Adimas yang melihat pemandangan itu pun hanya bisa tersenyum. Dia dengan tergesa-gesa menyusul kedua orang itu dan langsung meraih tangan Celin. “Maaf dia sedang berkencan dengan saya!”
“Saya pacar Kamila, jadi pengawal gak usah sok ngaku-ngaku jadi pacar Kamila!” tegas Kevin.Adimas tertawa, “Pacar? Kamila sendiri pernah mengakui kalau dia tidak punya pacar!”Celin membulatkan matanya, dia baru teringat kalau dia berbicara seperti itu kepada Adimas. “Itu kemarin, dan hari ini dia pacar aku!” mendengar jawaban dari Celin membuat Adimas menahan tawanya.“Tuh denger, anda siapa hah?”“Saya teman kencannya sekarang, karena papahnya ingin Kamila menikah dengan saya!” Adimas berusaha untuk menarik Celin dari rangkulan Kevin sedangkan Kevin dia tetap merangkul Celin, sehingga terjadilah adegan tarik menarik yang membuat Celin merasa kesakitan dibagian tangan dan bahunya. Celin yang sudah tidak tahan pun memilih untuk menarik paksa tangannya yang digenggam oleh Adimas.“Stop!” Celin mengusap-ngusap tangannya yang terasa sakit. “Dia beneran pacar aku!” Adimas hanya mengangguk-anggukkan kepalanya saja, lalu dia melihat tas yang Celin pakai terbuka dan memperlihatkan handphone yang ada didalamnya. Satu ide pun muncul, Adimas langsung mengambil handphone itu. “Eh mau ngapain sih?” tanya Celin sambil berusaha untuk merebut handphonenya.“Anda mau berbuat apa dengan handphone milik pacar saya?”Adimas tidak menjawab pertanyaan dari mereka berdua, dia hanya fokus menuliskan nomor handphonenya di handphone Celin, lalu dia menelepon ke nomornya sendiri. Adimas tersenyum saat dia mendapatkan nomor milik Celin. “Saya sudah mendapatkan nomor handphone kmu!” ucap Adimas dengan bangga.Celin merasa sangat kesal, lalu dia merebut handphone miliknya itu. “Apa-apaan sih?”“Saya meminta nomor handphone kamu supaya saya mudah untuk menghubungi kamu!”Karena sedang ekting, Kevin pun pura-pura marah dan meraih kerah baju Adimas. “Mau lo apa hah?”Adimas tersenyum miring, “Anda tau kemauan saya apa!”“Kurang ajar!” Kevin bersiap-siap seolah akan memukul Adimas, namun ditahan oleh Celin.“Udah-udah, jangan ladenin dia. Kita pergi aja sekarang!”Celin menarik Kevin agar pergi menjauh dari Adimas. Sedangkan Adimas, dia masih berdiri di tempatnya dengan barang belanjaan yang lupa dia berikan kepada Celin.“Dia lupa bawa barang belanjaannya!” Adimas langsung tersenyum. “Mungkin ini caranya untuk mendekati papah mertua!” tak lama setelah itu handphone milik Adimas pun berbunyi, ternyata itu adalah Zidan. “Hallo!”“Pak, pengakit bu Mega kambuh lagi pak!” Adimas langsung mematikan handphonenya dan berlari menuju parkiran mobil.((((“Berani banget dia nyuri nomor handphone kakak! Seharusnya tadi kakak gak ngalangin aku buat nonjok dia!” gerutu Kevin.Celin langsung memukul pundak Kevin. “Heh, aku ngalangin kamu itu karena dia itu manajer aku!”Kevin yang awalnya menggerutu sambil memengang pundaknya yang sakit pun terkaget. “Serius? Masa sih?” tanya Kevin. “Tapi kok dia gak kenal sama lo?”“Kamu kira karyawan hotel itu satu atau dua orang jadi dia bakalan gampang ngenalin orang?”“Iya juga sih, lagian kakak itu….” Kevin memperhatikan penampilan kakaknya yang sekarang sangat berbeda dari biasanya. “Kakak beda banget sumpah, tadi aja aku sampe harus perhatiin dulu mastiin kalau itu beneran kakak atau bukan. Aku lebih suka penampilan kakak seperti ini sih, lebih cantik!”“Jadi selama ini kakak gak cantik gitu?” tanya Celin, dia tidak suka dengan ucapan adiknya seolah dia jelek.Melihat tatapan galak dari kakaknya membuat Kevin merasa sangat takut. “Bu…bukan gitu kak. Kakak udah cantik kok, tapi … sekarang lebih cantik!” jelas Kevin dibarengi dengan rasa gugup.Celin berdecih. “Kamu disuruh sama Karmel?” tanya Celin.“Iya, awalnya aku pikir kenapa kakak mau nerima ajakan Kak Mila buat ngegantiin dia. Tapi, aku sadar kakak ngelakuin itu karena kakak mau bantuin bapak sama ibu kan?” Celin hanya menundukkan kepalanya sambil mengangguk. Kevin menghela nafasnya panjang, “Maka itu juga, aku gak nolak kak Karmel buat jadi pacar pura-pura kakak, seenggakknya aku ikut andil bantuin orang tua kita!”Celin yang awalnya menundukpun kembali menegakkan kepalanya, dia mengusap-ngusap kepala adik laki-lakinya. “Maafin kakak yah, kamu jadi harus ikutan!”Kevin menggelengkan kepalanya, “Gak apa-apa kok kak!”Celin melihat kearah jendela bus, tak lama lagi mereka akan turun di halte dekat rumah mereka. “Tadi izin apa sama ibu?”“Kerja kelompok!”“Aman kalau gitu! Kamu jangan bilang sama ibu dan bapak yah tentang hari ini!”Kevin mengacungkan jempolnya. “Siap!”((((Adimas baru saja sampai di halaman rumahnya, dengan terburu-buru dia keluar dari mobil dan berlari menuju rumahnya. Dia terus berlari sampai pada akhirnya dia sampai di depan kamar mamahnya. Adimas langsung membuka pintu kamar, di dalam Adimas melihat seorang dokter yang sedang memeriksa mamahnya tak lupa juga dengan Zidan yang berdiri di samping sementara mamahnya sedang memejamkan matanya.Dengan nafas terengah-engah, Adimas mendekati dokter yang sedang memeriksa mamahnya itu. “Bagaimana keadaan mamah saya, Dok?” tanya Adimas.Dokter itu pun berdiri sambil memasukkan alat ke dalam tasnya. “Keadaan bu Mega sudah membaik sekarang, untung saja pak Zidan langsung menelepon saya jadi ibu Mega langsung bisa diobati!”Adimas duduk di samping mamahnya sambil mengelus-ngelus puncak kepala mamahnya. “Syukurlah!” Adimas sangat takut mamahnya kenapa-napa. Mamah Adimas lumpuh tidak bisa berjalan dan juga mempunyai riwayat penyakit jantung membuat Adimas sangat cemas.“Saya akan memberikan resep obat untuk bu Mega!” terlihat dokter itu pun menuliskan resep pada selembar kertas lalu dia berikan kepada Adimas. “Bu Mega jangan sampai banyak pikiran dulu, karena itu akan berpotensi penyakit jantungnya kambuh kembali!”Adimas pun menerima resep itu. “Terimakasih, Dok!”“Kalau begitu saya permisi!”Dokter itu pun keluar. Adimas masih memperhatikan wajah mamahnya yang terlihat pucat sekali. “Bagaimana bisa penyakit jantung mamah kambuh lagi?” tanya Adimas pada Zidan.Zidan menggelengkan kepalanya. “Saya tidak tau pak. Tapi…”“Tapi apa?” tanya Adimas penasaran.“Tadi sebelum saya sampai di rumah ini, saya sempat melihat mobil bu Lydia dari daerah sini pak. Apa mungkin bu Lydia datang kesini?”Adimas mengepal tangannya yang masih menggenggam selembar resep itu. Adimas sempat memberitahu semua orang yang ada di sini agar wanita itu tidak masuk ke rumah. Tujuan Adimas memindahkan mamahnya kesini adalah agar wanita itu tidak bebas bertemu dengan mamahnya, tapi Adimas kembali kecolongan. “Bagaimana bisa?”“Saya tidak tau pak!”“Segera kamu cek semua cctv yang ada di rumah ini!”“Baik pak!” ucap Zidan lalu pergi.Setelah beberapa saat dan memastikan kalau mamahnya baik-baik saja, Adimas pun keluar kamar mamahnya tersebut. Dia berjalan menuju kamar kakak laki-lakinya dan ternyata kamar itu kosong. Adimas kembali menutup pintu kamar itu.“Mau ngapain lo ke kamar gue?”Adimas membalikkan badannya dan dia melihat kalau kakaknya baru saja pulang kerja. “Darimana aja kak?” tanya Adimas.“Bukan urusan lo!” kata Reynal. Lalu dia hendak masuk ke dalam kamarnya tapi Adimas menghalanginya, Reynal menghela nafasnya panjang terdengar seperti letih dan juga jengah. “Minggir!” sarkas Reynal.“Penyakit jantung mamah kambuh!”“Lalu?”“Zidan sempat melihat mobil Lydia disini kak. Kakak tau kalau penyakit mamah selalu kambuh saat bertemu dengan Lydia!” jelas Adimas.Reynal tersenyum remeh tentu saja itu membuat Adimas tidak mengerti apa yang membuat kakaknya itu tersenyum. “Terus kenapa kalau Lydia ada disekitaran sini? Terserah dia lah, lagian rusaknya hubungan mamah sama papah juga bukan karena Lydia tapi juga karena lo. Mamah terus mempertahankan lo yang notabenenya anak pungut sedangkan papah dia gak nerima kehadiran lo, seharusnya lo sadar diri kalau lo yang buat mamah jadi seperti ini dan kehadirannya Lydia pun gara-gara lo karena lo yang membawa dia kesini!” setelah mengucapkan kata-kata pedas itu, Reynal dengan sengaja menubruk Adimas dan masuk ke dalam kamar.Adimas terdiam, dia sangat sadar kalau dia bukanlah bagian dari keluarga disini. Dia hanyalah anak yang dibuang oleh orang tua kandungnya dan dia beruntung bertemu dengan mamahnya walaupun dia sama sekali tidak diterima oleh papahnya dan juga kakaknya.“Pak saya sudah melihat cctv itu!”Adimas menghilangkan perasaan sakitnya oleh perkataan kakaknya dan berfokus kepada apa yang akan dibicarakan oleh Zidan. “Lalu bagaimana?”“Astaga!” Celin langsung terjengkang ke belakang, dia melihat Adimas tepat berada di samping meja yang menutupi dirinya.Adimas berdiri dari jongkoknya, lalu dia mengulurkan tangannya kepada Celin, “Mau saya tolong?”Celin menatap uluran tangan Adimas itu, Celin sama sekali tidak menerima uluran tangan dari Adimas itu. Dia berdiri sendiri lalu membersihkan pakaiannya. “Ada apa?”Adimas tersenyum simpul, dia menarik kursi di sampingnya. “Duduk dulu!” suruh Adimas.Celin menghela nafasnya, dengan sangat terpaksa dia duduk. Celin tiba-tiba merasa sangat gugup sekali, sampai dia pun tidak sadar kalau dia menggigit bibir bawahnya tak lupa juga dengan jarinya yang memetik-metik tasnya.Adimas melihat itu hanya bisa menahan senyumannya wanita di depannya itu sangat lucu kalau gugup. Tapi tak lama kemudian Adimas pun mendatarkan wajahnya kembali. “Kamu tau kenapa saya bisa ada di sini?”Celin menggelengkan kepalanya sambil berusaha untuk tidak melihat Adimas. “Tidak tau!” jawab Celin.“Mau pe
Tanpa pikir panjang Adimas pun langsung menelepon balik, tak lama panggilannya diangkat. “Pak, bapak kemana aja? Saya nungguin bapak dari tadi!”Adimas mengerutkan keningnya, “Kenapa kamu menunggu saya Kamila?”Adimas tentu saja sangat bingung dan keheranan kenapa Kamila palsu memanggilnya dengan sebutan “pak”. Hal itu membuat Adimas menaruh curiga kepada Celin. “Hallo?” panggil Adimas karena Celin hanya diam tidak merespon.“Ah…. Salah sambung!” jawab Celin.Adimas mengangkat satu alisnya, “Salah sambung?”“I…iya salah sambung! Mohon maaf, aku tutup teleponnya dulu!” Celin langsung mematikan panggilan teleponnya.“Eh tunggu!” tapi panggilan telepon itu sudah terputus. Adimas masih menatap layar handphone dengan kerutan di keningnya. “Ada apa dengan dia?” tak lama, Adimas pun tersenyum miring. Sepertinya dia mengetahui sesuatu.((((“Bodoh, bodoh, bodoh!” gerutu Celin pada dirinya sendiri, “Gimana aku bisa lupa coba kalau pak Adimas tau nomor aku kan sebagai Kamila, lalu dengan bodohn
Adimas hendak pergi ke tempat pembukaan hotel tersebut, tapi dia mendapatkan kiriman video dari Zidan yang dimana isi dari video tersebut adalah percakapan Lydia dengan mamahnya.Adimas yang tersurut emosinya pun saat melihat mamahnya terlihat sekali tertekan. “Sialan!” umpat Adimas. Dia langsung masuk ke dalam mobilnya, bukan untuk pergi ke hotel barunya, melainkan ke bandara. Tapi sebelum itu, dia sempat menyuruh Zidan untuk memberitahu kepada pengatur acara kalau dia tidak akan datang dan akan di wakilkan oleh Celin.((((Celin mondar-mandir sambil menggingit jarinya. “Lama banget sih, perasaan deket deh tempat nginepnya!” gerutu Celin. “Jangan bikin saya khawatir dong pak!” Celin menatap kearah depan, dia sangat berharap kalau Adimas datang saat ini juga. “Kenapa belum datang juga sih?”Celin langsung mengeluarkan handphonenya, untuk menelepon Adimas tanpa dia ingat kalau dia sangat menghindari hal itu. Tapi sayangnya, Adimas sama sekali tidak mengangkat telepon darinya. “Kemana s
Adimas menatap Celin. “Dorong mobil ini! Mobil ini mogok!”“Hah? Dorong mobil?”Celin menatap Adimas, dia sama sekali tidak habis pikir dengan manajernya ini. Masa dia menyuruh seorang wanita untuk mendorong mobil. “Loh kok saya yang dorong pak? Saya mana kuat buat dorong mobil pak!”“Kalau saya yang dorong, terus siapa yang nyertir mobilnya?” Pertanyaan dari Adimas membuat Celin diam. “Saya bisa nyetir pak!” jawab Celin. Sedangkan Adimas, dia menatap Celin ragu. “Serius pak, saya bisa cuma emang gak punya mobil jadi gak pernah bawa mobil pak!” curhat Celin.Adimas menatap ke jalanan depan, ternyata tak jauh dari sana Adimas melihat ada bengkel mobil. “Yasudah, kamu masuk ke dalam biar saya yang coba dorong!” ucap Adimas.“Serius pak?” Celin memastikan.Adimas menunjukkan ke arah bengkel mobil, “Di sana ada bengkel! Cepetan kamu masuk ke dalam, setir yang bener!”“Iya pak!” Celin pun masuk ke dalam mobil.Walaupun jarak bengkel mobil itu terbilang dekat, tetapi karena hanya Adimas s
Adimas berdecih saat melihat Kamila masih saja diam tidak berbicara, dia lalu melipat kedua tangannya di dada. “Jawab pertanyaan saya!”Kamila tersentak, dia berusaha untuk menelan ludahnya tapi Kamila mengalami kesulitan. Tenggorokannya terasa sangat kering sekarang. “Emm… begini!” Kamila menjadi sangat gugup sekali.Adimas melipat kedua tangannya di dada. “Silahkan!”Kamila menarik nafasnya panjang. Lalu dia melirik kea rah Zidan yang sama-sama sedang menatapnya. “Saya…” Kamila menggelengkan kepalanya, “Wanita yang menggantikan saya itu…..” jeda Kamila. “Wanita itu adalah….. teman saya!” jawab Kamila. Dia langsung merasa sangat lemas, dengan terpaksa Kamila jujur karena keadaannya sekarang tidak memungkinkan untuk dia berbohong lagi.Adimas memiringkan kepalanya, “Teman kamu? Siapa nama dia?” tanya Adimas.Kamila langsung menggelengkan kepalanya, walaupun dia sudah mengakui kalau itu bukan dia tapi Kamila tidak akan pernah memberitahu nama Celin. Kamila juga tidak ingin kalau Celin
Celin tetap memaksakan dirinya untuk berjalan, walaupun sepatu itu sangat sempit di kakinya dan membuat dia merasa sakit pada tumitnya. Saat ini Celin sudah berada di depan pintu ruangan Adimas. Dengan pelan Celin mengetuk pintu itu. tak lama kemudian Celin mendengar kalau Adimas mempersilahkan dirinya untuk masuk ke dalam ruangan.Celin pun masuk ke dalam ruangan itu, dan di dalam ruangan sudah ada Adimas dan juga Zidan.“Selamat siang pak!” sapa Celin kepada Adimas dan juga Zidan.“Selamat siang!” jawab Adimas, sedangkan Zidan hanya mengangguk sambil tersenyum kepada Celin, Celin pun membalas senyuman Zidan.“Kamu tau kenapa saya memanggil kamu kesini?” tanya Adimas.Walaupun Celin memiliki dua dugaan yaitu Adimas sudah mengetahui dirinya dan yang kedua tentang dia harus mengikuti pembukaan hotel. Tapi sepertinya opsi pertama itu tidak mungkin. Tapi, Celin tetap saja tidak mengetahuinya maka dengan itu juga dia menggelengkan kepalanya. “Enggak tau pak!” jawab Celin.“Pak Adimas men