Share

BAB 5

Adimas yang melihat pemandangan itu pun hanya bisa tersenyum. Dia dengan tergesa-gesa menyusul kedua orang itu dan langsung meraih tangan Celin. “Maaf dia sedang berkencan dengan saya!”

“Saya pacar Kamila, jadi pengawal gak usah sok ngaku-ngaku jadi pacar Kamila!” tegas Kevin.

Adimas tertawa, “Pacar? Kamila sendiri pernah mengakui kalau dia tidak punya pacar!”

Celin membulatkan matanya, dia baru teringat kalau dia berbicara seperti itu kepada Adimas. “Itu kemarin, dan hari ini dia pacar aku!” mendengar jawaban dari Celin membuat Adimas menahan tawanya.

“Tuh denger, anda siapa hah?”

“Saya teman kencannya sekarang, karena papahnya ingin Kamila menikah dengan saya!” Adimas berusaha untuk menarik Celin dari rangkulan Kevin sedangkan Kevin dia tetap merangkul Celin, sehingga terjadilah adegan tarik menarik yang membuat Celin merasa kesakitan dibagian tangan dan bahunya. Celin yang sudah tidak tahan pun memilih untuk menarik paksa tangannya yang digenggam oleh Adimas.

“Stop!” Celin mengusap-ngusap tangannya yang terasa sakit. “Dia beneran pacar aku!” Adimas hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja, lalu dia melihat tas yang Celin pakai terbuka dan memperlihatkan handphone yang ada didalamnya. Satu ide pun muncul, Adimas langsung mengambil handphone itu. “Eh mau ngapain sih?” tanya Celin sambil berusaha untuk merebut handphonenya.

“Anda mau berbuat apa dengan handphone milik pacar saya?”

Adimas tidak menjawab pertanyaan dari mereka berdua, dia hanya fokus menuliskan nomor handphonenya di handphone Celin, lalu dia menelepon ke nomornya sendiri. Adimas tersenyum saat dia mendapatkan nomor milik Celin. “Saya sudah mendapatkan nomor handphone kmu!” ucap Adimas dengan bangga.

Celin merasa sangat kesal, lalu dia merebut handphone miliknya itu. “Apa-apaan sih?”

“Saya meminta nomor handphone kamu supaya saya mudah untuk menghubungi kamu!”

Karena sedang ekting, Kevin pun pura-pura marah dan meraih kerah baju Adimas. “Mau lo apa hah?”

Adimas tersenyum miring, “Anda tau kemauan saya apa!”

“Kurang ajar!” Kevin bersiap-siap seolah akan memukul Adimas, namun ditahan oleh Celin.

“Udah-udah, jangan ladenin dia. Kita pergi aja sekarang!”

Celin menarik Kevin agar pergi menjauh dari Adimas. Sedangkan Adimas, dia masih berdiri di tempatnya dengan barang belanjaan yang lupa dia berikan kepada Celin.

“Dia lupa bawa barang belanjaannya!” Adimas langsung tersenyum. “Mungkin ini caranya untuk mendekati papah mertua!” tak lama setelah itu handphone milik Adimas pun berbunyi, ternyata itu adalah Zidan. “Hallo!”

“Pak, pengakit bu Mega kambuh lagi pak!” Adimas langsung mematikan handphonenya dan berlari menuju parkiran mobil.

((((

“Berani banget dia nyuri nomor handphone kakak! Seharusnya tadi kakak gak ngalangin aku buat nonjok dia!” gerutu Kevin.

Celin langsung memukul pundak Kevin. “Heh, aku ngalangin kamu itu karena dia itu manajer aku!”

Kevin yang awalnya menggerutu sambil memengang pundaknya yang sakit pun terkaget. “Serius? Masa sih?” tanya Kevin. “Tapi kok dia gak kenal sama lo?”

“Kamu kira karyawan hotel itu satu atau dua orang jadi dia bakalan gampang ngenalin orang?”

“Iya juga sih, lagian kakak itu….” Kevin memperhatikan penampilan kakaknya yang sekarang sangat berbeda dari biasanya. “Kakak beda banget sumpah, tadi aja aku sampe harus perhatiin dulu mastiin kalau itu beneran kakak atau bukan. Aku lebih suka penampilan kakak seperti ini sih, lebih cantik!”

“Jadi selama ini kakak gak cantik gitu?” tanya Celin, dia tidak suka dengan ucapan adiknya seolah dia jelek.

Melihat tatapan galak dari kakaknya membuat Kevin merasa sangat takut. “Bu…bukan gitu kak. Kakak udah cantik kok, tapi … sekarang lebih cantik!” jelas Kevin dibarengi dengan rasa gugup.

Celin berdecih. “Kamu disuruh sama Karmel?” tanya Celin.

“Iya, awalnya aku pikir kenapa kakak mau nerima ajakan Kak Mila buat ngegantiin dia. Tapi, aku sadar kakak ngelakuin itu karena kakak mau bantuin bapak sama ibu kan?” Celin hanya menundukkan kepalanya sambil mengangguk. Kevin menghela nafasnya panjang, “Maka itu juga, aku gak nolak kak Karmel buat jadi pacar pura-pura kakak, seenggakknya aku ikut andil bantuin orang tua kita!”

Celin yang awalnya menundukpun kembali menegakkan kepalanya, dia mengusap-ngusap kepala adik laki-lakinya. “Maafin kakak yah, kamu jadi harus ikutan!”

Kevin menggelengkan kepalanya, “Gak apa-apa kok kak!”

Celin melihat kearah jendela bus, tak lama lagi mereka akan turun di halte dekat rumah mereka. “Tadi izin apa sama ibu?”

“Kerja kelompok!”

“Aman kalau gitu! Kamu jangan bilang sama ibu dan bapak yah tentang hari ini!”

Kevin mengacungkan jempolnya. “Siap!”

((((

Adimas baru saja sampai di halaman rumahnya, dengan terburu-buru dia keluar dari mobil dan berlari menuju rumahnya. Dia terus berlari sampai pada akhirnya dia sampai di depan kamar mamahnya. Adimas langsung membuka pintu kamar, di dalam Adimas melihat seorang dokter yang sedang memeriksa mamahnya tak lupa juga dengan Zidan yang berdiri di samping sementara mamahnya sedang memejamkan matanya.

Dengan nafas terengah-engah, Adimas mendekati dokter yang sedang memeriksa mamahnya itu. “Bagaimana keadaan mamah saya, Dok?” tanya Adimas.

Dokter itu pun berdiri sambil memasukkan alat ke dalam tasnya. “Keadaan bu Mega sudah membaik sekarang, untung saja pak Zidan langsung menelepon saya jadi ibu Mega langsung bisa diobati!”

Adimas duduk di samping mamahnya sambil mengelus-ngelus puncak kepala mamahnya. “Syukurlah!” Adimas sangat takut mamahnya kenapa-napa. Mamah Adimas lumpuh tidak bisa berjalan dan juga mempunyai riwayat penyakit jantung membuat Adimas sangat cemas.

“Saya akan memberikan resep obat untuk bu Mega!” terlihat dokter itu pun menuliskan resep pada selembar kertas lalu dia berikan kepada Adimas. “Bu Mega jangan sampai banyak pikiran dulu, karena itu akan berpotensi penyakit jantungnya kambuh kembali!”

Adimas pun menerima resep itu. “Terimakasih, Dok!”

“Kalau begitu saya permisi!”

Dokter itu pun keluar. Adimas masih memperhatikan wajah mamahnya yang terlihat pucat sekali. “Bagaimana bisa penyakit jantung mamah kambuh lagi?” tanya Adimas pada Zidan.

Zidan menggelengkan kepalanya. “Saya tidak tau pak. Tapi…”

“Tapi apa?” tanya Adimas penasaran.

“Tadi sebelum saya sampai di rumah ini, saya sempat melihat mobil bu Lydia dari daerah sini pak. Apa mungkin bu Lydia datang kesini?”

Adimas mengepal tangannya yang masih menggenggam selembar resep itu. Adimas sempat memberitahu semua orang yang ada di sini agar wanita itu tidak masuk ke rumah. Tujuan Adimas memindahkan mamahnya kesini adalah agar wanita itu tidak bebas bertemu dengan mamahnya, tapi Adimas kembali kecolongan. “Bagaimana bisa?”

“Saya tidak tau pak!”

“Segera kamu cek semua cctv yang ada di rumah ini!”

“Baik pak!” ucap Zidan lalu pergi.

Setelah beberapa saat dan memastikan kalau mamahnya baik-baik saja, Adimas pun keluar kamar mamahnya tersebut. Dia berjalan menuju kamar kakak laki-lakinya dan ternyata kamar itu kosong. Adimas kembali menutup pintu kamar itu.

“Mau ngapain lo ke kamar gue?”

Adimas membalikkan badannya dan dia melihat kalau kakaknya baru saja pulang kerja. “Darimana aja kak?” tanya Adimas.

“Bukan urusan lo!” kata Reynal. Lalu dia hendak masuk ke dalam kamarnya tapi Adimas menghalanginya, Reynal menghela nafasnya panjang terdengar seperti letih dan juga jengah. “Minggir!” sarkas Reynal.

“Penyakit jantung mamah kambuh!”

“Lalu?”

“Zidan sempat melihat mobil Lydia disini kak. Kakak tau kalau penyakit mamah selalu kambuh saat bertemu dengan Lydia!” jelas Adimas.

Reynal tersenyum remeh tentu saja itu membuat Adimas tidak mengerti apa yang membuat kakaknya itu tersenyum. “Terus kenapa kalau Lydia ada disekitaran sini? Terserah dia lah, lagian rusaknya hubungan mamah sama papah juga bukan karena Lydia tapi juga karena lo. Mamah terus mempertahankan lo yang notabenenya anak pungut sedangkan papah dia gak nerima kehadiran lo, seharusnya lo sadar diri kalau lo yang buat mamah jadi seperti ini dan kehadirannya Lydia pun gara-gara lo karena lo yang membawa dia kesini!” setelah mengucapkan kata-kata pedas itu, Reynal dengan sengaja menubruk Adimas dan masuk ke dalam kamar.

Adimas terdiam, dia sangat sadar kalau dia bukanlah bagian dari keluarga disini. Dia hanyalah anak yang dibuang oleh orang tua kandungnya dan dia beruntung bertemu dengan mamahnya walaupun dia sama sekali tidak diterima oleh papahnya dan juga kakaknya.

“Pak saya sudah melihat cctv itu!”

Adimas menghilangkan perasaan sakitnya oleh perkataan kakaknya dan berfokus kepada apa yang akan dibicarakan oleh Zidan. “Lalu bagaimana?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status