Share

P04. Talking

Author: Rianievy
last update Huling Na-update: 2021-04-13 00:17:15

Kedua mata mereka saling menatap. Laurent menunggu Pras bercerita, sesuai janjinya saat ia sudah melakukan tugasnya.

Kini mereka berada di sebuah Bar yang tak jauh dari apartemen tempat Laurent tinggal.

"Tell me?"

Laurent bersedekap. Menunggu Pras mulai bercerita. Pras tampak mengerikan saat menatap Laurent lekat dengan setelan jas yang benar-benar menampakan siapa dirinya. Seseorang dengan kekayaan berlimpah tak kan habis mau sampai kapan pun.

"Kenapa lihatinnya kaya gitu? Ada yang aneh?"

Laurent menaikan sebelah alisnya. Menatap tajam ke Pras. Yang di tatap justru tersenyum dan menegakan duduknya.

"Mereka semua saingan bisnis saya, nggak ada yang baik. Semuanya pura-pura. Saya malas sebenarnya datang, harusnya orang kepercayaan saya, tapi karena satu dan lain hal, mau nggak mau jadi saya yang hadir."

"Bukan temen beneran?"

Laurent menatap bingung. Pras pun bingung dengan pertanyaan wanita dihadapannya.

"Mm- maksud ku, dari semua yang hadir, nggak ada yang benar-benar teman kamu? Semuanya saingan,"

Laurent menatap lekat. Pras mengangguk.

"Hampir dua puluh lima tahun saya berkecimpung di dunia bisnis besar. Saya tau mana orang yang tulus mana yang enggak, makanya mereka segan sama saya 'kan,"

Ia memainkan gelas wine ditangannya. Laurent lalu memajukan tubuhnya condong kedepan. Menopang dagunya dengan tangan kanan dan menatap lekat Pras.

"Tebak. Kalau aku. Tulus atau enggak,"

Pras menatap Laurent. Ia tersenyum tipis lalu ikut memajukan wajahnya. Menatap lekat kedua mata Laurent.

Lama mereka berdua saling menatap.

"Kamu-"

Pras menjeda ucapannya.

"Menyedihkan .... "

Lanjutnya. Lalu ia bersandar di kursinya sambil terkekeh. Laurent tertawa.

"Sok tahu."

Ucapnya lagi. Ia lalu mengeluarkan ModVape dari tas kecil yang ia bawa dan menghisapnya, asap tebal kembali terhembus dari bibir sexynya. Kedua matanya menatap layar ponsel yang ia pegang.

Wajahnya mengernyit. Ia fokus. Ada sedikit masalah dengan pengiriman baju model terbaru dari konveksi dan barang importnya.

"Shit!"

Umpatnya sambil mengetik di layar ponsel dengan cepat.

Pras menatap lekat. Ia lalu melirik ke ModVape milik wanita dihadapannya lalu mengambil dan menelisik.

"Ini yang lagi trend dipasaran?"

Ucap Pras. Laurent tak menggubris. Wanita elegan itu masih fokus di ponselnya.

Pras meletakan kembali ModVape dan menatap Laurent yang menunggu balasan pesan singkat dengan mengetuk-ngetuk meja dengan kuku jarinya yang lentik dan tak begitu panjang.

"Aku harus pergi. Urusan penting."

Laurent beranjak dan memasukan Mod Vape kedalam tasnya. Ia beranjak terburu-buru hingga lututnya terbentur meja. Ia mengaduh tapi kedua matanya terus menatap ponsel.

"Duduk."

Pinta Pras.

"Hah?"

Laurent menatap heran,

"Duduk aku bilang rent,"

"No. Aku buru-buru."

Pras beranjak dan menekan bahu Laurent untuk duduk kembali. Laurent risih.

"Apaan si Pras!"

Laurent melotot. Pras menggeser kursinya dan duduk mendekat.

"Ada masalah apa?"

Laurent diam. Ia menatap Pras ragu untuk bercerita. Ia menggeleng. Lalu ponsel miliknya berdering. Ia berbalik badan dan menempelkan ponsel ke telinganya.

"Ya gimana? Bisa!"

"...."

"Ahh.. syukurlah. Yaudah, besok kita cek, dan lusa kita data ulang untuk yang import. Bikin panik,"

Laurent lalu tampak lebih tenang dan melirik Pras.

"Lihatinnya nggak bisa biasa aja. Kalau udah nggak ada yang di obrolin, aku mau pulang,"

Laurent menatap Pras.

"Berapa klaim nya. Saya harus transfer berapa?"

Pras mengeluarkan ponsel miliknya. Laurent terkekeh.

"Nggak usah. Udah cukup."

Jawaban Laurent membuat Pras diam dan kembali menatap wajah cantik wanita didekatnya. Laurent tersenyum.

"Why?"

Pras penasaran. Laurent kembali menatap serius ke wajah Pras. Ia lalu mendekat, semakin mendekat ke telinga Pras.

"Because, your lips so tasty,"

Goda Laurent sambil berbisik. Ia lalu mundur dan beranjak.

"Terima kasih atas uang nya sir Pras, good night,"

Laurent tersenyum dan beranjak. Ia mengeratkan tali mantel yang ia kenakan lalu berjalan meninggalkan Pras yang masih duduk menatap kepergiaannya.

Ia terkekeh sambil menempelkan ibu jari di sudut bibirnya sendiri.

'Me too Laurent. Your lips so tasty too.'

***

Kedua lelaki itu duduk di depan ruang operasi. Aira dimundurkan satu hari dari jadwal melahirkannya. Jevan di titipkan dirumah oma dan opanya. Galang akan menyambut bayi kembarnya, ia tak mau nanti Jevan malah merasa di abaikan.

"Semalem gue booking perempuan lang,"

Ucap Pras sambil duduk bersedekap disebelah Galang.

"What! Becanda lo kak,"

Galang tampak tak suka. Pras mengangguk. Ia pun menceritakan semuanya.

Akhirnya Galang paham dan mendengus. Menoleh ke Pras yang tampak tenang.

"Nikah lagi kak. Lo nggak harus sendirian seumur hidup. Lo butuh tempat berbagi,"

"Ada emangnya perempuan yang mau sama pria mandul kaya gue. Kalau pun one day gue mati dengan ninggalin kekayaan segitu banyaknya. Tugas lo buat sebar itu semua ke orang-orang susah. Mau mereka agamanya apa, sukunya apa, lo atur lang."

"Ck- mulut lo kalo ngomong. Nih kak, pasti ada. Gue yakin, lo jangan nyusahin diri lo pake main lonte segala. Gue nggak suka, Aira juga,dia udah kepikiran juga,"

Pras terkekeh.

"Lo- nggak 'belok' kan, nggak akan main pedang-pedangan kan?"

Galang menatap lekat dan khawatir.

"Gila lo. Ya enggak lah! Gue masih normal. Sialan lo. Sekarang lo bawa tiga lonte didepan gue juga bisa gue hajar mereka sampe puas. Lo nggak tau boss lo ini seperkasa itu!"

Galang menatap geli dan meremehkan.

"Tiga cewek. Kecengklak tuh pinggang baru rasa lo kak. Udah mau lima puluh bro,satu aja udah cukup,"

Pras tertawa.

"Lang,laki-laki itu diatas empat puluh justru lagi kuat-kuatnya. Hati-hati lo, Aira bisa bunting terus nanti,"

Pras menyenggol bahu Galang. Galang menatap serius.

"Beneran?! Wah, kebeneran, gue mau punya banyak anak sebelum umur empat lima,"

Samber Galang yang kesenangan. Seakan mendapat pencerahan dari ucapan Pras.

"Beruntung nya lo lang, semua normal. Gue mau main sama berapa puluh cewek juga nggak akan ada yang bunting. Takdir gue terlalu hebat,"

Kekehan Pras justru membuat Galang sedih.

"Adopsi anak deh kak kalo gitu,"

Galang memerikan pilihan dan saran.

"Anak siapa? Anak guguk. Lo pikir gue nggak harus cari pasangan dulu. Aneh aja lo kalo kasih saran kadang-kadang,"

"Cewek yang semalem. Gimana? Apa dia sama kaya lonte lainnya?"

Galang menatap Pras. Ia tau kakaknya itu akan menjawab jujur. Pras menunduk lalu terkekeh.

"Dia beda. Kelihatan dari sorot mata dan sikapnya. Jaga diri banget dan bikin- penasaran,"

Galang tertawa. Ia beranjak.

"Gue udah feeling. Deketin lah. Coba cari tau, siapa tau jodoh,"

Pras menatap Galang dengan wajah terkejut. Bersamaan dengan terbukanya pintu ruang operasi dan meminta Galang masuk ke dalam ruang observasi.

"Pak Galang, silahkan mengadzan kan putra dan putri kembarnya,"

Galang mengangguk. Pras memberikan ucapan selamat kepada Galang terlebih dahulu. Ia berjalan menuju ke kantin rumah sakit untuk membeli beberapa camilan dan minuman,karena sejak beberapa jam lalu, Galang tak makan atau minum apapun. Ia terlalu khawatir dengan operasi Aira.

Ting

Pintu Lift terbuka. Pras berjalan dengan gagahnya. Namun kedua matanya menuju ke satu sosok yang ia kenal.

"Laurent?"

To be continue,

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • PRAS, and his destiny   Bab 85. Takdir yang berakhir penuh kebahagian.

    “Bagaimana kondisinya?” tampak Pras dan Alex berbicara dengan tatapan serius. Suami Lily itu mengusap kasar wajahnya, lalu menatap ke satu titik yang sejak awal kedua pria itu berada di sana, menjadi pusat perhatiannya. “Entahlah, Dad, bagaimana menurutmu. Aku harus apa menghadapi ini semua?” Alex justru balik bertanya. Pras terus berpikir keras, hingga pintu itu terbuka, menampakkan Laurent yang menatap penuh rasa bahagia. “KETIGANYA SUDAH LAHIR! Cucu kita sudah lahir, Pras!” teriak Laurent yang menemani Lily menjalani operasi sesar. Alex menunduk, perlahan terdengar isakan tangis penuh rasa haru juga bahagia. Pras memeluk putranya itu. “Aku sudah menjadi Ayah, Dad!” teriak Alex begitu bangga dengan dirinya. Laurent kembali masuk ke dalam ruang operasi. Derap langkah Fausto dan Belinda terdengar. “Sudah lahir?” tanya Belinda sembari menggendong putra keduanya. Alex beranjak. “Ayah! Ibu!” Alex berjalan mendekat, memeluk Fausto erat, berganti k

  • PRAS, and his destiny   84. Dunia baru Pras dan takdirnya

    Satu bulan berlalu. Alex dan Lily sudah tinggal di apartemen yang mereka sewa di tengah kota Roma. Mereka tak henti saling meluapkan rasa cinta dan sayang. Lily tak mau menikmati fasilitas yang ditawarkan Fausto, seperti mencuci pakaian di laundry, makanan selalu dikirim oleh pelayan dari rumah utama Fausto di Roma yang jaraknya tak jauh dari apartemen mereka, juga mobil mewah yang disediakan juga. Keduanya menolak kompak. Tapi, jelas, Fausto tak menuruti begitu saja. Para pengawal terus berjaga walau dengan jarak yang cukup jauh, bagaimana pun, keduanya adalah keluarga Fausto, siapa yang tak tau.Kehamilan Belinda sudah menginjak bulan ke tujuh, jenis kelamin bayi dikandungnya, laki-laki. Alex loncat-loncat saking senangnya akan mendapatkan adik laki-laki. Kado ulang tahun Alexander terbaik dari kedua orang tua kandungnya, sementara Pras dan Laurent, sibuk mengelola perkebunan anggur mereka, Edmon ikut repot karena Pras meminta dibuatkan system keamanan juga mengatur para pe

  • PRAS, and his destiny   Bab 83. A thousand years (21+)

    Gaun panjang berwarna putih tulang, dengan bahan satin berpadu lace yang memberikan efek klasik menyesuaikan lekuk tubuh pemakaianya, tampak indah saat dikenakan Lily yang berdiri di ujung pintu gereja, merangkul lengan sang ayah – Edmon – yang tampak beberapa kali harus mengatur napas juga air mata yang beberapa kali keluar dari sudut matanya. Putri cantiknya tampak berdebar mana kala menunggu pintu itu terbuka dan mereka berdua akan berjalan masuk menuju altar dengan karpet merah yang membentang hingga ke hadapan pendeta.Edmon menatap sekali lagi putrinya yang mendongak membals tatapannya, kerudung panjang berwarna senada menjuntai panjang menutupi kepala hingga seluruh bagian tubuh belakang Lily, hanya menyisakan sebagian rambut cokelat indahnya yang di tata begitu rapi tanpa menghilangkan kesan usianya yang sebentar lagi baru tujuh belas tahun.“Aku sudah cantik, Ayah? Tidak buruk riasannya, bukan?” tanya Lily menatap sang sayah.&ld

  • PRAS, and his destiny   Bab 82.Keluarga bagi Pras

    “Lalu… apa Tuan Pras sungguh rela melepaskan apa yang sudah dikerjakan selama puluhan tahun ini dan memilih untuk berada di sini, di negara baru, juga merintis bisnis barunya?” tanya seorang reporter pria saat Pras diundang ke salah satu acara TV Show tentang bisnis dan karir cemerlang para pengusaha, yang ada di kota Roma, Italia.Pras tersenyum sejenak sebelum menjawab pertanyaan itu, ia mencoba merangkai kalimat sesederhana mungkin supaya akan sampai pesan yang ia maksud. Ia melirik ke istri cantiknya yang duduk di kursi penonton, studio itu besar, dan Pras cukup bangga bisa berada di acara TV dengan rating tinggi itu.“Ya, saya tidak perlu meragukan apa pun lagi untuk melepaskan semua yang saya peroleh di Swiss, sudah cukup untuk kami, saya dan istri saya berkutat dengan bisnis yang sangat menyita waktu. Usia kami tak muda lagi, kami pun sadar, ternyata, terlalu giat mencari uang dan mengumpulkan kekayaan, akan percuma jika waktu bersama ke

  • PRAS, and his destiny   Bab 81. Ladies Day

    “Aku lebih suka gaun yang ini, Ly, kau akan kenakan saat resepsi nanti, bukan?” tunjuk Jessie kepada gaun peseta berwarna champange kepada Lily saat keduanya berada di salah satu butik terkenal di kota Zurich. Laurent sudah menghubungi rekannya, jika calon menantunya sedang mencari gaun untuk pesta resepsi pernikahan.“Apa tidak terlalu terang untuk acara malam hari, Jes?” Lily menatap lekat gaun yang masih berada di manekin.“Tidak, warna ini sedang populer. Alex juga akan terlihat tampan dengan warna jas senada dengan gaun ini, lalu dikombinasi kemeja warna putih. Kalian berdua akan shinning di malam hari, Ly.” Tukas Jessie kemudian. Lily menimbang-nimbang, ia masih mencari warna lain.“Bagaimana dengan warna merah terang?” tanyanya. Jessie menggelengkan kepala.“Kau memang akan menjadi pusat perhatian, tapi… entahlah, mengapa aku merasa warna itu pasaran ya,” kelakar Jess

  • PRAS, and his destiny   Bab 80. Back to school

    Suara teriakan bahagia terdengar di kantin mana kala mereka melihat Lily dan Alexander yang berjalan begitu mesra. Mereka kembali ke sekolah setelah Pras dan Laurent mengurus tentang menghilangnya mereka beberapa bulan belakangan. Keduanya di tuntut mengerjakan tugas sekolah yang menumpuk, juga mempelajari materi sebelum ujian kelulusan.“Aku terkejut saat tau Dre meninggal, Lex? Bagaimana bisa ia kecelakaan motor dan terjatuh, Dre pengendara motor yang hebat, bukan?” tanya Jessie yang kini berubah berdandan natural, duduk di hadapan pasangan itu.“Ya, begitulah, musibah,” jawab Alex santai. Jessie mengangguk. Ia menatap Lily, lalu melirik ke cincin yang Alex berikan untuk Lily.“Mmm… kapan kalian akan meresmikannya? Aku tidak sabar untuk hadir di pemberkatan kalian,” ledek Jessie.“Kau tidak cemburu?” celetuk Alex lalu mendapat cubitan kecil di pinggangnya dari Lily. Jessie tertawa.“Lex

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status