[Tidurlaaah ... Sudah malam, mungkin hatimu masih lelah, ceritakan besok, aku menunggu!]
Alman mematikan ponselnya secara sepihak, saat mulut Rere sudah terbuka untuk mengatakan sesuatu, bunyi tuuut sudah menyambut lebih dahulu."Asem ...." Ponsel Rere lempar sambil mendengus, kemudian membenamkan wajahnya pada bantal empuk di hadapannya, hingga akhirnya terlelap.
****
Suara tertawa, bercampur dengan suara TV membuat Rere terbangun, dan langsung meraba ke arah nakas tempat lampu tidurnya duduk manis.
Seketika lampu berwarna biru sendu menyinari kamarnya, jam di tembok menunjukkan angka sembilan, sekitar dua jam-an rupanya dia terlelap.
Dengan langkah malas, Rere bangkit dari tidurnya, kemudian melangkah ke lemari, dan kembali melangkah menuju kemar mandi dengan meletakkan salinan baju di lengan tangan kirinya.
"Kalian belum tidur?" tanya Rere yang sudah kelihatan lebih segar setelah mandi tadi.
"Belum, Mbak. Mak m
Rere makan mie yang tadi sudah ia campur dengan irisan lombok kecil, lahap sekali, tak ada tanda-tanda di wajahnya yang menunjukkan kepedasan.Hingga membuat Mak yang memperhatikannya hanya bisa menggeleng- geleng kepala."Nggak pedes, Mbak?" tanya Nur yang sesekali menatap Rere makan."Nggak, nggak ada rasa pedes sama sekali, Nur. Tapi ini jangan kamu contoh, ya." jawab Rere dengan santai, tangannya kembali memasukkan sesendok mie ke dalam mulut. Membuat Nur dan Mak kembali mengambil nafas panjang.Nur dan Mak yang selesai lebih dulu makanannya, sengaja tak beranjak dari kursinya, menunggu Rere menyelesaikan makannya."Mak dan Nur kan sudah selesai, nunggu apa?" tanya Rere yang baru saja memasukkan suapan mie terakhirnya ke dalam mulut."Nunggu, Mbak ...." jawab Nur datar dan santai."Nunggu aku? Kenapa?" tanya Rere kembali, dengan tangan yang baru saja meletakkan gelas setelah sebelumnya meminum habis isi gelas itu."Nggak pa-p
"Emangnya kamu mau pacar yang seperti apa, Dew?" Tanya seorang perempuan yang mengenakan seragam dengan jilbab menutupi kepala, kepada perempuan cantik yang sedang duduk di depannya."Mmm ... kok aku? Aku kan belum pernah pacaran, Em. Kamu tanya Yuni sajalah." Jawab Rere, menolak, tangannya sibuk mengaduk es batu dalam gelasnya hingga menimbulkan bunyi berisik."Ema nanya seperti itu karena sampai saat ini, kamu belum juga pacaran, bukan ke orang yang sudah pernah pacaran, jelek!" Untung saja siang itu kantin sekolah tidak begitu ramai, tidak seperti biasanya, jadi ketiganya bisa leluasa bercanda.Ketiganya perempuan berseragam itu kemudian tertawa bersama, begitu bahagia. Persahabatan mereka kelihatan tulus, tidak ada rasa marah saat satu dengan yang lainnya saling mengejek."Ayo jawab, Dew!" pinta perempuan yang tadi Rere panggil dengan sebutan Yuni. Perempuan berdarah cina, yang memilih hijrah, berkerudung."Aku nggak punya batasan harus sepert
"Boleh bicara sebentar?" Tanya Yuni pada lelaki yang saat ini sedang berjalan di depannya, menuju area parkir. Sengaja ia menyuruh Ema untuk pulang berdua saja bersama Rere, karena ada yang harus ia selesaikan."Ada apa?" tanya pria yang kini berhenti melangkah, malah sudah membalikkan badannya ke arah Yuni, setelah tadi sempat dicolek sedikit bahunya."Katakan! Alasan apa yang membuatmu mencium sahabatku, tadi?" pinta Yuni dengan sedikit mengangkat wajahnya ke arah lelaki tampan yang terkenal di SMU itu."Jangan sok pahlawan deh, atau ... mungkin kamu mau aku cium juga?" tanya pria itu yang melangkah semakin mendekat ke arah Yuni.Seketika itu juga Yuni mendorong badan lelaki yang besarnya dua kali dari badannya itu untuk menjauh darinya."Jangan bersikap berlebihan!" ucap Yuni, badannya menunduk dengan muka tetap menghadap ke arah si pria, dengan menggunakan tangan kiri, resleting rok yang tersembunyi di bawah ditariknya ke a
Bunyi tamparan terdengar keras hingga membuat Yuni kaget dan membesarkan kedua matanya.Bukan Yuni saja rupanya yang kaget, Dewa pun melakukan hal yang sama seperti yang sedang Yuni lakukan. Dengan tangan kanan meraba pipinya yang panas, matanya melotot ke arah Alman yang kini sudah berada di depannya.Tampak sekali betapa marahnya Alman, Dewa tak pernah sekali pun melihat Alman menampakkan wajah kejam seperti saat ini."Kita memang brengsek, tapi tidak merusak perempuan, apa yang ada dalam pikiranmu saat itu?" kata Alman, pelan tapi sangat tegas terdengar."Man, a-aku ....""Pulang Yun, tak usah kamu yang mengurus ini, aku yang akan membawanya meminta maaf pada temanmu, kirimkan saja alamatnya padaku.""Makasih, kak Alman." Ujar Yuni, tangannya terulur ke tasnya yang tadi ia letakkan begitu saja di tanah, kemudian bergegas berlalu setelah mengubah yang dipakainya kembali menjadi rok."Man ...a-a--."Alman tak m
"Mau apa datang ke sini?" tanya Rere dengan muka datar, dia hafal dengan wajah orang yang telah berbuat kurang ajar, tadi padanya, kini berdiri, salah satu dari mereka."Aku Alman, teman Yuni. Temannya dia juga." tangan Alman menunjuk ke belakang punggungnya, posisi di mana Dewa tengah berdiri."Aku hanya mengantarkan dia untuk minta maaf kepadamu. Seperti janjiku kepada Yuni," ujar Alman meneruskan ucapannya.Rere mengalihkan pandangannya kepada Dewa. Sorot matanya tampak tak bersahabat. Ada amarah yang tampak dari wajah cantik itu."Hai ... namaku Dewa, maaf ya, tadi aku hanya mengikuti suruhan orang untuk menciummu. Maaf," ujar Dewa, dengan kedua tangan menangkup sempurna di depan dadanya."Pulanglah ...." Dengan wajah tak ada ekspresi, Rere balikkan badannya, dan menutup pintunya kembali.Alman langsung membalikkan dirinya, kemudian salin bertukar pandangan dengan Dewa. Tentu saja jawaban Rere membuat kedua lelaki yang
"Apakah mama mengganggumu?" Sapa ibu Zeza, mamanya Dewa siang itu di tiba tiba muncul di ruangan Rere. Dengan diantar Ina yang melangkah di belakangnya.Perempuan yang sudah tidak muda. Namun, masih terjaga kecantikan dan keindahan tubuhnya ini, berlenggang pelan masuk ke dalam ruangan Rere dengan tangan kanan memegang tas berwarna hitam."Bu-eh ... Ma. Ada apa?" gelagapan Rere menyambut kedatangan ibu suri perusahaan, ia langsung berdiri dan mendekati ibu Zeza.Mereka berdua berpelukan dan saling mencium pipi kanan, kiri."Apakah Dewa memberikanmu banyak pekerjaan hari ini?" Tanya ibu Zeza, saat beliau melangkah ke sofa berbentuk L yang berada di pojok kanan dari pintu masuk."Tidak, hanya pekerjaan rutin saja. Ada apa ke sini, kenapa tidak memanggil saya saja untuk datang ke rumah?" tanya Rere yang memilih duduk di samping Bu Zeza."Tidak apa-apa, lagian mama sudah lama tidak jalan jalan ke kantor. Kamu bagaimana Dew, seh
"Mmm ... sepertinya aku harus mulai membeli banyak sabar." Rere berdesis, kakinya melangkah menuju ke meja, hanya mengambil ponsel yang ia letakkan di dalam tas, barulah kemudian ia jinjing tas itu keluar dari ruangannya."Na ... Ini uang untuk delivery nanti, aku ada urusan di luar kantor, sebelum pulang tolong benahi ruanganku dulu ya," ujarnya saat sengaja berhenti di depan meja sekretarisnya."Akan saya lakukan, Bu." jawab Ina yang langsung berdiri, tangannya mengambil uang yang tadi Rere letakkan di atas meja."Makanan yang untukku boleh kamu bawa pulang, dari pada mubazir.""Terima kasih, Bu."Selesai memberikan pesan pada Ina, Rere melangkah mendekati ruangan Dewa yang tampak tak tertutup pintunya, dengan melewati meja Dyah."Assalamualaikum ....""Wa alaikum salam," jawab Bu Zeza dan Dewa hampir bersamaan. Keduanya juga langsung menoleh pada Rere yang baru saja masuk ke dalam ruangan."Kamu sudah siap?" tanya Dewa,
"Hei ... lepaskan aku!" Dinda menjerit saat tangannya ditarik Dewa keluar dari ruangan. Sesaat mereka menjadikan diri sendiri sebagai tontonan pengunjung."Apakah kamu tahu hubungan mereka, Dew?" Selidik bu Zeza, pada Rere yang hanya bisa mengangguk dengan wajah datar, walau masih tampak kalau dirinya sedang menyembunyikan satu rasa."Apakah ini yang membuatmu ragu pada Dewa, sehingga meminta untuk tidak melanjutkan pertunangan kalian?""Iya, Ma.""Mmm ...." Helaan nafas dalam dari hidung bu Zeza tampak seperti membuang sesak beban di dada beliau."Silahkan ...."Seorang perempuan berseragam datang membawa list makanan dan minuman yang kemudian diletakkan di depan aku dan Bu Zeza. Kemudian berdiri menunggu."Apa yang ingin kau makan, siang ini, Dew?" tanya Bu Zeza, bertanya tanpa menoleh ke arah Rere. Terkesan sedang mengalihkan pembicaraan.Ada yang berubah dari nada suara Bu Zeza, sepertinya tak ada l