Satu fakta yang tidak pernah ia ketahui, jika kekuatannya selama ini tersegel. Sebenarnya banyak hal yang ingin ditanyakan. Ia juga ingin berlatih pedang dengan kakek tadi yang terlihat hebat. Bahkan kakek itu bisa menyimpan kekuatannya sendiri untuk bisa melihat pemilik pedang langit selanjutnya.
Zoe yang masih terheran belum bisa memutuskan apapun. Ia menyimpan dan membuka pedang itu. Sepertinya pedang itu bisa menyesuaikan diri. Ia bahkan mudah disimpan dan tak melukainya meski tanpa sarung pedang.Zoe mulai membuka kitab pedang itu untuk berlatih sesuai pesan kakek tadi yang tidak sempat ia tanyakan namanya.“Aku bahkan belum menanyakan nama kakek itu. Dia terlihat hebat. Aku sampai bisa merasakan tenaga dalamnya yang besar. Aku juga merasa tubuhku semakin ringan sekarang,” ucap Zoe sambil membuka kitab dan mencoba membacanya.Setelah dibaca, ternyata kitab itu sangat mudah dipelajari. Zoe memulai mengayunkan pedang untuk berlatih. Ternyata pedang itu sangat ringan. Rasa sakitnya juga mulai menghilang.Karena rasa senangnya bisa memiliki kekuatan dan sebuah pedang kini jadi miliknya, ia berlatih semalaman tanpa henti. Semangat yang menggebu, keinginan yang terkabul. Motivasi ingin menjadi kuat kini nyata. Hingga pagi menyapa, tubuh manusia yang ada batasannya membuat Zoe lapar. Suara perutnya bahkan terdengar di dalam gua yang sepi.Sambil membawa pedangnya Zoe keluar untuk mencari makan, ia tahu jika akan ada banyak binatang buas di hutan. Benar saja, belum melangkah jauh seekor singa kembali menghadang. Berbekal pedang dan latihan ringan semalam, Zoe maju melawan singa itu dengan keberanian.Brug! Brug! Brug!Zoe yang tak memiliki pengalaman bertarung pun mampu melumpuhkan singa itu dengan banyak luka sayatan di tubuh. Rasa perih membuat Zoe merintih kesakitan.“Ternyata aku masih belum hebat,” ucap Zoe sadar saat tubuhnya penuh luka meski singa itu berhasil ia bunuh.Dengan sisa tenaga, ia memetik beberapa buah dan menyimpannya untuk memanggang daging singa yang sudah dikalahkan. Ukuran yang besar membuat Zoe tidak bisa menghabiskan semua. Jadi, ia membiarkan sisa makanannya dimakan oleh hewan lain.Rasa laparnya sudah terobati, ia kembali ke gua untuk tidur. Peti yang semalam Zoe jadikan kasur karena itu lebih nyaman dari pada tidur di atas batu.Zoe terus berlatih meningkatkan kemampuannya. Dengan usahanya sendiri, ia ingin mencoba mengukur kekuatannya. Ia mencoba keluar dari hutan menuju ke pasar. Ia rasa di pasar banyak informasi yang bisa ia dapat. Ia yang sudah biasa hidup di hutan kini berusaha untuk berbaur dengan masyarakat.Saat melewati toko senjata, tak sengaja ia mendengar dua orang yang sedang asik membicarakan pertandingan.“Maaf, kalau boleh tahu ada pertandingan di mana?” tanya Zoe pada penjaga toko.“Jangan keras-keras suaramu. Ini pertandingan ilegal yang dilakukan di gudang senjata bawah tanah,” kata penjaga toko menyampaikan pada Zoe. Informasi yang baru saja ia dapatkan menjelaskan pertandingan itu tidak resmi dan informasi juga terbatas.“Sepertinya seru. Bagaimana caranya agar aku bisa ikut?” tanya Zoe tertarik sembari mengukur kemampuannya.Zoe sadar ia yang latihan sendiri akan sulit untuk mengukur kemampuannya tanpa pertandingan. Jadi ia memilih pertandingan yang tidak resmi.“Tinggal datang saja nanti malam dan ikut bertanding. Yang menang dapat lima puluh persen dari hasil taruhan,” bisik penjaga toko menawarkan penawaran yang menarik jika ingin berjudi dan bertaruh yang pada pertandingan itu.“Boleh menggunakan senjata?” tanya Zoe yang akan menggunakan pedangnya.“Tentu saja di sana bebas. Aku sudah dua kali ikut bertaruh dan kalah. Apa kau mau ikut bertaruh juga?” tanya penjaga toko yang belum pernah melihat Zoe sebelumnya.“Tidak. Aku hanya ingin ikut bertanding,” jawab Zoe yakin. Ia ingin mengukur kemampuannya dalam pertandingan nanti.Zoe yang akan menggunakan seluruh kekuatannya pun tidak akan mau kalah. Ia sudah berlatih berbulan-bulan, tentunya sudah semakin kuat. Dan harusnya semakin kuat. Hanya saja, ia tak memiliki lawan dalam latihan. Jadi, iia tidak tahu sejauh mana kemampuannya itu.“Jangan bercanda. Di sana kumpulan orang-orang hebat. Termasuk pendekar bayar. Nyawamu bisa terancam,” kata penjaga toko memperingati. Karena ia sering berada di sana jadi jelas ia tahu apa yang akan terjadi bagi orang yang tak memiliki kemapuan.“Bertaruhlah untukku nanti malam. Jika kau kalah lagi, aku akan mengembalikan uang taruhanmu,” kata Zoe yang yakin jika dirinya akan datang ke sana.“Besar juga nyalimu, bocah. Aku tidak akan bertaruh untukmu. Aku pasti akan kalah lagi jika menghamburkan uang untukmu,” kata penjaga toko yang tidak yakin Zoe akan menang.“Kau akan menyesal,” kata Zoe penuh keyakinan juga dirinya pasti menang.“Tidak akan. Aku sudah biasa bertaruh, jadi aku tidak mungkin tertipu. Bertarung sesuai kemampuanmu. Yang penting jangan mati. Aku tak mau menguburkanmu. Karena kita tidak saling kenal,” ucap penjaga toko sambil tertawa melihat yang dengan keberanian Zoe yang ingin ikut pertarungan itu.Dilihat dari penampilannya yang biasa saja, membuat penjaga toko itu meremehkan Zoe. Apalagi sebelumnya mereka tidak saling kenal.“Sialan! Akan kubuktikan nanti malam. Aku ingin membuat dia menang taruhan malah menolak,” gerutuu Zoe sambil berjalan meninggalkan toko senjata untuk kembali ke dalam hutan dan mempersiapkan pertandingan.Strang! Strang! Strang! Suara senjata tajam saling beradu. Zoe datang ke gudang senjata bawah tanah untuk ikut bertanding. Ia menghampiri seseorang yang menentukan pertandingan itu. “Aku ingin ikut bertanding,” kata Zoe pada penjaga di sana. “Bertaruh atau bertanding?” tanya penjaga melihat Zoe yang baru datang, takutnya salah ucap. Bisa saja nyawanya akan melayang sia-sia. “Bertanding,” jawab Zoe yakin dengan kemampuannya pasti bisa. Ia yakin akan menang karena sudah berlatih. Jadi hanya ini kesempatannya untuk memang. “Baiklah. Dengan senjata atau tangan kosong?” tanya penjaga yang merasa tidak yakin dengan Zoe. Memang dari penampilannya tidak menunjukkan ia orang kuat atau memiliki tenaga dalam. “Senjata. Aku membawa pedang,” jawab Zoe dengan polosnya. Ia sendiri tak sadar persaingan di sana ketat. “Nama?” tanya Penjaga selanjutnya yang siap mencatat peserta yang akan bertanding. “Zoe,” jawabnya singkat sambil melihat orang-orang yang berdatangan. “Kau bisa ke sebelah sa
Keributan yang ditimbulkan oleh anak buah Bani, menyebar dengan cepat, hingga kabar itu sampai ke telinga Farhan. Nama Zoe yang semakin terkenal dengan kehebatannya, yang bahkan pemilik gudang senjata sampai mencarinya keseluruhan penjuru kota.“Kau dengar kabar jika Bani mencari Zoe,” kata Anglo yang mendengar kabar yang sedang santer dibicarakan orang, tentang seorang pendekar pedang yang sedang dicari Bani, karena tak mau mengambil hadiahnya setelah memenangkan pertandingan.Anglo yang tak ragu dengan kabar Zoe mencoba menanyakan itu pada Farhan, ia duduk bersama anaknya dan beberapa tetua. Apalagi Zoe hanya diasingkan dan bisa saja ia keluar dari pengasingan. Anglo tak pernah tahu apa yang sudah dilakukan Farhan selama ini, jika Zoe sudah di buang ke hutan kematian yang penuh misteri. “Iya Ayah, tapi itu jelas bukan Zoe kita,” jawab Farhan dengan yakin, belum genap satu tahun masa hukuman Zoe. Tidak mungkin ia bisa jadi pendekar, sekalipun Zoe bisa lolos dari kematian.Mendengar
Sungguh kesal perasaan Zoe saat ini, ia yang sudah berlatih keras tak dapat melakukan apa-apa saat di serang oleh Farhan. Kekuatan yang menghilang membuat ia sakit hati, apalagi hasil latihannya sia-sia karena ia tak bisa menghajar Farhan.“Ini menyebalkan. Bagaimana aku bisa memiliki tubuh selemah ini,” gerutu Zoe yang masih belum bisa dikatakan kuat padahal ia sudah mempelajari semua jurus pedang yang ada di kitab.Zoe yang terbaring dekat peti mati Kakek tua, ingat kejadian saat pedang langit memilihnya dan kitab pedang pemberian sang Kakek. Seakan semua tak berguna karena ia masih saja lemah, membuatnya kesal dengan semua keinginannya untuk jadi lebih hebat.“Wahai kakek hantu apakah kitab pedang yang kau berikan itu jurus lemah. Sialnya aku percaya begitu saja,” kesal Zoe yang tak bisa jadi pendekar hebat setelah mempelajari jurus pedang dari sang Kakek. Bahkan ia masih terkapar dan terbaring lemah tak berdaya.“Kau jangan mengumpat ku, padahal peti matiku saja masih ada disampin
Farhan yang kembali ke perguruan bersama empat orang pengawalnya, melaporkan apa yang sudah ia lihat pada sang Ayah. Dengan langkah gagah, Farhan berjalan menuju aula beladiri. Ia berjalan menghadap sang ayah, di hadapan para guru.Farhan memiliki cara tersendiri untuk bisa menarik perhatian. Dengan begitu semua orang akan segan dengannya.“Lapor, Ayah. Aku sudah menemukan Zoe.” Farhan membungkuk di hadapan sang Ayah, untuk memberikan laporan apa yang sudah ia lakukan tadi.“Benarkah dia yang dicari Bani?” tanya Anglo yang tak sabar mendengar kabar anak tirinya yang sedang dihukum di pengasingan.“Bukan, Ayah. Zoe tidak memiliki kekuatan sama sekali, dia masih tetap sama,” jawab Farhan penuh dengan keyakinan. Setelah ia puas menghajar Zoe, tentunya ia tak ragu jika Zoe itu benar tak punya kekuatan.“Sudah kuduga, lalu siapa yang sedang dicari Bani?” tanya Anglo yang penasaran dengan orang yang dicari oleh rivalnya itu. Selama ini keberadaan Bani dan gudang senjata sudah bukan lagi ra
Zoe yang sudah meninggalkan hutan kematian, baru sampai di gudang senjata. Ia bingung karena suasananya sangat berbeda. Terlihat disana sepi tak berpenghuni, bahkan tak ada satu orangpun yang lewat sana.“Kenapa sepi?” batin Zoe akhirnya pergi mencari tempat makan. Siang hari yang terik, ia tak bisa menemui siapapun di gudang senjata. Ia yang mulai berjalan menuju kedai makan. Akhirnya ia menemukan kedai makan yang ramai, segera saja ia duduk dan memesan makanan.Dari sebelah mejanya, ada segerombolan orang yang sedang makan sambil bercakap-cakap. Meski Suasana ramai dan bising. Tapi percakapan mereka terdengar jelas.“Sudah beberapa hari ini gudang senjata tutup,” ucap salah seorang dengan antusias semua warga setiap malam sering datang untuk menonton pertandingan atau berjudi di sana.“Iya, kau benar. Aku dengar pemilik gudang itu sedang mencari pendekar pedang yang kemarin baru saja menang,” sahut temannya yang ternyata juga sudah tahu kabar tentang pencarian pendekar pedang itu. Y
Zoe kaget dan langsung bersiaga, matanya tertuju pada sosok yang dia kenal, pedang yang masih berlumuran darah itu dipegang oleh penjaga gudang senjata. Walau sebentar bertemu Zoe tidak lupa dengan sosok itu. Sosok yang tidak asing, tapi tidak ia kenal.“Ada apa ini sebenarnya, kenapa dia tersenyum padaku seakan menemukan sesuatu,” batin Zoe langsung bersiaga. Walau ia tidak merasa terancam, tapi pembunuhan baru saja terjadi di hadapannya.Penjaga gudang senjata itu, tersenyum lagi pada Zoe sambil membawa mayat itu pergi dari hadapannya. Ia masih tak mengerti dengan situasi yang sedang terjadi.Plukk!Tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundak Zoe, dengan cepat ia menarik tangan orang tersebut dan membantingnya. Tapi ternyata orang itu tidak lemah dan bisa menghindar. “Aku hampir saja mati,” ucap Bani yang berhasil menghindar. Ia tahu Zoe bukan orang sembarangan.“Aku hanya kaget. Karena kau datang dari belakang,” jawab Zoe melihat Bani sekarang ada di hadapannya.Kedatangan Bani
“Lalu apa salah dari orang tadi? “ tanya Zoe lagi yang belum mendapatkan jawaban atas pertanyaannya tadi.Pembunuhan yang jarang ia lihat, mungkin akan menjadi hal biasa untuk Zoe. Apalagi ia baru saja keluar dari hutan dan baru mulai mencari kitab pedang Tak disangka ia langsung menyaksikan pembunuhan di depan matanya. Selama ini hidup di perguruan juga belum pernah melihat pembunuhan secara langsung.Meski kadang ada pendekar yang ditugaskan keluar dan kembali dengan keadaan mati. Tapi bagi dirinya yang tak memiliki kekuatan belum paham jika mereka harus bisa bertahan. “Kau tidak tahu orang itu sudah mengusir dan menghina, padahal sepekan ini aku berusaha paya mencari mu,” jawab Bani yang jelas kesal. Pegawai barunya tadi hampir mengacaukan keinginannya. “Jadi itu semua karena aku?” tanya Zoe merasa ia yang mengakibatkan orang itu mati.Tak peduli seberapa kerasnya hidup, tapi hati nurani Zoe belum siap dengan melihat kematian orang lain. Meski itu orang jahat sekalipun.“Bukan.
“Musuh kita ternyata sama,” ucap Bani sambil memeluk Zoe. Ia rasa ia bisa bekerja sama dengan Zoe. Mendengar nama aula beladiri sudah membuat Bani semangat.“Apa kau juga tidak suka dengan mereka?” tanya Zoe tak menyangka jika aula beladiri ternyata punya musuh.Tapi melihat cara kerja mereka selama ini Zoe juga paham. Mereka ingin menguasai seluruh daerah selatan. Padahal di sana ada dua kekuatan besar, salah satunya Bani yang masih bisa bertahan dan bersaing dengan aula beladiri. Selebihnya semua mati dibantai kalau sampai ada yang tidak mau mengakui dan bergabung dengan aula beladiri.“Iya, citra mereka terlalu buruk setelah pemerintahan Anglo. Dia terlalu berambisi,” kata Bani yang menjadi musuh bebuyutan aula beladiri. Bani juga paham sejarah aula beladiri, ia juga ingin menghancurkan tempat itu. Tapi belum bisa mengumpulkan masa dan orang hebat seperti Zoe.Melihat Zoe yang memiliki musuh yang sama dengan dirinya, membuat Bani bersemangat lagi. Ia juga tak mau terus berada dalam