Share

P02. Laurent

"Kak"


Seorang pegawai toko pakaian grosir wanita memanggil wanita tiga puluh satu tahun bernama Laurent yang sedang menekan angka di kalkulator dengan jemari tangan kanannya. Sedangan tangan kirinya membuka lembar demi lembar nota rekapan transaksi pembeli.


"Hm"


Respon yang menyimpulkan bahwa Laurent tak bisa diganggu. Pegawai itupun mengurungkan bertanya kepasa boss nya.


Telfon disebelah Laurent bersering. Ia mengambil gagang telfon dan menahan dengan lengannya seraya menempelkan ke telinga.


"Ya halo"


"....."


"Seri 10052. Bentar gue tanya" Laurent menatap sekitar. Empat pegawainya sedang sibuk melayani pembeli. Ia lalu mengetik sesuatu di laptop dan menekan kode 10052.


"Halo, ada nih. Tapi tinggal 3. 1 seri semua. Gue nggak mau lu ambil pisah-pisah"


"...."


"Iya. Cash. Ogah gue lu ngebon. Nanti Lani gue suruh ke tempat lu"


"...."


"Hmmmmm! Awas lu. Ada duit ada barang"


Ketus Laurent sambil menutup telfon.


"Lani!"


Panggil Laurent. Lani berlari menghampiri boss nya.


"Kamu bawa 10052, 3 seri ke tempat si Johan. Kamu terima dulu duitnya. Hitung, baru kasih barangnya"


"Iya kak. Siap"


Lani menuju ke sudut ruangan dan mencari pakaian dengan kode tersebut. Sedangan Laurent menyiapkan nota nya.


Laurent.


Wanita tiga puluh satu tahun yang merantau dari manado ke jakarta sejak usia sembilan belas tahun. Jalan hidupnya miris. Hingga ia bisa berjuang dan bertahan hingga menjadi boss dari dua toko pakaian wanita di tempat grosir terbesar se asia tenggara.


Laurent tak ada sanak saudara. Ia benar-benar berusaha dengan dirinya sendiri dan otak analisa yang baik. Tak ada yang tau kalau Laurent adalah seorang mantan Wanita BOOKING ORDER atau BO para pria pengusaha atau biasa kita sebut om-om kesepian, sugar daddy, pria hidung belang atau apalah. 


Hidupnya hancur sebelum ia menjadi sukses dengan usaha toko pakaian dan wanita BO. Perlu diingat. Laurent yang cerdas, sejak dulu tak membuka identitas dirinya kepada setiap pelanggan yang memakai jasanya. Ia bermain apik dengan banyak cara supaya para lelaki itu tak meminta ia menunjukan wajahnya.


Uang yang ia dapatkan pun dijadikan modal untuk membuka usahanya. Ia telah pensiun satu tahun lalu untuk menjajaki dirinya di dunia prostitusi tersebut.


Tujuan lain datang saat ia merasa sudah cukup mapan dengan usahanya.


Ia ingin mencari kembarannya. LAURA. Yang terpisah sejak mereka usia sepuluh tahun.


Keluarga mereka menjadi korban perampokan dan pembunuhan saat masih tinggal di sana. Laura dan Laurent bersembunyi di dalam gudang kecil di dekat dapur saat hal menyeramkan itu terjadi. Rumah mereka pun di bakar para perampok. Mereka berdua berusaha keluar dari Api dengan cara berlari bersama dan saling merangkul.


Sejak saat itu, kehidupan miris mulai terjadi.


***


"Lo nggak pingin balik ke manado rent?"


Asap rokok mengebul dari bibir wanita sepantaran dirinya saat mereka makan siang di tempat makan kaki lima yang ada disekitar pusat grosir.


"Nggak. Ngapain"


Jawab Laurent sambil meneteskan liquid rasa leci di alat penghisap rokok elektrik miliknya.


"Nggak kangen keluarga?"


Lanjut Cita.


"Keluarga gue udah mati. Udah lah, nggak usah bawa-bawa keluarga. Bikin mood gue drop"


Laurent lalu menghisap dan menghembuskan asap tebal dari mulutnya. Beberapa pria menatapnya. Laurent hanya melirik sinis tak perduli.


"Nanti malam jadi rent. Gue minta tolong banget ke elo,"


Cita mematikan puntung rokoknya. Laurent mengangguk.


"Orangnya si udah di hotel. Stay disana dua minggu. Tapi dia pingin ngobrol dulu sama lo. Acara besarnya besok malam. But please, jangan kasar sama ni orang, dia bukan sembarang laki-laki rent"


Cita berbisik sedikit. Mencondongkan tubuhnya kedepan Laurent.


"Lo tau, ini orang udah bisa di sejajarkan sama sultan dubai tau nggak lo"


"Really?"


Respon Laurent justru terkekeh sinis. Ia akan selalu sama menganggap bahwa pria yang bisa atau mau membooking seorang wanita bayaran itu justru pria rendahan yang tak ada harga diri.


"Yaudah. Kalau gitu suruh jemput gue aja. Atau gue samperin dimana kalau dia nggak mau di hotel"


Laurent kembali menghisap dan menghembuskan asap tebal dari mulutnya.


"Gue kabarin lo deh nanti. Lo ke toko lagi kan? Gue coba hubungin ajudannya"


"Oke"


Laurent lalu membayar makan siang mereka dan bersiap beranjak. Rambut panjang warna coklat gelap ia kuncir kuda, memperlihatkan leher jenjang putih mulusnya.


***


Langkah kaki dengan sepatu hak tujuh sentimeternya mengantarkannya pada sebuah parkiran basemen sebuah hotel bintang lima. Wajah dingin dan angkuhnya tampak dari pantulan kaca besar yang ia lewati.


Kali ini ia tak akan memakai topeng. Karena pria yang memakai jasanya hanya meminta dirinya sebagai teman kencan untuk suatu acara penting.


"Laurent?"


Tanya pria tinggi kekar dengan setelan serba hitam. Laurent mengangguk.


"Silahkan, boss saya sudah menunggu didalam mobil"


Andreas mengantarkan Laurent menuju ke mobil sedan mewah warna hitam yang dibalik kemudinya sudah ada Pras yang duduk.


Pras, pria itu yang akan memakai jasa Laurent.


Laureny sudah duduk di kursi penumpang. Ia lalu menatap Pras yang sedang menatapnya lekat dengan mata elang yang tajam.


"To the poitn. Apa yang harus saya lakukan."


Ucap Laurent dingin.


Pras diam. Ia kemudian menginjak pedal gas dan mengarahkan mobil ke luar hotel. Sebelumnya ia sudah memberi tahu andreas kalau jangan mengawalnya.


Lima belas menit perjalanan tak ada suara. Hingga akhirnya Pras yang memulainya.


"Your name is?"


"I'm Laurent. And your are,"


"Kamu nggak tau saya"


Sarkas Pras.


"I know. Pria rendahan yang mau menyewa wanita seperti saya kan"


Pras menoleh. Ia mengetatkan rahangnya keras.


Tampa menjawab. Pras justru membawa ngebut mobil yang ia kendarai ke suatu tempat sejuk di daerah pegunungan.


Laurent tampak terkejut. Namun ia memilih diam.


Pras tak banyak berkata. Hanya sesekali melirik ke arah wanita yang tampak angkuh dalam kepalsuan. Senyum tipis di bibir Pras pun tampak.


***


Mereka sampai di lokasi tak butuh waktu lama. Hawa dingin terasa. Pras berjalan keluar dari mobil dan duduk diatas kap sambil bersedekap. Disusul Laurent.


"Nggak bisa make a deal di tempat lain. Harus banget bawa saya jauh kesini?"


Laurent tak tahan untuk tak bertanta. Pras hanya menoleh dan terkekeh sinis.


"Kamu mau minta bayaran berapa?"


Laurent itu menatap Pras sambil terkekeh dengan asap rokok elektrik aroma leci mengebul tebal diudara.


"Kalo cuma sekedar untuk temenin anda gala dinner sama pengusaha-pengusaha, saya nggak pasang tarif. Tapi kalau anda mau service lebih, diatas sepuluh"


Jawabnya santai. Mereka bersandar didepan kap mobil.


"Sebutin."


Panjut pria itu dengan deep voice nya.


"Yang mana. Paket biasa apa paket lengkap"


Wanita itu melirik. Lelaki itu beranjak dan berdiri menghadap wanita itu dengan kedua tangan ia masukan kedalam saku celananya.


"Full service? How about that?"


Senyum smirk muncul diwajah lelaki itu.


"Ok. Dua puluh keatas. Dibayar dimuka."


Jawab Laurent  yang ikut berdiri berhadapan. Tak takut atau mundur. Justru ia semakin maju.


"Tapi saya maunya-"


Bibir pria itu mendekat ke telinga wanita tersebut lalu berbisik,


"Keluarin didalem. Kamu Minum obat kan?"


Lalu ia memundurkan wajahnya dan  menatap lekat ke wanita dihadapannya.


"Obat? Nggak perlu. One night stand? Deal"


Tangan wanita itu terulur.


Namun raut wajah lelaki dihadapannya berubah.


"Semua wanita sama saja. Rela jual badan demi uang."


Laurent tersebut terkejut dan tersinggung. Ia berdiri dan menunjuk Pras sambil berbicara.


"Hati-hati mulut anda kalau bicara ya. Tidak semua wanita seperti saya yang menjual diri untuk alasan yang tak perlu saya jelaskan ke anda. Take it or leave it!"


Wanita itu emosi. Direndahkan, ia sudah biasa. Seorang wanita bookingan pria hidung belang. Namun jika semua perempuan dianggap sama. Ia akan marah sejadi-jadinya.


Pras itu menatap lekat ke Laurent. Air mukanya berubah tajam dan marah.


"Saya mau tau dulu alasan kamu kenapa bekerja seperti ini, sebelum saya lanjut booking kamu,"


"Ck. Apa penting nya alasan saya!"


Laurent berbicara dengan kepala sedikit terangkat.


"Karena dari mata kamu saya bisa lihat kamu terpaksa jalanin ini."


GLEK.


Wanita itu tak bisa menjawab apa-apa lagi. Ia hanya diam dan terus berdiri menatap lelaki dihadapannya.


'Sialan'


Maki Laurent dalam hati.


To be continue,

PRAS

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status