Share

6. Menguji Kekuatan

Strang! Strang! Strang!

Suara senjata tajam saling beradu. Zoe datang ke gudang senjata bawah tanah untuk ikut bertanding. Ia menghampiri seseorang yang menentukan pertandingan itu.

“Aku ingin ikut bertanding,” kata Zoe pada penjaga di sana.

“Bertaruh atau bertanding?” tanya penjaga melihat Zoe yang baru datang, takutnya salah ucap. Bisa saja nyawanya akan melayang sia-sia.

“Bertanding,” jawab Zoe yakin dengan kemampuannya pasti bisa. Ia yakin akan menang karena sudah berlatih. Jadi hanya ini kesempatannya untuk memang.

“Baiklah. Dengan senjata atau tangan kosong?” tanya penjaga yang merasa tidak yakin dengan Zoe. Memang dari penampilannya tidak menunjukkan ia orang kuat atau memiliki tenaga dalam.

“Senjata. Aku membawa pedang,” jawab Zoe dengan polosnya. Ia sendiri tak sadar persaingan di sana ketat.

“Nama?” tanya Penjaga selanjutnya yang siap mencatat peserta yang akan bertanding.

“Zoe,” jawabnya singkat sambil melihat orang-orang yang berdatangan.

“Kau bisa ke sebelah sana.” Penjaga menunjukkan arah pada Zoe ke satu sisi ruang yang sudah ramai didatangi orang.

Zoe berjalan sesuai instruksi penjaga. Ia menuju ruangan yang sudah ditunjuk. Suara pedang terdengar semakin keras, ia benar-benar bersemangat saat ia tahu akan bertanding.

“Hei anak muda. Kau datang juga akhirnya.” Penjaga toko datang menepuk pundak Zoe. Ia terlihat serius saat memperhatikan Zoe.

“Tua penjaga toko, jelas aku datang. Aku, kan, sudah bilang, aku akan bertarung,” jawab Zoe dengan polosnya. Menganggap itu semua seperti permainan biasa.

“Panggil aku Bani,” kata Bani yang menyebutkan namanya. Ia tak mau dipanggil penjaga toko karena banyak bisnis yang ia lakukan.

“Kau mau bertarung menggunakan pedang tumpul ini?” tanya Bani selanjutnya melihat senjata —pedang— Zoe yang tidak menyakinkan. Ia yang bekerja selama ini di toko senjata bahkan tak mengira ada anak muda yang memiliki tekad kuat saat senjatanya saja tumpul.

Bani menatap Zoe dengan penuh kasihan. Selain penampilan Zoe yang sederhana, pedangnya pun tumpul. Ia terlihat benar-benar sangat malang.

“Pasti anak muda ini sangat membutuhkan uang,” bantin Bani mulai tertarik pada tekad Zoe.

“Jangan menghina pedangku jika kau tak ingin bertaruh,” kata Zoe merasa terhina dengan tatapan itu. Ia jelas tak mau harga dirinya terluka.

“Baiklah, baiklah. Semoga berhasil,” kata Bani yang merasa kasihan pada Zoe. Ia juga tidak bertaruh karena takut kalah lagi. Melihat Zoe yang baru ada di sana sembari membawa pedang tumpul jelas tidak meyakinkan sama sekali.

Bani langsung pergi menemui penjaga yang ditempatkan di pendaftaran untuk melihat nama Zoe di sana, “Kau lihat pemuda tadi? Aku sangat kasihan padanya. Sayang aku tak mengenalnya dan tak tahu asal usulnya.”

“Bos tertarik dengan anak itu. Kkenapa tidak dijadikan budak?” tanya anak buahnya yang tahu jika Bani pemilik gudang senjata bawah tanah yang dijadikan arena pertarungan.

Selain itu, ia juga menjalankan bisnis lain seperti menyewakan pembunuh bayaran. Untuk menyamarkan semua itu, ia memiliki toko senjata lengkap. Bahkan senjata curian dengan harga tinggi pun ada.

“Tekad kuatnya akan sulit untuk mengendalikan anak itu. Jadi tidak mungkin aku jadikan budak,” ucap Bani sambil berlalu pergi untuk melihat pertandingan yang sedang berlangsung. Ia menantikan Zoe bertarung.

Suasana mulai menegangkan saat nama Zoe dipanggil. Ia maju ke arena. Melihat lawannya juga menggunakan pedang, ia mulai lega.

“Apa kau mau becanda?” tanya lawan Zoe yang ada di arena. Sontak semua mata tertuju pada Zoe dan menertawakannya.

“Anak baru itu mau melawan dengan pedang tumpul.” Bani yang dari jauh melihat Zoe juga cemas.

“Aku belum mulai. Peluit belum berbunyi, jadi jangan sombong dulu,” ucap Zoe sambil bersiap dengan kuda-kuda yang kokoh.

Setelah peluit berbunyi, dengan cepat pedang yang tadinya tumpul langsung mengkilap, ketajamannya bahkan terlihat jelas oleh semua orang yang melihatnya.

“Pusaka pedang langit,” kata Bani yang terperanjat dari tempat duduknya. Ia langsung berdiri melihat pedang itu tanpa berkedip.

Pedang legendaris yang sudah hilang ribuan tahu kini ada di depan matanya. Semua mata yang melihat langsung kagum dengan Zoe.

Dalam hitungan menit, secepat cahaya kilat, Zoe langsung bisa memotong pergerakan lawan dan mengacungkan ujung pedangnya tepat di leher musuh.

“Aku menyerah,” ucap lawannya yang tahu nyawanya dalam pengampunan. Bisa saja ia mati, tapi Zoe menghentikan pedangnya tepat di leher lawan.

Sontak semua penonton bersorak kagum. Zoe yang benar-benar hebat dengan cepat, langsung jadi pusat perhatian.

“Saat pemuda itu memenangkan pertandingan, langsung saja suruh dia menemuiku,” kata Bani pada pengawalnya.

Bani langsung terkesima dengan kemampuan Zoe. Ambisi dan tekad kuat yang terpancar dari matanya, seimbang dengan kekuatan pedang legendaris yang tiada duanya.

Bani juga sadar dia salah telah meremehkan Zoe. Sekarang banyak pertanyaan dalam benaknya. Tapi Zoe masih di arena. Pertandingan yang menang dan bisa bertahan sampai akhir dialah pemenang sesungguhnya.

Tanpa lelah Zoe masih terus bertanding, ia bahkan menikmati pertandingan itu. Satu demi satu lawannya berguguran. Tak heran juga ia bahkan sampai melukai lawan, karena berbahaya baginya.

Keterampilan pedang yang sudah ia pelajari berbulan-bulan membuahkan hasil yang luar biasa. Saat-saat terakhir yang paling menentukan.

Zoe yang sudah kelelahan hari ini melawan satu orang lagi yang terlihat kuat. Ia sudah mulai mendapatkan beberapa luka. Serangan Zoe juga melambat karena rasa lelah.

“Sekali lagi. Jangan bimbang!” batin Zoe pada dirinya yang merasa lelah. Ia tidak boleh mati di sana sebelum ia bisa membalas dendam. Sebelum ia bisa membuktikan kekuatannya.

Pertarungan makin imbang, Zoe terus bertahan berusaha melawan sekuat tenaga. Suara pedang yang nyaring memecah keheningan. Penonton dengan serius melihat pertandingan penentuan itu. Pertandingan terakhir. Sang pemenanglah yang akan jadi sang juara.

Satu tusukan mengenai lengan Zoe. Darah mengalir membasahi bajunya yang sudah robek. Ia tak bisa terus bertahan dan ia pun mulai menyerang dengan brutal.

Seakan tak takut membunuh membuat Zoe hilang kendali. Satu tusukan mengenai perut musuh seketika itu lawan tumbang.

Sorak Sorai penonton mendapat hasil yang setimpal dengan kemenangan Zoe. Semua yang tadinya meremehkan Zoe kini bersorak untuk sang juara.

Zoe yang mendapatkan luka di sekujur tubuh langsung mendekat lawan.

“Apa dia baik-baik saja?” tanya Zoe khawatir padahal dirinya sendiri terluka. Karena sering mendapatkan siksaan dari kakak tirinya, Zoe seperti tak sanggup melihat orang lain terluka karena dirinya.

“Tidak apa-apa, Nak. Aaku masih bernafas. Petugas akan merawatku. Kau juga butuh pengobatan.” Lawan Zoe yang mengakui kehebatan Zoe, tak dendam sedikitpun pada Zoe. Sebagai seorang pendekar, ia tahu jika Zoe selalu menyerang dengan hati-hati agar tidak membuat lawannya mati.

Zoe sadar jika tubuhnya mulai melemah. Dia segera pergi dari sana, karena bisa saja ia pingsan. Hal itu pasti akan jadi aib. Tanpa berpikir panjang, apalagi tentang hadiah, ia segera pergi untuk memulihkan diri.

Pengawal yang diutus Bani dengan susah payahnya mencari Zoe. Sayang Zoe sudah pergi kembali ke hutan dengan tubuh penuh luka. Ia bahkan dapat merasakan jika tenaga dalammya perlahan hilang.

“Kekuatanku mulai menurun. Aku lelah,” ucap Zoe memejamkan mata di dalam gua tempat ia beristirahat.

Bani yang kehilangan Zoe murka. Seluruh anak buahnya diperintahkan untuk mencari Zoe. Sudah berhari-hari tidak ada yang dapat menemukan keberadaan Zoe.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status