"Mau apa datang ke sini?" tanya Rere dengan muka datar, dia hafal dengan wajah orang yang telah berbuat kurang ajar, tadi padanya, kini berdiri, salah satu dari mereka.
"Aku Alman, teman Yuni. Temannya dia juga." tangan Alman menunjuk ke belakang punggungnya, posisi di mana Dewa tengah berdiri.
"Aku hanya mengantarkan dia untuk minta maaf kepadamu. Seperti janjiku kepada Yuni," ujar Alman meneruskan ucapannya.
Rere mengalihkan pandangannya kepada Dewa. Sorot matanya tampak tak bersahabat. Ada amarah yang tampak dari wajah cantik itu.
"Hai ... namaku Dewa, maaf ya, tadi aku hanya mengikuti suruhan orang untuk menciummu. Maaf," ujar Dewa, dengan kedua tangan menangkup sempurna di depan dadanya.
"Pulanglah ...." Dengan wajah tak ada ekspresi, Rere balikkan badannya, dan menutup pintunya kembali.
Alman langsung membalikkan dirinya, kemudian salin bertukar pandangan dengan Dewa. Tentu saja jawaban Rere membuat kedua lelaki yang
"Apakah mama mengganggumu?" Sapa ibu Zeza, mamanya Dewa siang itu di tiba tiba muncul di ruangan Rere. Dengan diantar Ina yang melangkah di belakangnya.Perempuan yang sudah tidak muda. Namun, masih terjaga kecantikan dan keindahan tubuhnya ini, berlenggang pelan masuk ke dalam ruangan Rere dengan tangan kanan memegang tas berwarna hitam."Bu-eh ... Ma. Ada apa?" gelagapan Rere menyambut kedatangan ibu suri perusahaan, ia langsung berdiri dan mendekati ibu Zeza.Mereka berdua berpelukan dan saling mencium pipi kanan, kiri."Apakah Dewa memberikanmu banyak pekerjaan hari ini?" Tanya ibu Zeza, saat beliau melangkah ke sofa berbentuk L yang berada di pojok kanan dari pintu masuk."Tidak, hanya pekerjaan rutin saja. Ada apa ke sini, kenapa tidak memanggil saya saja untuk datang ke rumah?" tanya Rere yang memilih duduk di samping Bu Zeza."Tidak apa-apa, lagian mama sudah lama tidak jalan jalan ke kantor. Kamu bagaimana Dew, seh
"Mmm ... sepertinya aku harus mulai membeli banyak sabar." Rere berdesis, kakinya melangkah menuju ke meja, hanya mengambil ponsel yang ia letakkan di dalam tas, barulah kemudian ia jinjing tas itu keluar dari ruangannya."Na ... Ini uang untuk delivery nanti, aku ada urusan di luar kantor, sebelum pulang tolong benahi ruanganku dulu ya," ujarnya saat sengaja berhenti di depan meja sekretarisnya."Akan saya lakukan, Bu." jawab Ina yang langsung berdiri, tangannya mengambil uang yang tadi Rere letakkan di atas meja."Makanan yang untukku boleh kamu bawa pulang, dari pada mubazir.""Terima kasih, Bu."Selesai memberikan pesan pada Ina, Rere melangkah mendekati ruangan Dewa yang tampak tak tertutup pintunya, dengan melewati meja Dyah."Assalamualaikum ....""Wa alaikum salam," jawab Bu Zeza dan Dewa hampir bersamaan. Keduanya juga langsung menoleh pada Rere yang baru saja masuk ke dalam ruangan."Kamu sudah siap?" tanya Dewa,
"Hei ... lepaskan aku!" Dinda menjerit saat tangannya ditarik Dewa keluar dari ruangan. Sesaat mereka menjadikan diri sendiri sebagai tontonan pengunjung."Apakah kamu tahu hubungan mereka, Dew?" Selidik bu Zeza, pada Rere yang hanya bisa mengangguk dengan wajah datar, walau masih tampak kalau dirinya sedang menyembunyikan satu rasa."Apakah ini yang membuatmu ragu pada Dewa, sehingga meminta untuk tidak melanjutkan pertunangan kalian?""Iya, Ma.""Mmm ...." Helaan nafas dalam dari hidung bu Zeza tampak seperti membuang sesak beban di dada beliau."Silahkan ...."Seorang perempuan berseragam datang membawa list makanan dan minuman yang kemudian diletakkan di depan aku dan Bu Zeza. Kemudian berdiri menunggu."Apa yang ingin kau makan, siang ini, Dew?" tanya Bu Zeza, bertanya tanpa menoleh ke arah Rere. Terkesan sedang mengalihkan pembicaraan.Ada yang berubah dari nada suara Bu Zeza, sepertinya tak ada l
"Kau mau sambalku?" tanya Dewa, yang menyodorkan sambal di sendoknya ke arah Rere."Mau!" Sontak wajah Rere sumringah, tangannya langsung mengambil alih sendok berisi sambal itu dari tangan Dewa."Makasih ya," ujarnya lagi, kali ini tanpa melihat ke arah Dewa. Membuat Bu Zeza dan Dewa saling pandang dan saling tersenyum."Ya ampun, Dew. Itu sudah banyak banget lo, awas sakit perut!?" seru Bu Zeza melihat Rere dengan lahapnya menikmati bebek bumbu dengan sambal dan nasi."Insya Allah, nggak Ma. Huuk huuk!"Rere langsung meneguk gelas berisi air mineral yang berada di depannya. Dibantu Dewa yang sudah berdiri dan menepuk pelan punggung Rere, dari belakang."Dew, pelan pelan, aduh sampai segitunya ...." ujar mama yang tersenyum bahagia melihat kerukunan keduanya."Hahaha ... lama nggak pernah ngerasain yang kayak gini, juga baru tahu kalau resto semewah ini bisa mesen masakan lokal seperti yang sekarang di atas meja." jawab Re
"Bu, tadi ada orang ngirim paketan, sengaja langsung saya letakkan di atas meja." lapor Ina, langsung berdiri dari duduknya, saat melihat Rere, yang baru saja datang dari rapat di luar kantor bersama Dewa."Makasih ya, Na." jawab Rere, meneruskan langkah yang sempat terhenti, untuk segera masuk ke dalam ruangannya.Dari pintu, Rere sudah melihat di atas mejanya, ada bungkusan kotak berpita, berukuran sedang dengan warna yang sangat tidak ia sukai, merah!Sambil berjalan mendekat, matanya terus melihat aneh pada bungkusan yang ada di atas meja. Tangannya terulur mencari siapa nama pengirimnya. Namun, Ia tak menemukannya.Mungkin, Rere merasa ada sesuatu dengan bungkusan itu, badannya tiba tiba bergidik, apalagi dia merasa tidak memesan barang, dan tidak sedang merayakan hal yang special hari ini."Na ....!" Rere memanggil sekretarisnya."Ya, Bu." Ina bergegas masuk ke dalam ruangan Rere, yang pintunya
"Karena kamu adalah cinta pertamaku."Rere melengos, jengah. Rasa tak percaya tampak sekali di wajah itu."Dengarkan! Waktu itu di kantin. Sebenarnya tak sengaja mendengarmu berjanji, aku memang sengaja datang ke kantin atau ke perpus tempatmu biasanya duduk sendiri atau berdua bersama temanmu, Yuni. Benar?""Kau tahu?" Rere kaget, tak menyangka Dewa bisa tahu kesehariannya dulu waktu masih di SMA."Tentu saja, karena aku adalah orang yang menyelamatkanmu saat hampir ditabrak mobil saat pulang sekolah waktu SMP dulu," jelasnya lagi, tangannya mengelus lembut jemari Rere dan diangkat mendekati wajah kemudian menciuminya lama.Rere memandang Dewa tak percaya, bayangan kejadian masa lalu, seperti berputar ulang di benaknya sekarang."Jadi kau ....!""Ya, itu aku! Orang yang kau teriakin 'makasih, i love you'!"Rere langsung berdiri dan memeluk pria yang masih menggenggam tangannya itu, andai saat itu De
51Rere tak menjawab, ia merasa percuma berdebat dengan Dewa, dirinya lebih memilih berdiri, dan meletakkan bungkusan yang Dewa beri tadi, ke atas meja."Mau kemana?"dengan sigap Dewa menangkap tangan Rere yang hendak melangkah pergi."Cuci tangan. Nggak mungkin kan aku makan bebek pakai sendok?"Dewa tersenyum, tangannya melepaskan genggaman dan membiarkan Rere menjauh menuju ke kamar mandi yang berada di sebelah ruangannya.Dyah dan Ina pun ikut berdiri, saat mendengar alasan Rere. Mereka pun ingin cuci tangan.Sesaat kemudian Rere dan kedua sekretaris nya datang dengan kedua tangan basah.Dewa terus menerus menatap Rere yang juga tengah menatapnya."Ada apa?" tanya Rere dengan memajukan dagunya sejenak ke arah Dewa. Sebelum duduk di tempat yang sama.Dewa tak menjawab, dia hanya tersenyum saat melihat Rere kembali duduk di sampingnya.Kembali tangan Rere mengambil kotak yang tadi, kemudian mencampurkan nasi d
Hampir saja Rere melepas ponselnya saat tiba tiba ada suara sambung terdengar dan layar berubah, ada sebuah nama di sana.[Ada apa, Din] tanya Rere, saat tahu Udin adalah orang yang sedang menghubungi dirinya[Mau mengabarkan, Mbak. Nur udah di bawa ke ruang rawat. Juga mau izin pulang ke apartemen sebentar, ngambil keperluan Mak dan Nur.][Ooo ... Ok!][Apakah, mbak mau saya ambilkan sesuatu di apartemen?][Tidak, tidak ada][Baik mbak, makasih atas izinnya. Saya langsung berangkat. Wassalamualaikum]Rere memutuskan komunikasinya, setelah sebelumnya membalas salam Udin. Kini tangannya beralih menelpon nomor tujuan yang sebelumnya tak pernah di angankan untuk ia hubungi.Sudah sepuluh kali Rere men-dial nomor yang sama. Tapi sepertinya orang yang ia tuju mungkin sudah terlelap, mengingat ini sudah menunjukkan lewat tengah malam.Bergegas Rere menyelesaikan administrasi untuk Nur, juga sekalian menebus obat