justru senang. Namun kata terakhir itu yang tak terjadi diantara Pras dan Laurent walau mulut mereka berkata OK."Saya pinjam hp kamu rent?" Telapak tangan Pras sudah berada didepan wajah Laurent.Mereka sedang berada dibandara, waktu boardinh juga sudah tiba dan mereka berjalan menuju ke pesawat."Untuk" Laurent menatap bingung."Sini" Pras menghentikan langkah. Laurent memberikan ponselnya. Tak lama ponsel itu mengarah ke wajah Pras."Nih, takut kamu kangen aku" Pras memberikan ponsel ke tangan Laurent lagi, yang kemudian direspon dengan kekehan."Hp kamu mana, sini" kini berganti Laurent yang meminta. Pras memberikan. Laurent melakukan hal yang sama."Takut kamu kangen" Kekehan L