Home / Romansa / PURA PURA JADIAN / BAB 3: Awal Drama Pura-Pura Jadian

Share

BAB 3: Awal Drama Pura-Pura Jadian

Author: SyafaSA
last update Last Updated: 2024-12-11 17:56:17

---

Keesokan harinya, Reyhan datang ke sekolah dengan gaya yang bikin aku hampir pingsan. Kalau ada penghargaan untuk penampilan paling aneh dan dramatis, dia pasti juaranya. Reyhan datang dengan jaket kulit hitam yang kelihatan kekecilan banget, seperti dia baru keluar dari lemari tua yang nggak pernah dipakai, celana jeans sobek-sobek di sana-sini—bukan karena keren, tapi karena memang sudah begitu—dan yang paling parah, dia mengenakan kacamata hitam besar yang bikin dia kelihatan seperti pengawal artis yang lagi nyamar jadi cowok biasa.

Aku yang lagi duduk di bangku depan kelas hanya bisa menatapnya dengan mulut terbuka. "Rey, ini bukan film action, loh!" ucapku dengan suara pelan, meskipun hatiku sudah berteriak kencang.

Dia tersenyum lebar, seolah-olah dia baru saja memenangkan lotre. "Kita harus bikin ini meyakinkan, Nail!" katanya sambil merangkul bahuku, seolah kami sedang berjalan di karpet merah.

"Rey, ini cuma pura-pura jadian, bukan audisi jadi aktor Hollywood!" bisikku kesal, sambil merasakan wajahku yang mulai memerah. Aku merasa seperti terjebak di dalam sebuah drama komedi yang tidak pernah kubintangi.

"Justru itu!" Reyhan menjawab dengan penuh semangat, mengacungkan jari telunjuknya seperti baru menemukan kebenaran hidup. "Kalau mau Alif percaya, kita harus totalitas. Ini bukan cuma soal pura-pura, ini soal seni. Ingat, seni itu butuh pengorbanan!"

Aku menatapnya dengan tatapan kosong. "Kalau seni butuh pengorbanan, berarti kamu harus siap malu seumur hidup, deh," jawabku, mencoba tetap sabar.

Sepanjang hari itu, Reyhan melakukan serangkaian aksi konyol yang membuatku ingin tenggelam ke dalam tanah. Dia mulai memanggilku "Sayang" dengan suara keras yang sengaja dibuat dramatis. "Sayang, kamu ngapain sendirian di sini? Jangan jauh-jauh dari aku ya!" katanya di depan kelas, membuat semua orang menoleh dengan ekspresi bingung—dan mungkin sedikit kasihan. Aku bisa merasakan pipiku yang merona merah seperti tomat.

"Rey, ini terlalu lebay," bisikku, setengah menutupi wajah dengan tangan.

"Tapi ini supaya Alif yakin," katanya, seolah-olah semua orang di sekitar kami juga harus meyakini bahwa ini adalah kisah cinta sejati yang sedang berkembang. "Biar kita terlihat serius!"

Lalu, di tengah pelajaran matematika yang membosankan, dia mengeluarkan sebuah surat dari sakunya dan memberikannya kepadaku dengan senyum lebarnya. Aku melihat surat itu dan... oh my God. Itu lebih mirip teka-teki silang daripada surat cinta! Kalimat-kalimatnya berantakan, penuh dengan kata-kata aneh yang bahkan tidak bisa aku pahami. Ada yang berbunyi, "Saat aku melihatmu, hatiku berdetak seperti deretan angka Fibonacci." Aku ingin pingsan, benar-benar ingin pingsan!

"Rey, ini apa? Ini bukan surat cinta, ini seperti soal ujian bahasa Indonesia yang nggak lulus!" kataku sambil memeluk surat itu, berusaha tidak tertawa dan tidak menangis di saat bersamaan.

Reyhan tertawa terbahak-bahak, menepuk bahuku. "Itu kan ekspresi hati, Nail. Harus puitis, jangan cuma pakai kata-kata klise!" katanya dengan percaya diri.

"Klise? Rey, ini malah lebih mirip kode rahasia!" jawabku, sambil mencoba menyembunyikan surat itu di dalam tas. Kalau sampai orang lain baca, mungkin aku harus pindah sekolah.

Tapi yang paling parah—dan aku serius, ini sangat parah—adalah saat dia tiba-tiba berdiri di depan kelas dan mulai menyanyikan lagu cinta. Ya, lagu cinta. Bukan hanya di luar jam pelajaran, tapi di depan semua orang, saat pelajaran bahasa Inggris.

Dengan penuh semangat, Reyhan membuka mulut dan mulai menyanyikan lagu "Aku Cinta Padamu" dengan suara keras. Semua orang menatap dengan kebingungan yang luar biasa, bahkan Bu Rina, guru bahasa Inggris kami, yang biasanya santai dan nggak pernah marah, langsung melotot.

"Apa-apaan, Reyhan?" bisikku dengan wajah yang sudah merah seperti udang rebus.

Dia menatapku dengan tatapan penuh arti, seolah-olah dia sedang melantunkan lagu untuk seorang bintang film. "Kunci cinta adalah keberanian, Sayang," jawabnya dengan serius, seakan dia sedang memberikan nasihat hidup yang paling berharga.

Aku hanya bisa menatapnya dengan mulut terbuka. "Kamu... kamu lagi apa sih?" tanyaku, setengah bingung, setengah malu. "Rey, kita nggak lagi jadi pahlawan romantis, loh. Ini cuma pura-pura!"

"Tapi, kan, harus ada dramanya! Kalau nggak, mana ada yang percaya?" jawab Reyhan, tersenyum lebar, seakan dia merasa seperti pahlawan yang baru saja memenangkan pertarungan cinta.

"Reyhan, kamu ini kalau drama, udah nggak masuk akal lagi," kataku sambil memijat pelipisku, merasa seperti sedang berada di dunia yang berbeda. "Bentar lagi kamu nyanyi di tengah lapangan, bawa-bawa balon cinta, deh."

Reyhan cuma tertawa ngakak. "Gimana kalau besok aku bawa bunga buat kamu?" katanya, seolah-olah itu adalah ide yang cemerlang.

Aku menggelengkan kepala. "Tolong deh, Rey, jangan bikin gue makin malu."

Meskipun aku merasa seperti sedang menjalani hidup sebagai tokoh utama dalam komedi yang absurd, aku harus mengakui satu hal: Reyhan memang totalitas. Tapi, apakah ini akan berhasil membuat Alif cemburu? Hanya waktu yang akan membuktikan.

---

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • PURA PURA JADIAN   BAB 25: Bahagia Itu Pilihan

    ---Setelah pensi yang spektakuler, hubungan kami semakin solid. Meskipun Reyhan tetap saja dengan segala kekonyolannya, aku mulai belajar untuk lebih percaya padanya. Aku tahu bahwa dia selalu berusaha menunjukkan bahwa aku adalah prioritas utamanya, meski kadang caranya agak… unik.Salah satu contohnya adalah ketika dia memutuskan untuk memasak makan malam romantis di rumahku. "Nail, kamu tinggal duduk manis aja. Malam ini aku yang masak!" katanya dengan penuh semangat.Aku mengangkat alis, agak skeptis. "Kamu? Masak? Yang benar aja, Rey."Dia menepuk dadanya dengan percaya diri. "Tenang, Chef Reyhan di sini siap melayani."Aku memutuskan untuk membiarkannya mencoba, meski aku sudah menyiapkan nomor darurat tukang makanan favorit, just in case. Tak lama kemudian, aroma masakan mulai memenuhi rumah, dan aku harus mengakui, baunya cukup menggoda.Tapi, begitu aku masuk ke dapur, aku langsung tahu bahwa ekspektasi harus diturunkan. Dapur berantakan seperti habis dihantam tornado. Tepun

  • PURA PURA JADIAN   BAB 24: Pensi yang Tak Terlupakan

    ---Hari H pensi akhirnya tiba, dan suasana sekolah berubah menjadi lebih hidup dari biasanya. Setiap sudut dihiasi dengan lampu-lampu berwarna dan poster-poster kreatif. Aku, sebagai panitia, sudah sibuk sejak pagi, memastikan semua berjalan sesuai rencana."Mana Reyhan? Dia udah siap belum?" tanyaku pada Hana, yang juga sibuk membantu di belakang panggung."Tenang aja, Nail. Dia udah di sana, lagi cek sound," jawab Hana sambil tersenyum menggoda. "Gimana, nervous ya lihat pacar sendiri tampil?"Aku mengangkat bahu, meski sebenarnya aku merasa deg-degan. "Bukan nervous, lebih ke penasaran. Dia janji mau nyanyiin lagu spesial buat aku."Hana tertawa kecil. "Ya ampun, romantis banget sih. Jangan sampai kamu nangis di depan panggung, ya."Aku menepis leluconnya dengan senyum kecil, lalu melanjutkan pekerjaanku. Setelah beberapa saat, terdengar suara panggilan untuk Reyhan dan band-nya untuk naik ke panggung. Aku segera bergegas ke depan, mencari tempat terbaik untuk menonton.Reyhan mun

  • PURA PURA JADIAN   BAB 23: Konfrontasi di Studio

    ---Malam itu, aku memutuskan untuk memeriksa sendiri apa yang sebenarnya terjadi di studio tempat Reyhan dan band-nya berlatih. Gosip yang beredar membuat hatiku tidak tenang, dan meskipun Reyhan sudah meyakinkan, aku butuh bukti nyata.Saat aku tiba di studio, aku melihat mereka sedang berlatih. Suara gitar, drum, dan vokal Reyhan mengisi ruangan, menciptakan suasana yang penuh semangat. Tapi perhatianku langsung tertuju pada Reyhan yang sedang bercanda dengan seorang cewek di dekatnya. Mereka tampak akrab, dan hatiku langsung terasa berat."Reyhan," panggilku, mencoba menahan nada suaraku agar tetap tenang.Dia menoleh, terkejut melihatku. "Nail? Kamu kok di sini?""Aku cuma mau lihat latihanmu," jawabku sambil melangkah mendekat, lalu melirik cewek itu. "Siapa dia?"Cewek itu langsung menjawab dengan ramah. "Oh, aku Dinda. Gitaris band ini."Reyhan segera menjelaskan. "Dinda cuma teman latihan, Nail. Nggak ada apa-apa, aku janji."Aku mengangguk pelan, meskipun perasaan cemas masi

  • PURA PURA JADIAN   BAB 22: Fitnah di Balik Layar

    ---Beberapa hari menjelang pensi, suasana sekolah semakin ramai. Tapi, bukan cuma karena persiapan acara yang kian mendekati puncaknya, melainkan juga karena gosip baru yang beredar. Kali ini, desas-desus yang beredar bukan main hebohnya—tentang Reyhan."Eh, lo tahu nggak?" kata salah satu teman panitia dengan nada berbisik tapi jelas terdengar. "Reyhan katanya sering jalan bareng sama Dinda, anak XII IPS 1. Mereka keliatan mesra banget pas latihan."Aku yang sedang sibuk mengatur daftar pengisi acara langsung menghentikan pekerjaanku. Mendengar nama Reyhan dan Dinda disebut dalam satu kalimat membuat jantungku berdegup lebih cepat. "Apa? Siapa Dinda?" tanyaku, mencoba terdengar santai meski dalam hati sudah bergolak."Ya, itu. Anak band juga. Katanya mereka sering latihan bareng, dan... ya gitu deh, keliatan dekat banget," lanjutnya sambil memberikan tatapan penuh arti.Aku mencoba menelan rasa kesal yang mulai merayap. Siapa Dinda? Kenapa Reyhan nggak pernah cerita soal dia? Apa in

  • PURA PURA JADIAN   BAB 21: Drama Pensi Sekolah

    ---Hubungan kami yang akhirnya stabil mulai diuji lagi, kali ini bukan oleh orang ketiga, tapi oleh situasi yang benar-benar baru: persiapan pentas seni (pensi) sekolah. Aku terlibat sebagai anggota panitia, dan tanggung jawabku bukan main banyaknya. Mulai dari dekorasi panggung yang harus megah, daftar pengisi acara, hingga memastikan semuanya berjalan lancar pada hari H.Di sisi lain, Reyhan tergabung dalam band sekolah yang akan tampil di acara puncak. Jadwal latihannya yang padat membuat waktu kami bersama menjadi semakin terbatas. Ini jelas menjadi tantangan baru bagi kami berdua.Suatu sore, setelah rapat panitia yang melelahkan, Reyhan menghampiriku di kantin. "Nail, aku nggak bisa nemenin kamu pulang hari ini. Ada latihan band," katanya sambil menatapku dengan sedikit rasa bersalah.Aku mengangguk pelan, mencoba menyembunyikan rasa kecewaku. "Nggak apa-apa, Rey. Semangat latihannya, ya."Dia tersenyum, lalu mengacak rambutku dengan lembut. "Thanks, Sayang. Aku janji, pas hari

  • PURA PURA JADIAN   BAB 20: Bahagia itu Kepercayaan

    ---Sejak perbincangan terakhir dengan Reyhan, aku berusaha untuk benar-benar mempercayainya. Aku tahu, rasa cemas dan ragu tidak akan membawa kami ke mana-mana. Jadi, aku mulai belajar untuk melepaskan kekhawatiran itu dan fokus pada apa yang benar-benar penting: kebahagiaan kami berdua.Hari-hari berlalu dengan lebih ringan. Reyhan tetap seperti biasa, selalu ada dengan senyumnya yang menenangkan, dan aku mulai merasakan perubahan dalam diriku. Tidak ada lagi malam-malam penuh kecemasan atau telepon mendadak karena rasa curiga yang tidak perlu. Aku merasa lebih bebas, seperti beban besar telah terangkat dari dadaku.Namun, bukan berarti aku sepenuhnya berubah menjadi malaikat sabar. Ada saat-saat di mana kekesalanku masih muncul, terutama ketika Reyhan melakukan hal-hal kecil yang, meskipun tidak signifikan, tetap saja mengganggu. Seperti ketika dia lupa membawa payung saat hujan deras, dan aku harus menjemputnya di sekolah dengan basah kuyup."Rey, serius deh. Kamu itu kan tahu bak

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status