Share

BAB 4

Celin akhirnya bisa meloloskan dirinya, dia berlari menuju lift dan menggerutu karena liftnya sangat lama. “Cepet dong bukanya cepet dong!”

Saat lift terbuka celin langsung masuk ke dalam dan dia asal memencet tombol, lalu setelah dia keluar dia langsung menuju toilet yang tidak dia sadari kalau itu adalah toilet khusus pria.

Nafas celin terengah-engah.

“Capek banget! ” Celin menumpu tangannya di wastafel.

“Karena panik aku langsung lari. Gimana caranya biar aku bisa ngehindarin dia yah?” lalu Celin melihat tampilan rambutnya di depan kaca yang tampak berantakkan. “

"Aduh jadi berantakan gini lagi!”

Celin melepaskan jepitan rambutnya, dan sedikit menata rambutnya terlebih dahulu sambil melihat ke arah belakang melalui kaca.

Celin membulatkan matanya saat dia melihat tempat pria membuang air kecil. Lalu dia membalikkan badannya untuk memastikan bahwa penglihatannya salah.

Saat mengetahui kalau itu benar, Celin langsung menutup kedua mulutnya.

((((

“Keadaan bu Mega bagaimana, Pak, sekarang?” tanya Zidan.

“Saya mutusin untuk merawat mamah di rumah, dengan begitu saya bisa mengontrol mamah.”

Zidan menganggukkan kepalanya, dia sangat mengerti dengan maksud atasannya itu. “Lalu dengan perjodohan itu, apa bapak sudah memutuskan?”

Adimas masih tetap menatap lurus ke depan. “Ya, saya akan bertunangan dengan wanita itu!”

Adimas dan Zidan baru saja keluar dari lift, mereka berdua berjalan beriringan. “Pak, bapak serius mau melanjutkan perjodohan ini?”

Adimas menganggukkan kepalanya. “Iya!”

Zidan sedikit mempercepat jalannya bermaksud untuk menatap bosnya itu di arah depan sambil berjalan. “Loh kenapa pak? Bukannya tempo hari bapak bersikeras sama Bu Mega kalau bapak tidak mau?”

Adimas menghentikan langkahnya otomatis Zidan pun sama. “Karena ini sangat menarik!”

“Menarik?”

Adimas menganggukkan kepalanya. “Wanita itu menarik!”

Pada saat Zidan masih kebingungan dengan ucapan Adimas, dia memberikan tas yang dia bawa kepada Zidan.

“Simpan ini di ruangan saya, saya mau ke toilet dulu!”

Celin yang telah sadar dari rasa keterkejutannya, dia langsung membuka pintu toilet itu dia berniat untuk pergi.Tapi niatnya itu kembali terurung saat dia melihat Adimas berjalan menuju arah toilet.

Dengan sangat cepat Celin langsung menutup pintu toilet itu dan masuk ke bilik toilet, “Kenapa dia harus kesini sih?” gerutu Celin.

Adimas yang baru saja masuk ke dalam toilet, dia tidak sengaja menginjak sesuatu. Saat dia melihat apa yang sudah dia injak, ternyata itu adalah jepitan rambut. “Kenapa jepitan rambut cewek ada di sini?”

Dimas sangat curiga sekaligus waspada. Dia berjalan kearah bilik toilet yang tertutup, “Ada orang di dalam?”

Celin tentu saja tidak menjawab, agar tidak menimbulkan suara dia dengan sengaja menutup mulutnya.

Sedangkan Adimas, dia semakin kuat dengan pikiran negatifnya kalau ada wanita yang masuk ke dalam toilet pria. “Saya mohon keluar!”

Celin menggelengkan kepalanya. “Kalau aku keluar sekarang yang ada aku abis sama dia!” batin Celin.

“Keluar!” Adimas terus saja menggedor pintu toilet.

Adimas merasa kesal karena wanita yang ada didalam toilet itu tidak keluar. “Mau saya buka paksa pintunya?” ancam Adimas.

“Mohon maaf pak, tadi saya salah masuk toilet karena saya masih baru disini. Bisa bapak pergi duluan?”

Adimas menghela nafasnya sambil tersenyum, dia sangat tidak menyangka pertama kali dia bekerja akan mendapatkan hal seperti ini. “Keluar sekarang!” ucap Adimas dengan tegas.

“Bapak sedang apa?” tanya Zidan yang baru saja masuk.

“Ini….”

“Emm mohon maaf, Pak, tapi ada yang lebih penting dari itu!” potong Zidan.

“Apa?” lalu Zidan berbisik kepada Adimas, “Serius?” Zidan menganggukkan kepalanya. Adimas pun langsung keluar dan pergi menuju ruangannya bersama dengan Zidan, “Pastikan semua karyawan disini tau letak mana toilet laki-laki dan mana toilet untuk perempuan!”

Celin keluar sambil mengendap-endap. “Selamat!” ucap Celin sambil mengelus-elus dadanya. “Untung aja pak Zidan menyelamatkan aku!”

Di sisi lain, Adimas langsung membuka pintu ruangannya dengan cukup keras. Tatapan matanya menajam saat melihat seorang wanita yang tengah duduk menghadap ke arahnya dengan senyuman yang penuh dengan arti.

Dengan cepat Adimas berjalan menuju ke arahnya, “Ngapain kamu ke sini?”

Wanita itu berdiri berhadapan dengan Adimas. “Aku hanya memenuhi panggilan undangan!” jawabnya dengan senyuman.

“Siapapun yang mengundang kamu kesini, kamu gak berhak ada di ruangan saya! Pergi sekarang!”

“Kamu masih marah sama aku?” tanya Lydia. “Aku kan udah minta maaf sama kamu dan mamah kamu!”

Adimas tersenyum remeh, “Segampang itu?”

Adimas lalu menggelengkan kepalanya. “Pergi kamu dari sini!”

Lydia tetap diam tidak bergerak, hal itu membuat Adimas geram dan langsung menarik tangan Lydia dan menyeretnya keluar ruangan.

“Jangan pernah tunjukkin muka kamu di depan saya, apalagi di depan mamah saya!”

Setelah mengucapkan itu, Adimas langsung masuk ke dalam ruangannya.

Lydia menyeringai. “Gak semudah itu kamu mengusir aku Dimas. Jika wanita tua bangka itu yang menghalangi aku untuk bisa mendapatkan kamu lagi, aku gak akan pernah menyerah walaupun aku tau aku pernah membuat kesalahan menjadi orang ketiga dalam rumah tangga orang tua kamu!”

“Apa dia berkata kasar padamu?”

Lydia langsung membalikkan badannya, ternyata itu adalah Reynal dia adalah kakak Adimas. Lebih tepatnya kakak tiri Adimas.

Lydia tersenyum manis pada Reynal.

“Sedikit!”

Reynal hanya tersenyum.

“Kenapa kak Reynal membiarkan Dimas bekerja di sini? Bukannya kakak gak mau hal itu terjadi?” tanya Lydia.

“Mamah yang memaksa aku mengizinkan dia bekerja disini, tapi aku tidak akan pernah memberikan apa yang sudah aku miliki. Tidak lama lagi dia akan pergi dari sini!” ucap Reynal sambil menyeringai.

“Apa rencana kamu kak?”

((((

Celin yang baru saja pulang bekerja. Dia langsung menemui kedua temannya itu, tepatnya di rumah mereka.

Dia bercerita tentang kejadian tadi pagi dan sialnya kedua temannya itu malah menertawakannya.

“Kurang ajar banget kalian berdua!” gerutu Celin.

Tidak butuh waktu lama, Celin sudah berdandan sangat cantik. Tak lupa juga dengan baju seksi yang dia kenakan. Dua kembar itu juga mengantar Celin ke cafe kemarin.

Celin melihat ke arah jendela cafe, dia melihat Adimas sudah menunggunya di sana.

Sebelum masuk ke dalam, Celin mengambil nafasnya dulu lalu dia berjalan. Dia harus menampilkan ke sana percaya diri dan juga nakal di depan Adimas.

“Kamu udah lama nungguin?” tanya Celin sambil duduk, tak lupa juga dia dengan sengaja mengangkat kakinya dengan tinggi lalu menumpunya pada kakinya yang satu lagi.

Adimas menggelengkan kepalanya. “Belum!” padahal Adimas sudah menunggunya sekitar 1 jam. Karena memang Celin disuruh oleh si kembar untuk datang telat sampai Adimas merasa bosan.

“Bagus deh!” ucap Celin sambil mengibaskan rambutnya.

“Jadi sekarang rencana kita mau ngapain?” tanya Adimas.

“Rencana?” Celin berpura-pura untuk berfikir.

“Ah… Sekarang aku mau belanja. Aku udah bosen dengan pakaian yang aku punya!”

“Oke! Ayo saya antar!”

Adimas benar-benar menghantarkan Celin belanja dan itu emang rencana Celin.

Dia membawa Adimas untuk belanja barang-barang mewah dan mahal. Hal ini dia lakukan agar Adimas tau kalau dia adalah wanita yang sering berfoya-foya dengan begitu Adimas tidak akan sanggup untuk bersama dengan Kamila.

Celin membeli banyak sekali baju dari brand ternama dengan harga satu potong baju yang sangat tidak masuk akal oleh dirinya dan juga membeli beberapa tas yang di mana barang-barang dia beli ini nantinya dia akan berikan kepada Kamila.

Dia yang akan membereskan barang-barang ini. Tidak mungkin juga Celin memakai barang-barang pemberian dari Adimas.

Selain itu juga dia membeli berlian yang harganya sangat mahal sekali, menurut Celin harga berlian itu 20 kali lipat dengan harga saat dia menjual rumahnya.

Tapi Celin kembali mengeluh, Adimas sama sekali tidak menunjukkan ekspresi kalau dia keberatan dengan apa yang sudah Celin beli dan juga dia langsung membayar semuanya.

“Berapa banyak sih uang nya? Apa dia gak rugi?” gerutu Celin.

Adimas mendengar Celin berbicara, tetapi tidak terlalu jelas. “Apa?”

“Ah enggak kok!”

“Masih ada yang mau kamu beli?” tanya Adimas.

Celin langsung menggelengkan kepalanya, dia sudah tidak tega dengan uang yang dia hamburkan malam ini.

“Sebenernya masih banyak barang yang harus aku beli, tapi aku udah keburu males!”

“Ayo kita beli!”

Celin membulatkan matanya, “Kamu serius mau ngeluarin uang lagi?”

“Iya, lagi pula kamu akan menjadi istri aku jadi kamu tidak perlu segan untuk memakai uangku!”

Celin menggaruk tengkuk lehernya yang sama sekali tidak gatal. “Gak usah!”

“Sayang!”

Celin dan Adimas langsung menoleh.

Celin mengerutkan keningnya saat melihat sosok lelaki yang ada tidak jauh dari hadapannya itu.

“Sayang, kok kamu bisa ada disini sih?” tanya Kevin.

Kevin melihat ke arah Adimas yang ada di samping Celin sedang membawa beberapa kantong belanja.

“Sayang dia siapa? Kok kamu bisa jalan berduaan sama cowok lain selain aku sih?”

Celin yang mulai sadar pun langsung merangkul Kevin, karena badan Kevin yang lebih tinggi darinya sehingga Celin menempelkan kepalanya di dada Kevin.

“Dia pengawal baru aku sayang!”

Kevin lalu mengelus-elus puncak kepala Celin. “Bilang dong sayang kalau kamu mau belanja, jadi aku bisa nemenin kamu bukan pengawal kamu!” lalu Kevin mencium kening Celin.

Adimas yang melihat pemandangan itu pun hanya bisa tersenyum

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status