Share

Bab 3

last update Last Updated: 2024-09-30 22:29:33

Pacar Toxic 3

Kepalaku terasa pening pagi ini. semalaman mata ini sulit dipejamkan, gara-gara mikirin Reymond. Dini hari aku baru bisa tidur. Kuraba ponselku yang tergelat diatas meja samping tempat tidur.

Hah? Hampir jam enam pagi? Aku kesiangan, bisa telat masuk kerja ini. Mana aku belum sholat shubuh, laporan kemarin belum selesai, padahal hari ini harus ditandatangani Pak Bos, biar dananya bisa cair, dan bisa membayar DP pengrajin.

"Huh! Semua gara-gara Reynald!" dengkusku kesal.

Aku segera bangkit dari tempat tidur, biar pun telat, solat tetap kutunaikan. Ambil wudlu sekalian mandi, usai sholat segera bersiap berangkat kerja.

Gegas aku menuju jalan raya, nyegat angkot menuju kantor.

"Tumben telat kamu, Luk?" sapa Diani, aku melihat jam yang melingkar di tanganku, jarum menunjuk angka 08:10. Padahal aku berangkat jam 06:30 tadi, kok masih telat? Biasanya diantar Rey berangkat dengan jam yang sama, masih mampir sarapan pula, tapi nggak telat. Untungnya perusahaan ini tidak terlalu ketat soal absen.

"Iya nih, tadi angkotnya sebentar-sebentar berhenti," sahutku malas.

"Kamu naik angkot? Tumben, ojol kamu kemana?" tanya Diani penuh selidik.

"Maksud kamu, Reymond?"

"Hem-hem."

"Kami break," lirihku.

"Good job." Diani mengacungkan kedua ibu jarinya, diiringi senyum merekah. Sementara aku hanya memutar bola mata malas, lalu duduk di kursiku.

"Hei, nggak usah manyun gitu. Kita ada meeting jam sembilan, sebaiknya kamu siap-siap sekarang," ujar Diani.

"Lain kali kamu kalau naik angkot, kamu harus berangkat lebih pagi. Atau pakai ojol saja, mereka bisa nyari jalan tikus kalau lagi macet. Kamu tinggal pilih ojol oren apa ijo," lanjut Diani, setelah melihatku hanya diam.

"Aku belum d******d aplikasinya."

"Down load, dong! Yuk ah, kita ke ruang meeting sekarang," ajak Diani.

"Sebentar Di, aku print dulu laporan kemarin." Aku berkutat dengan laptop sebentar, kemudian. "Dah selesai, yuk." Aku dan Diani meninggalkan ruangan kami.

Di ruang meeting beberapa staf sudah menunggu, aku dan Diani mengambil tempat duduk yang masih kosong, tak lama kemudian Pak Bos datang, dan meeting pun dimulai.

Beberapa yang hadir memberikan laporan mereka, kemudian Pak Bos berdiri memaparkan sesuatu, entah apa itu. Sekilas kudengar tentang orang Jepang yang ingin membuat resort di pulau Karimun Jawa. Selebihnya aku tidak mengerti, efek belum sarapan, dan kurang tidur, membuat konsentrasiku ambyar.

"Luluk!" Diani menyenggol bahuku pelan.

"Hhh?" Aku gelapan, karena dari tadi tidak fokus.

"Katanya kamu mau ngasih laporan, Buruan! Sebelum Pak Bos meninggalkan ruangan," bisik Diani.

"Eh iya, ya." Aku lekas bangkit, dan menghampiri petinggi perusahaan itu.

"Ini laporan hasil meeting dengan Pak Maher kemarin, Pak--" ucapku takut-takut. Pria itu tak menjawab, dia hanya melirikku sekilas.

"Bawa ke ruangan saya," potong Pak Bos. Lalu pergi begitu saja. Meninggalkan aku yang hanya bisa melongo, melihat kelakuan ajaib Pak Bos.

"Kamu kenapa, sih? Pagi-pagi sudah bengong aja," tanya Diani, yang entah sejak kapan berdiri di sampingku.

"Nggak tahu, kepalaku pusing. Aku ke ruangan Pak Bos dulu, ya?" pamitku pada Diani.

Tapi baru beberapa langkah, tiba-tiba kepalaku terasa kliyengan, pandanganku berkunang-kunang, lalu, "Ya Allah, Luluk...." Entah suara siapa itu, aku tidak tahu, karena semua menjadi gelap seketika.

Bau obat menyergap indra penciuman, aku mengerjapkan mata, ruangan serba putih yang pertama kali tertangkap penglihatanku.

"Alhamdulillah.... Akhirnya kamu sadar, Luk." Diani menatapku dengan senyum khasnya.

"Di mana ini, Di?"

"Klinik dekat kantor."

"Klinik bersalin "Bunda"? Memangnya aku lagi hamil?" ucapku jengkel.

"Halah lebay, ini klinik terdekat. Kamu tiba-tiba pingsan, kami panik. Lalu membawamu ke sini untuk mendapat pertolongan pertama. Untung aja kamu nggak pa-pa katanya hanya butuh istirahat dan makan. Kamu sih, terlalu mikirin cowok somplak, sampai lupa makan!" ketus Diani.

"He... he... aku bukan mikirin Reymond. Dari kemarin aku belum sempat makan, tadi mau sarapan tapi bangun kesiangan," jawabku cengengesan.

"Orang pada panik, kamunya cengengesan. Nih! Bubur ayam, dimakan! Aku beli di depan tadi."

Begitulah Diani, di balik mulut pedasnya, tersimpan hati penuh cinta.

"Makasih ya, Di. Kamu baik deh," pujiku.

"Basi! Buruan makan, terus vitaminnya diminum." Aku pun menyendok bubur yang ada di hadapanku, rasa hangat menjalar ketika makanan lembek itu masuk ke usus besarku. Rupanya aku memang benar-benar lapar.

* * * * *

"Luluk! Kamu sudah baikan? Kok kerja lagi?" ucap Pak Bos berdiri di ambang pintu.

"Su-dah, Pak," jawabku takut, mengingat bagaimana tatapan sengitnya, saat meeting tadi.

"Oh, laporanmu tadi sudah saya tanda tangani, bisa folow up sekarang."

"Ya Pak, makasih!"

"Hhh...." aku menarik nafas lega, Pak Bos tidak marah-marah seperti yang kubayangkan.

*****

Seminggu berlalu, sejak aku memutuskan break dulu dengan Reymond. Laki-laki itu beberapa kali mengirim pesan padaku, menanyakan kabar, atau sekedar menggombal. Tapi ku abaikan, aku memilih fokus menyelesaikan proyek Pak Maher.

Tak kupungkiri ada yang hilang dalam hatiku. Tanpa kehadiran Reymond, aku merasa hampa.

"Luk, kamu ikut saya meeting di Mahkota Resto, ya?" Pak Bos tiba-tiba datang membuyarkan lamunanku.

"Jam berapa, Pak?"

"Meetingnya jam 11:00, kita berangkat sekarang."

"Sekarang? Diani ikut juga?" Aku dan Diani itu satu paket, tiap ada meeting biasanya selalu berdua, tapi kali ini kok?

"Diani menangani proyek gedung perkantoran. Perusahaan kita lumayan banyak tender ini, kita harus bagi-bagi tugas," ucap Pak Bos, seolah bisa membaca fikiranku.

"Dah, berangkat sana!" ucap Diani, dengan menaikan sebelah alisnya. Entah apa maksudnya.

Sampai Resto, kami menuju meja yang sudah kami reservasi. Masih kosong, kliennya belum datang, alhasil aku berdua saja dengan Pak Bos.

"Kita terlalu awal sepertinya, Pak," ucapku basa-basi. Jenuh aja dari tadi kami hanya diam.

"Ya nggak pa-pa, kita tunggu saja, sebentar lagi mereka juga sampai," jawab Pak Bos, lalu sibuk dengan gawainya.

Aku melihat sekeliling, orang-orang sibuk dengan urusannya masing-masing. Dari arah pintu masuk, aku lihat seorang kurir masuk membawa paket, dia berjalan melewatiku menuju kasir, tapi anehnya dia menatapku.

Kalau dilihat sekilas, perawakannya mirip Reymond. Tapi tidak mungkin, Reymond bekerja sebagai sales di show room mobil terkenal, aku pernah diajak ke kantornya.

Sedang asik berselancar ke dunia maya, tiba-tiba ada yang menarik kasar tanganku.

"Oh.... jadi ini alasanmu minta break dulu?" ketus laki-laki bermasker yang memakai seragam J&*.

"Rey---Reymond?"

"Kenapa? Kamu kaget, terciduk sedang selingkuh?" sinisnya.

Reymond mendorongku hingga punggungku membentur dinding.

"Aku lagi ada meeting, Rey," sergahku.

"Meeting berdua aja?"

"Rey, lepas! Malu dilihat orang." Reymond terlihat marah, tangannya mencengkeram daguku. Membuatku ketakutan.

"Lepaskan dia!" Rupanya Pak Bos mengikuti kami dari belakang.

"Jangan ikut campur orang lain!" balas Reynald sengit.

"Hanya laki-laki pengecut, yang kasar pada perempuan!"

"Nggak usah banyak bacot, kamu!"

"Rey, dia bosku. Jangan buat aku dipecat," lirihku, berharap bisa meredakan emosi Rey.

"Diam kamu!" bentak Rey, "laki-laki ini harus dikasih pelajaran!" Rey melayangkan satu pukulan pada Pak Bos, spontan aku menjerit minta tolong. Perkelahian tak terelakkan, Pak Bos dan Rey terlibat perkelahian.

"Tolong! Tolong!" teriakku histeris. Tak lama karyawan dan sekuriti resto datang, melerai perkelahian.

Pak Bos dan Rey, berhasil dilerai. Sekeruti berhasil menyeret Rey keluar, sementara aku mendekati Pak Bos, yang mukanya lebam-lebam.

"Bapak, nggak pa-pa? Saya minta maaf," ucapku penuh penyesalan.

"Kita kembali ke meja, lihat! Klien sudah datang," ucap Pak Bos dingin, tanpa menoleh padaku.

Hatiku seketika menciut, takut Pak Bos marah dan aku dipecat.

"Ya Allah... aku rela putus dari Rey sekarang juga, asal jangan dipecat." Doaku dalam hati.

Bersambung....

Yang mau memberi krisan monggo, dipersilahken ....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pacar Toxic   Bab 54

    Ekstra part 2 Pov Tema. "Aaa.... " Jeritan Luluk menarik paksa kesadaranku dari alam mimpi. Ku tengok istriku tengah duduk dengan nafas memburu, tangannya memegang dada. Sudah beberapa hari ini dia sering menjerit ketakutan dalam tidurnya. Entah mimpi buruk apa yang tengah menterornya, hingga istriku ketakutan seperti ini. "Mimpi buruk lagi?" Tanya lembut, seraya memeluknya. Luluk mengangguk dalam dekapanku. Aku merasa tidak ada masalah dalam hidup kami. Hubungan kami baik-baik saja, malah sedang mesra-mesranya. Ezra sudah mandiri sekarang, sudah berani tidur di kamarnya sendiri. Jadi aku dan Luluk kembali seperti pengantin baru lagi. Lalu masalah apa hingga membebani pikiran Luluk, hingga terbawa dalam mimpi? "Memang kamu mimpiin apa?" Tanyaku lagi. Kuelus lembut punggungnya. "Mas nggak marah, kan? Kalau aku cerita?" Aku terkekeh mendengar jawaban Luluk. Masak iya aku marah hanya karena dia mimpi buruk? Ada-ada saja istriku ini. "Memang kamu mimpi apa? Selingkuh? Kalau

  • Pacar Toxic   Bab 53

    Pacar Toxic 53 Extra Part Sehari setelah kedatangan Tante Rumi, aku Diani mengabarkan bahwa Raymond meninggal. Aku dan Mas Tama sepakat mengirim karangan bunga, sebagai pengganti kehadiran kami. Datang ke pemakaman mantan, bukan opsi yang tepat untukku yang masih menyimpan trauma. Diani yang selama ini mengikuti kasus Raymond, menceritakan bahwa harusnya mantan pacarku itu sudah mendapat vonis, dan menjalani hukuman. Namun karena kondisi yang tidak memungkinkan, kasus ditunda menunggu sampai Raymond sadar. Aku sempat heran, kenapa Diani begitu up-to-date terhadap kasusnya Raymond. Padahal Mas Tema yang punya kepentingan saja, sudah angkat tangan. Dia bilang padaku. "Awalnya aku dendam banget, Bund. Pengen menjebloskan dia di penjara lebih lama, kalau perlu menuntut dia dengan hukuman mati. Tapi pernyataan dokter yang menyatakan lucknut itu sudah mati batang otak, aku memilih tak peduli. Buat apa? Orang sudah nggak ada harapan gitu. Orang tuanya saja yang bodoh, buang-buan

  • Pacar Toxic   Bab 52

    Pacar Toxic 52 "Sayang, hati-hati nanti jatuh!" ujar Mas Tema, seraya mengejar putra kami yang berlarian di kebun belakang. "Hap! Ketangkap kamu!" tawa bapak dan anak itu berderai bersama, kemudian mereka bergulingan di rumput. Pemandangan ini hanya bisa kunikmati di akhir pekan, senin sampai jumat, Mas Tema akan sibuk di kantor atau proyeknya. Meski hanya bisa memiliki dia seutuhnya di akhir pekan, kami sangat bahagia. "Ayo! Kita lomba nangkap Bunda, siapa yang menang boleh nyium dan meluk Bunda." Ada-ada saja kelakuan bapak dua anak itu. Mana ada lomba seperti itu, jelas dia lah pemenangnya. Kalau pun kalah tetap saja dia tak ngalah sama anaknya, berebut peluk dan cium aku. "Adek enan! Adek enan!" Dengan suara cadelnya dia berseru senang. Diciumnya wajahku berkali-kali, hingga wajah ini basah oleh air liurnya. "Papa juga mau cium Bunda, dong!" Mas Tema merangsek ke arah kami, tapi dihalangi Erza. "Ndak boyeh!" Tangan mungilnya menahan wajah Mas Tema. "Kal

  • Pacar Toxic   Bab 51

    Pacar Toxic 51 Pov Tema "Kalau Mama tidak melarang Luluk makan rujak, pasti dia tidak seperti itu. Dia ngejar tukang rujak, pasti karena pengen banget," sesal Mama. Sejak datang Mama terus saja menangis, melontarkan semua penyesalan, atas sikapnya yang terlalu protektif terhadap Luluk, soal makanan. Mama orang yang paling merasa bersalah. "Namanya ngidam, kan, memang susah ditahan. Orang yang mau bukan dia, tapi bayinya. Mama juga pernah merasakan ngidam, tahu rasanya kalau lagi pengen sesuatu itu kayak apa. Harusnya Mama menuruti Luluk, bukan malah melarang dia makan makanan yang dia inginkan. Jadi tersiksa kan, dia. Terus ngejar tukang rujak, sampai ninggalin kantor," lanjut Mama. "Nggak ada yang salah, Ma. Semua yang terjadi sudah jadi kehendak-Nya. Kita doakan saja, semoga dokter bisa menyelamatkan anak dan istriku." Aku hampir tak bisa menahan tangis ketika berkata. Bayangan Luluk tengah bertaruh nyawa di meja operasi, membayang di pelupuk mata. Luluk dalam keadaan tida

  • Pacar Toxic   Bab 50

    Pacar Toxic 50 Pov Tema "Nyari Luluk, Mas?" tanya Diani ketika aku mendatangi ruangannya. Saat tiba di kantor, Luluk pamit ke ruangan Diani. Kangen katanya. Tentu saja aku tidak melarang. Dua sahabat itu sudah lama tidak bertatap muka, biarlah kangen-kangenan. Setelah Luluk melahirkan nanti, momen seperti itu akan sulit mereka temukan. Luluk akan sibuk dengan anak kami, apalagi kalau kemudian Diani menikah. Makin susah mereka buat ketemuan. Biarlah mereka menikmati kebersamaan ini. Begitu pikirku. Sementara Luluk melepas kangen dengan Diani, aku memeriksa beberapa berkas sebelum ditandatangani, dan menerima laporan secara online dari beberapa proyek yang masih dalam proses pengerjaan. Setelah selesai, aku menyusul Luluk. Aku sudah janji akan mengantarnya membeli perlengkapan anak kami. Sudah mepet waktu melahirkan. Sudah lama juga kami tidak pernah keluar berdua. Anggap saja kami pacaran lagi, sebelum disibukkan dengan kehadiran si kecil. "Tadi dia kesini, kan?" Agak aneh, ti

  • Pacar Toxic   Bab 49

    Pacar Toxic 49 "Gue nggak mau ikut campur, kalau sampai bos ngamuk. Yang lo lakuin ini bahaya tau, nggak? Kita harusnya menghindari masalah, biar nggak berurusan dengan polisi. Eh, elu malah cari gara-gara." "Gue cuma memanfaatkan kesempatan yang ada, Bro. Santai dikit, lah!" "Elo memang susah dibilangin! Masuk lagi tau rasa, lo!" "Tenang, Bro! Semua bakal aman, tempat ini masih steril." "Bos, Rey. Bos! Lo pikir dia nggak tahu tempat ini?" "Asal lo nggak ngomong, Bos gak bakal tahu. Lagipula aku yakin, Bos tidak akan marah. Toh, kita sudah mengerjakan tugas yang dia berikan dengan baik." "Terserah, Lo. Yang penting jangan libatkan gue." "Iya! Khawatir banget, sih, lo." "Oke, kalau begitu gue pergi sekarang. Ingat! Jangan bawa-bawa nama gue, kalau ada apa-apa." "Sip! Thanks bantuannya, Bro." "Gue cabut!" Lamat-lamat kudengar orang berbincang, entah siapa dia. Aku tak kenal suaranya. Meski terasa lengket, aku tetap berusaha membuka mata. Aku terkejut, mendapati diri ten

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status