Share

BAB 6

Adimas sudah melihat semua cctv, tentu saja hal itu membuat dia kesal karena dugaan dia benar. Lydia masuk ke dalam rumahnya, walaupun tidak tau apa yang telah diperbuat oleh wanita itu, tapi Adimas yakin kalau Lydia telah berbuat sesuatu terhadap mamahnya sehingga penyakit jantung mamahnya kembali.

Adimas memperhatikan selang influsan yang ada disampingnya, memastikan kalau itu berjalan lancar.

“Dimas…” lirih bu Mega.

Adimas segara duduk disamping ranjang mamahnya. “Mamah udah bangun? Mamah ngerasa sakit atau apa?” tanya Adimas.

Bu Mega menggelengkan kepalanya, “Enggak kok!” jawab bu Mega, “Kenapa kamu jam segini belum tidur nak?”

Adimas tersenyum pada mamahnya, “Dimas mau jagain mamah di sini!”

“Kamu harus istirahat, kamu pasti capek nak!”

Adimas menggelengkan kepalanya, “Enggak kok mah, Dimas sama sekali gak capek!”

Bu Mega meraih tangan Adimas, dia mengusap-ngusap tangan itu dengan lembut dan penuh kasih sayang. “Makasih yah nak!”

Adimas tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. Terlihat Bu Mega ingin merubah posisinya menjadi duduk. “Mamah tiduran aja!”

“Mamah pegel, dari pagi tiduran terus!” jawab Bu Mega, Adimas pun membantu mamahnya untuk bisa duduk sambil bersender di ranjang. “Nak, apa kamu sudah bertemu dengan anaknya pak Hamdi?” tanya Bu Mega pelan.

“Sudah mah!”

“Maafkan mamah yah nak, kamu jadi harus merasakan hal seperti ini!”

Adimas menggelengkan kepalanya, “Enggak mah jangan berbicara seperti itu. Adimas tetap akan melanjutkan perjodohan itu demi mamah!”

Bu Mega pun memeluk Adimas dengan sangat erat. Dia merasa kalau dia sangat egois terhadap anaknya, tapi dia pun tidak bisa berbuat apa-apa karena menurutnya ini adalah salah satu jalan terbaik agar anaknya bisa terlepas dari baying-bayang Lydia. Bu Mega mengecup puncak kepala Adimas dan Adimas yang menerima hal itu pun tersenyum senang.

Mereka tidak menyadari kalau ada Reynal yang melihat adegan itu, rasa iri di hati Reynal kembali muncul. Dia adalah anak kandung di dalam keluarga ini, tapi dia merasa seperti dia adalah anak tiri sedangkan Adimas anak kandung.

Reynal mengepalkan tangannya, karena sudah merasa tidak tahan melihat adegan yang tidak pernah dia rasakan itu Reynal pun pergi dari kamar mamahnya dengan raut wajah yang sangat kesal.

((((

Celin baru yang baru saja beres mandi, dia merebahkan badannya. Pikirannya kembali kepada kejadian tadi. “Kenapa dia tetap mempertahankan perjodohan itu yah? Padahalkan udah jelas kalau Kamila gak mau dijodohin, tapi kenapa dia mau yah? Apa dia itu sebernarnya temen masa kecilnya Kamila, tapi Kamila tidak inget dia terus pak Adimas inget walaupun dia gak tau wajah Kamila yang sudah dewasa? Jadi kayak cinta dalam diam gitu?” pikir Celin.

Lalu tak lama kemudian, ponsel milik Celin yang dia simpan diatas lemari kecil di samping ranjangnya pun bedering menimbulkan getaran kecil muncul pada lemari itu. karena posisinya yang dekat, dengan meraba pun Celin sudah bisa memegang ponselnya kembali.

Dari layar itu tidak ada namanya. Karena menurut Celin itu tidak penting dan pasti hanya orang yang sedang iseng saja, Celin memilih untuk tidak mengangkatnya tapi tak lama kemudian ponselnya itu pun kembali bordering, lalu Celin pun akhirnya mengangkat panggilan telepon itu.

“Hallo? Siapa yah?”

“Ini saya!”

Celin mengerutkan keningnya, “Saya siapa?”

“Kamila!”

“Loh? Suaranya cowok kok tapi namanya Kamila sih? Wah jangan-jangan kamu Kamila teme.......”

Celin mendengar helaan nafas kasar. “Saya Adimas Putra!”

Celin langsung mendudukkan badannya karena terlalu terkejut, baru saja Celin hampir bertanya kalau dia Kamila yang sedang menjahilinya. Untung saja laki-laki itu langsung mengatakan namanya, kalau tidak itu akan berdampak buruk untuk Celin. “Ada apa?” Celin mengubah nada suaranya menjadi ketus sambil berusaha untuk menutupi rasa keterkejutannya.

“Saya ingin bertemu dengan kamu sekarang!”

Celin melihat pada jam yang ada di dinding kamarnya, waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam. “Bapak Adimas yang terhormat, apa bapak tau sekarang jam berapa?”

“Kurang lebih jam 11!”

“Nah itu bapak tau, ini itu udah malam. Lagian nih yah saya kan udah menolak bapak, jadi saya harap bapak tidak akan ganggu hidup saya lagi!” Celin berbicara formal.

“Saya tidak akan mengganggu hidup kamu lagi!” jawab Adimas.

Celin yang sedang kesal pun kembali dikejutkan dengan pernyataan Adimas barusan. “Serius?” tanya Celin tidak percaya.

“Serius, asal kamu mau bertemu dengan saya sekarang!”

Celin diam sejenak, orang tuanya pasti akan sangat marah kalau melihat Celin kembali keluar apalagi tengah malam seperti ini. “Gak bisa besok aja yah?”

“Oke kalau begitu, saya minta izin sama papah kamu untuk menjemput kamu ke rumah!”

“Jangan!” tentu saja Celin melarang Adimas, karena rumah Celin dan Kamila kan berbeda. “Oke, kita ketemu sekarang. Sebentar lagi aku share tempatnya!”

“Oke!” Adimas pun menutup sambungan teleponnya.

Kesempatan tidak akan pernah datang dua kali, jadi kali ini Celin harus memanfaatkan kesempatan yang datang itu dengan sebaik mungkin. Celin buru-buru menuju ke meja riasnya, dia tidak ingin Adimas mengenali wajahnya.

“Ah… Sial!” Celin melihat tempat make upnya yang hanya ada bedak padat, lipstick dan juga pensil alis. Itu semua tidak akan bisa merubah wajahnya, lalu diatas mejanya ada masker penutup mulut. “Oke gue pake yang ada aja dulu, yang penting tidak terlihat kalau gue itu karyawan dia!”

Celin menggunakan make up dengan terburu-buru, lalu dia mengambil masker itu agar dia bisa menutupi wajahnya tak lupa juga dengan hoodie berwarna hitam.

Setelah memberikan share lokasi kepada Adimas, Celin keluar kamarnya sambil mengendap-ngendap. Dia memastikan kalau tidak ada kedua orang tuanya taupun adiknya yang masih menonton tv ditengah rumah. Dirasa semua orang yang ada di rumahnya itu sudah masuk ke dalam kamar masing-masing, Celin pun berlari tanpa mengeluarkan suara kaki untuk keluar rumah.

((((

Celin kini sedang duduk di taman. Lokasi dari taman itu tidak terlau dekat tetapi tidak terlalu jauh juga dari rumah Celin, dia hanya tidak ingin Adimas mengetahui kalau dia tinggal di daerah ini.

Celin celingak-celinguk, walaupun sudah malam tapi suasana taman masih ramai karena sekarang adalah malam minggu, banyak sekali para pasangan yang masih ada di tempat ini untuk berpacaran.

Selama hidup Celin, dia tidak pernah melakukan hal seperti ini bahkan pacaran pun tidak pernah. Celin melihat Adimas yang sedang berjalan menuju ke arahnya. Lelaki itu menggunakan jaket agar menutupi kulitnya yang kedinginan.

“Kamila?” tanya Adimas memastikan kalau orang yang dia lihat adalah orang yang dia tuju.

“Ah iya!” Celin pung menggeserkan badannya, dia mempersilahkan Adimas untuk duduk disampingnya.

“Maaf telat, ada urusan dulu sebentar!” ucap Adimas setelah duduk disamping Celin.

“Tidak apa-apa!” Celin merubah posisi duduknya jadi menghadap kearah Adimas. “Jadi setelah ini, perjodohan itu batal kan? Tadi kamu bilang tidak akan mengganggu aku lagi?”

Adimas terkekeh, “Baru juga nyampe udah ditanya!” ucap Adimas sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku.

“Ih jawab!”

“Iya saya berjanji akan membatalkan perjodohan ini, tapi ada syaratnya!” ujar Adimas.

“Apa syaratnya?” tanya Celin penasaran.

“Mau tau atau mau tau banget?” tanya Adimas sambil tersenyum kepada Celin.

Celin tentu saja merasa sangat kesal kepada manajernya ini. Dia seperti diejek olehnya. “Jawab aja apa susahnya sih?” ketus Celin.

Adimas merasa ada yang aneh saat dia melihat wajah Celin. Celin yang mengetahui kalau Adimas memperhatikannya pun langsung merasa kalau Adimas memperhatikannya karena dia menggunakan masker. “Ini aku sedang pilek, jadi pake masker!” Adimas tetap memperhatikannya, dia tampak menahan tawanya, “ih kenapa ngeliatinnya kayak gitu amat sih? Serius dong!”

“Oke, sekarang serius!” sambil berusaha untuk menghilangkan tawanya yang dia tahan.

“Daritadi juga saya serius, cuma situnya aja yang garing!” gerutu Celin.

“Oke, perjodohan kita ini akan saya batalkan tapi dengan satu syarat kamu harus berpura-pura menjadi pacar saya selama satu bulan didepan keluarga saya!”

“Apa?” teriak Celin.

Adimas langsung menutup mulut Celin, dia celingak-celinguk dan benar saja banyak orang yang menatap ke arah mereka sekarang. “Gak usah teriak, ini udah malam!” Celin menepuk-nepuk tangan Adimas, memberitahu agar dia melepaskan tangannya dari mulut Celin. “Eh sorry!”

Nafas Celin terengah-engah. “Kalau nutupin jangan sama idungnya dong!”

“Iya maaf! Jadi gimana? Mau kan?”

Celin berfikir, waktunya saja untuk membayar hutang kepada rentenir itu hanya tersisa beberapa hari lagi dan Adimas malah meminta untuk menambah waktu satu bulan. Lalu bagaimana Celin berbicara kepada Kamila soal hal ini?

((((

Celin sudah di rumahnya sekarang, dia sangat penasaran kenapa Adimas melihat wajahnya seperti itu tadi. Celin langsung menuju cermin yang ada di meja riasnya. Betapa terkejutnya Celin saat melihat alisnya yang tampak tinggi sebelah. “Ahhhhhhh!”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status