“Jordie, gimana?” tanya Aster saat melihat Jordie keluar dari ruang kerja Galen.Belum sempat Jordie menjawab, Galen dan Lisa sudah keluar dari kamar. Mereka menatap tegas ke arah Aster.“Aster, masuk kamar!” perintah Galen.“Ayah, aku kan mau ngobrol bentar sama Jordie. Masa’ nggak boleh sih?” protes Aster. Dia menatap sedih ke arah Galen dan Lisa. “Bunda, apa salahnya sih hubunganku sama Jordie? Kami kan sudah dewasa. Nggak ada salahnya, kan?”Aster merengek pada Galen dan Lisa. Bahkan, dia nyaris duduk bersimpuh di depan kedua orang tuanya.“Aster, jangan begini,” Jordie membantu Aster bangun dari duduknya. Dia tak tega melihat Aster merengek sedih seperti itu.“Ada apa, Ayah? Kok ribut dari dapur?” tegur Gala, kakak sulung Aster.Pria itu melangkah keluar bersama sang istri yang bernama Nana. Mereka sudah siap sarapan pagi bersama yang lainnya.“Aster sama Jordie kenapa lagi?” tanya Nana. “Ributnya kedengeran sampai dapur.”“Mereka pengen nikah!” celetuk Sakura. Dia memang diam-di
Galen menghela napas panjang. Dia memandangi Jordie yang tampak memohon padanya itu.“Ikut Ayah setelah kita sarapan,” ucap Galen. “Gala, kamu ikut juga. Kita pergi bertiga.”“Iya, Yah,” jawab Gala.Jordie ternganga. Dia tak tahu dan tak bisa meraba tentang rencana Galen nantinya.Meski begitu, Galen tampak tenang. Pria itu tak menunjukkan tanda-tanda ingin mengomentari perilaku Jordie dan langsung melanjutkan makan malamnya.Ekor mata Jordie mengedar ke sekitaran. Dia melihat satu per satu ekspresi semua orang di ruang makan.Sebagian besar tampak penasaran. Ekspresi mereka nyaris sama seperti ekspresi Jordie. Penasaran tapi dipendam dalam hati. Bahkan, ketika pandangan Jordie bertemu dengan pandangan Aster, Jordie bisa langsung menangkap kecemasan Aster.Tak pelak, selesai sarapan, Aster langsung mengejar Galen yang melangkah menuju kamar. Sudah sangat jelas bahwa Aster ingin menanyakan seperti apa rencana Galen itu.Jordie ingin ikut mengejar. Namun, Gala sudah menghalangi langkah
Jordie memejamkan mata sesaat. Dia membuka matanya perlahan dan memantapkan pilihannya. Dia tahu dia masih belum memiliki modal cukup untuk membahagiakan Aster. Namun, dia tak bisa membohongi perasaannya bahwa saat ini dia ingin mendapatkan restu dari Galen sebagai menantu.“Baik, Ayah,” jawab Jordie.Galen menghela napas panjang. Pria itu tahu akan ada saatnya bagi dirinya untuk melepaskan Jordie karena dari awal Jordie memang tak memiliki hubungan darah sama sekali dengan dirinya.“Aku terima keputusanmu,” ucap Galen. Dia merogoh sakunya dan mengeluarkan cincin yang tadi diberikan Jordie pada dirinya.“A-ayah menolakku?” Jordie bingung karena cincinnya malah dikembalikan oleh Galen.“Berikan sendiri pada Aster,” tutur Galen. “Dia pasti sangat senang karena mendapatkan cincin itu darimu. Aku bisa melihat binar cerah di kedua bola mata indahnya setiap kali menatapmu.”Hati Jordie lega usai mendengar ucapan Galen. Setidaknya kini dia sudah mengantongi izin dari Galen untuk bertunangan
Jordie mengajak Aster duduk dulu. Dia mengusap-usap punggung Aster dalam dekapannya sambil memikirkan alasan tepat untuk mengundur tanggal pernikahan.“Jordie, kata orang, kalau udah tunangan, tiga bulan kemudian harus segera menikah,” terang Aster. Dia berusaha merayu Jordie. “Kamu mau ya nikahin aku tiga bulan setelah menikah? Aku bisa kok jaga privacy kamu kalau misalnya kamu masih belum siap diketahui media sebagai suamiku. Aku juga nggak minta pesta besar. Yang penting hubungan kita sah acara secara hukum dan agama.”Hati Jordie teriris usai mendengarkan ucapan Aster. Awalnya dia mengira Aster hanya ingin tergesa-gesa karena ingin segera memamerkan hubungan mereka pada publik. Nyatanya, Aster masih mau menyimpan rahasia pernikahan mereka jika Jordie tak menyukai hal itu.Sayangnya, Jordie memang tak ada keberanian untuk menikah secepatnya. Dia dalam keadaan yang serba kesulitan dan penuh kebohongan. Dia tidak mau melibatkan Aster terlalu dalam di kehidupannya.“Jordie?” rengek As
“A-Aster, nggak dulu ya, Sayang,” ucap Jordie. Dia mencoba mencegah Aster dan membujuknya mengantar hingga Jakarta. “Kamu tahu kan kalau ayah galak banget?”Aster cemberut menatap Jordie. “Kan kita udah tunangan. Sebenarnya kalau kita sedikit nakal kan nggak masalah. Nanti biar kita bisa nikah secepatnya gitu,” Aster mendesak Jordie. Dia berusaha menggoda pria yang terkenal lurus hidupnya sejak kecil itu.Jordie menelan ludah. Sungguh dia sangat tahu bahwa Aster begitu cantik seperti bunga yang baru bermekaran. Digoda oleh Aster levelnya seperti digoda oleh bidadari dari kahyangan. Membuat lidah Jordie kelu dan kepalanya ingin sekali bergerak mengangguk menyetujui ucapan Aster.Tangan Jordie bergerak secepatnya memukul pipinya sendiri. Dia harus menyadarkan dirinya untuk tetap hidup lurus. Setidaknya dia harus bisa menjaga harga diri Aster. Jika tidak, dia adalah manusia sampah yang hanya bisa berbohong dan menipu saja.“Jordie!” Aster membeliakkan matanya hingga membulat. “Ngapain ka
Sebuah sentuhan di bahu Jordie membangunkan Jordie dari lamunannya. Dia menoleh dan tampak Tasya melemparkan senyuman manis padanya.“Kak Rey, kamu terlihat capek. Mau istirahat sebentar?” ajak Tasya. Dia tersenyum lembut pada Jordie. “Aku juga mau istirahat. Kakiku sakit karena heels yang kukenakan terlalu longgar ukurannya.”Tasya memijat-mijat pergelangan kaki kanannya. Dia menunduk sebentar lantas ekor matanya melirik ke arah Jordie.Wajah Jordie menoleh ke arah lain. Dia mengangguk menyetujui usulan dari Tasya.Tasya tersenyum tipis. Dia menoleh ke arah fotografer sambil mengacungkan tangan kanannya.“Kami mau istirahat dulu,” ucap Tasya. “Capek.”“Oke. Setengah jam ya? Cukup, kan?” balas si fotografer.“Iya, cukup,” sahut Tasya.Dia melingkarkan tangan kanannya ke lengan kiri Jordie. Hal itu membuat Jordie tersentak kaget.“Um, Tasya—““Bantu aku jalan ya, Kak Rey,” ucap Tasya lembut. Dia melirik ke arah kaki kanannya lagi. “Aku butuh sandaran. Aku kesulitan berjalan.”Mau tak m
Semalaman suntuk Jordie latihan skenario yang sudah dipersiapkan oleh Pak Michael. Hakim terus memberikan arahan pada Jordie sebisanya.“Gimana?” Jordie menatap wajah Hakim dengan pandangan penasaran. “Udah oke, kan? Udah kelihatan meyakinkan?”Hakim mengusap-usap dagunya. Keningnya berkerut memikirkan penilaian yang tepat untuk Jordie.“Gimana? Jangan diem aja kamu, Kim. Penting ini!” imbuh Jordie. Dia terus berusaha mendesak Hakim agar memberikan jawaban pasti.Sekarang jarum jam pendek sudah menunjukkan angka satu. Jujur saja, Jordie sudah mulai mengantuk. Dia ingin segera cepat istirahat agar besok pagi tetap bisa fit dalam bekerja.“Sudah oke kok,” ujar Hakim. Dia menyembulkan senyuman lebar. “Kita ulangi sekali lagi. Aku akan merekamnya dan mengirimkannya pada Pak Michael. Setelah itu, kita istirahat.”“Oke,” sahut Jordie dengan penuh semangat.Mereka kembali mengulangi simulasi seperti skenario yang sudah diberikan Pak Michael. Setelah simulasi selesai, Hakim mengirimkan video
Hari yang dinanti telah tiba. Jordie bersiap diri untuk menemui para pengedar narkoba yang sudah membuat janji dengannya."Die, kamu yakin mau keluar sendirian aja?" tanya Hakim. Dia menatap cemas Jordie."Santai, Kim. Kan polisi udah tahu. Mereka sudah full team buat jaga aku. Aku hanya perlu ke tempat ketemuan dan kasih peluang polisi buat tangkap mereka," jelas Jordie. Dia mengenakan Hoodie hitamnya.Di luar, hujan baru saja turun. Suhu udara dingin. Sebenarnya suasana seperti ini paling enak digunakan untuk tidur. Apalagi, sekarang sudah mendekati pukul dua dini hari.Jordie mengenakan sarung tangan hitam. Dia menyimpan sebuah silet di dalam sarung tangan hitam itu untuk berjaga-jaga.“Kim, kamu pantau dari CCTV ya? Jangan lupa beritahu polisi agar segera mendekat saat aku sudah bertemu dengan si pengedar narkoba itu,” pesan Jordie.“Good luck ya!” ujar Hakim. Dia memeluk Jordie sejenak dan menepuk-nepuk punggungnya. Bagaimanapun, Jordie adalah teman sekaligus mitra kerjanya. Dia