Share

Bab 4

last update Last Updated: 2024-09-30 22:30:46

Pacar Toxic 4

Pak Bos tetap menemui klien meski wajah babak belur. Kepada mereka, Pak Bos cerita kalau tadi mengalami sedikit kecelakaan.

Meeting berjalan lancar, mereka bersepakat menjalin kerja sama. Tentu saja aku merasa lega, insiden tadi tidak berpengaruh terhadap jalannya meeting.

Usai meeting kami langsung kembali ke kantor, sepanjang perjalanan Pak Bos sama sekali tidak bicara, sikapnya acuh. Seolah aku ini tidak ada. Takut dan perasaan bersalah semakin mencengkram pikiranku.

Bagiku lebih baik dimaki-maki, dimarahi daripada didiamkan seperti ini. Rasanya aku seperti terpidana mati, yang menunggu eksekusi, tegang sekali.

Sampai kantor pun, Pak Bos masih diam seribu bahasa. Mirip emak-emak diselingkuhin suaminya, sumpah.

"Kenapa muka kamu kusut begitu?" tanya Diani ketika kami berpapasan di lobi kantor.

"Kacau, Di, kacau," ucapku lesu.

"Lha itu, kenapa muka bos kita babak belur gitu? Wah, pasti ada yang nggak beres ini, kamu harus cerita," tanya Diani penasaran, saat melihat Pak Bos melewati kami, tanpa menyapa sama sekali. Padahal Pak Bos itu orangnya ramah, tapi disiplin dan tegas.

"Hah? Kepar*t emang si Rey itu. Fix putusin aja cowok model begitu, gila dia!" Diani kaget mendengar ceritaku, tentang Reymond yang tiba-tiba menyerang Pak Bos, hingga memicu terjadinya baku hantam.

"Itulah, Di. Aku bingung," lirihku.

"Kenapa, kamu masih cinta? Denger ya, Luk! Sikap Rey itu sudah diluar batas kewajaran, alias sudah keterlaluan. Cemburu sih cemburu, tapi nggak membabi buta begitu, dong!" salak Diani galak. Kelihatan dia jengkel sekali pada Reymond, padahal nggak ada orangnya.

"Terus, aku harus bagaimana?"

"Kok, bagaimana? Ya putusin aja, apa susahnya, sih! Denger ya, Luk! Kamu bisa dipecat gara-gara masalah ini. Oke lah kamu bisa nyari kerjaan lain, di tempat baru, dengan orang baru yang tidak tahu menahu masalah ini. Tapi kalau kamu masih pacaran sama cowok "sakit" itu, kamu bakal terus dapat masalah. Percaya aku, deh. Dah, putusin aja! Mau sampai kapan kamu kayak gini? Pacar toxic dipelihara, mending dieempanin ke kandang buaya aja!" ucap Diani berapi-api, sementara aku hanya bisa menelan ludah. Persis anak kecil yang diomelin maknya, gegara telat pulang main.

"Tapi aku takut, Di. Kalau aku putusin dia, takutnya dia nekat. Kan, kamu tahu sendiri dia seperti apa? Kalau dia nyakitin aku gimana?"

"Tinggal lapor polisi, gitu aja kok repot!" jawabnya enteng.

Dia sih enak tinggal ngomong. Lha aku? Berhadapan dengan Reymond nggak semudah yang dia katakan.

"Masuk penjara dong, dia?"

"Biar itu jadi pelajaran buat dia, jangan seenaknya jadi orang," pungkas Diani.

Iya aku mau putus, tapi aku bingung bagaimana caranya ngomong sama Reymond, tanpa membuat dia sakit hati, dan bisa menerima kenyataan, kalau hubungan kami sudah tak mungkin lagi dipertahankan.

"Huf!" Aku membuang nafas kasar, kenapa semua jadi rumit begini?

Otakku buntu, pikiranku semrawut, memikirkan kejadian tadi siang, dan kemungkinan aku kehilangan pekerjaan. Reymond, Reymond.... Kenapa sih, kamu suka banget bikin masalah.

Pikiran lagi suntuk-suntuknya, tiba-tiba panggilan dari Reymond masuk. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Karena lagi sebel sama dia, panggilan aku reject. Tapi bukan Rey namanya, kalau menyerah begitu saja. Berpuluh-puluh pesan dia kirim, yang didominasi kata maaf dan penyesalan. Reymond memang begitu, mudah membuat kekacuan, mudah pula minta maaf, nggak mikir kalau akibat perbuatannya bisa merugikan orang lain.

Ingin sekali aku ke ruangan Pak Bos, mengobati lukanya dan meminta maaf, tapi aku tidak punya cukup nyali. Melihatku saja dia enggan, mungkin dia sangat marah, entahlah.

"Luk! Dari tadi bengong aja, sudah waktu pulang." Ucapan Diani membuyarkan lamunanku.

"Eh iya, sampai nggak nyadar sudah sore."

"Aku duluan ya? Atau mau bareng?" tawarnya.

"Boleh deh." Aku mengambil tas dan mengikuti langkah Diani.

Tiba di lobby kantor, aku lihat Rey duduk di atas motor, sepertinya dia sengaja menungguku.

"Di, kamu duluan aja," ucapku langsung balik arah.

"Eits, mau kemana?" Diani menahan tanganku.

"Tuh!" Aku menunjuk keluar dengan tatapan.

"Hmmm, pantes. Ditungguin preman to? Dah, kamu tunggu di sini. Biar aku yang mengatasi kepar*t itu. Berani-beraninya datang ke kandang macan." Diani menyingsingkan lengan bajunya, seolah siap berkelahi.

"Di, jangan!" Diani melangkah menuju parkiran, mendatangi Reymond tanpa menghiraukan laranganku.

Bukannya aku takut terjadi apa-apa sama Diani. Di sini ada satpam, juga karyawan lainnya. Kalau Reymond macam-macam, bisa dipastikan justru dia yang akan mendapat kesulitan. Yang kukhawatirkan itu, Reymond berbuat onar, dan membuat Pak Bos makin marah. Runyam kan, jadinya?

Entah apa yang dikatakan Diani, Reynald pergi begitu saja meninggalkan parkiran.

"Beres, kan? Diani gitu loh!" ucap Diani pongah.

"Emang kamu ngomong apa sama dia?" tanyaku penasaran.

"Aku bilang kamu keluar sama Pak Bos, belum kembali ke kantor, itu saja."

"Kok, dia percaya begitu saja?"

"Tahu tuh! Sebelum pergi dia titip pesan buat kamu. Katanya dia menyesal dan janji nggak ngulangi lagi," jelas Diani.

"Oh, tapi aku beneran takut tadi. Takutnya kamu diapa-apain sama dia."

"Kamu terlalu cemas berlebihan, yuk ah kita pulang," ajak Diani.

Aku dan Diani menuju parkiran, mengambil motor, kemudian pulang. Sepanjang perjalanan, Diani banyak menasehatiku. Ya menasehatiku, karena kali ini kata-katanya bijak, nggak bar-bar kayak biasanya.

"Kamu sebaiknya pindah kosan, ganti sim card sekalian. Pokoknya tutup semua akses dia, untuk menghubungimu. kalau kamu benar-benar ingin putus dengan Reymond," jawab Diani, kala kukatakan aku ingin putus dari Reymond saja, tapi takut dia terus mencariku.

"Kalian ketemu di mana, sih? Kok bisa-bisanya kamu kenal cowok kek gitu?"

Aku ketemu Reymond di terminal, waktu itu baru saja menginjakkan kaki di kota ini. Aku yang belum tahu-tahu apa, bertanya pada Ibu pemilik warung, alamat kosan yang murah, yang deket kantor. Reymond yang kebetulan sedih makan di sana, pun menjawab pertanyaanku. Dia juga mengantarkan aku ke kosan, kata dia temannya ada yang kos di sini.

Hubungan kami berlanjut, Reymond sering nelfon bahkan berkunjung. Lama-lama tumbuh rasa, dan kami pun menjalin cinta. Awalnya aku merasa nyaman, di sini aku sendirian. Sementara Reymond begitu baik dan perhatian.

Tapi akhir-akhir ini aku merasa tidak nyaman, karena perhatiannya yang berlebihan. Dan akhirnya menimbulkan masalah untukku.

Menuruti Diani, aku pun mengirim pesan pada Reymond.

["Rey, aku minta maaf"]

["Maaf untuk apa? Harusnya aku yang minta maaf"] balasnya.

["Maaf atas kesalahanku selama ini"]

["Maaf, karena tidak sanggup lagi menjadi kekasihmu"] tulisku beruntun.

["Maksudmu apa?"]

["Jangan-jangan bosmu yang nyuruh"]

Tuh, kan. Belum apa-apa dia sudah berprasangka buruk, membuatku semakin yakin untuk berpisah darinya.

["Ini tidak ada hubungannya dengan siapapun"]

["Aku ingin kita putus"]

["Maaf dan terima kasih atas kebaikan kamu selama ini"] pungkasku.

Setelah menulis pesan terakhir, aku buru memblokir kontak Reymond, dan semua medsosnya. Lega sekaligus was-was, takut dia berulah. Mengingat bagaimana kerasnya watak cowok yang kini sudah jadi mantan pacarku itu.

Bersambung....

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pacar Toxic   Bab 55

    Ekstra Part 2 "Terimakasih, Luk. Semoga kamu selalu bahagia." Raymond berkata seraya mengulas senyum terbaiknya. Dia mengulurkan tangannya padaku, dan anehnya aku menyambut uluran tangan itu. Padahal sejak kejadian itu, jangankan berjabat tangan seperti ini, mendengar namanya saja sudah membuatku ketakutan. "Sama-sama, semoga kamu juga bahagia." Raymond melepaskan jabatan tangannya, kemudian menjauh pergi. Bayangannya menghilang ditelan kabut putih, yang entah darimana datangnya. Lamat-lamat aku mendengar suara orang berbicara, semakin lama suaranya semakin jelas terdengar. Aku mengenali suara itu seperti suara Mama dan Mas Tema. Ketika pertama membuka mata, kudapati ruang serba putih dan bau obat memenyengat Rupanya aku berada di rumah sakit. Otakku merangkum kembali memori sebelum aku terdampar di sini. Aku bersama Mas Tema mengunjungi makam Raymond, mengirim doa, sekaligus menegaskan bahwa aku sudah memaafkan semua kesalahannya di masa lalu. Tapi tiba-tiba kepalaku terasa pus

  • Pacar Toxic   Bab 54

    Ekstra part 2 Pov Tema. "Aaa.... " Jeritan Luluk menarik paksa kesadaranku dari alam mimpi. Ku tengok istriku tengah duduk dengan nafas memburu, tangannya memegang dada. Sudah beberapa hari ini dia sering menjerit ketakutan dalam tidurnya. Entah mimpi buruk apa yang tengah menterornya, hingga istriku ketakutan seperti ini. "Mimpi buruk lagi?" Tanya lembut, seraya memeluknya. Luluk mengangguk dalam dekapanku. Aku merasa tidak ada masalah dalam hidup kami. Hubungan kami baik-baik saja, malah sedang mesra-mesranya. Ezra sudah mandiri sekarang, sudah berani tidur di kamarnya sendiri. Jadi aku dan Luluk kembali seperti pengantin baru lagi. Lalu masalah apa hingga membebani pikiran Luluk, hingga terbawa dalam mimpi? "Memang kamu mimpiin apa?" Tanyaku lagi. Kuelus lembut punggungnya. "Mas nggak marah, kan? Kalau aku cerita?" Aku terkekeh mendengar jawaban Luluk. Masak iya aku marah hanya karena dia mimpi buruk? Ada-ada saja istriku ini. "Memang kamu mimpi apa? Selingkuh? Kalau

  • Pacar Toxic   Bab 53

    Pacar Toxic 53 Extra Part Sehari setelah kedatangan Tante Rumi, aku Diani mengabarkan bahwa Raymond meninggal. Aku dan Mas Tama sepakat mengirim karangan bunga, sebagai pengganti kehadiran kami. Datang ke pemakaman mantan, bukan opsi yang tepat untukku yang masih menyimpan trauma. Diani yang selama ini mengikuti kasus Raymond, menceritakan bahwa harusnya mantan pacarku itu sudah mendapat vonis, dan menjalani hukuman. Namun karena kondisi yang tidak memungkinkan, kasus ditunda menunggu sampai Raymond sadar. Aku sempat heran, kenapa Diani begitu up-to-date terhadap kasusnya Raymond. Padahal Mas Tema yang punya kepentingan saja, sudah angkat tangan. Dia bilang padaku. "Awalnya aku dendam banget, Bund. Pengen menjebloskan dia di penjara lebih lama, kalau perlu menuntut dia dengan hukuman mati. Tapi pernyataan dokter yang menyatakan lucknut itu sudah mati batang otak, aku memilih tak peduli. Buat apa? Orang sudah nggak ada harapan gitu. Orang tuanya saja yang bodoh, buang-buan

  • Pacar Toxic   Bab 52

    Pacar Toxic 52 "Sayang, hati-hati nanti jatuh!" ujar Mas Tema, seraya mengejar putra kami yang berlarian di kebun belakang. "Hap! Ketangkap kamu!" tawa bapak dan anak itu berderai bersama, kemudian mereka bergulingan di rumput. Pemandangan ini hanya bisa kunikmati di akhir pekan, senin sampai jumat, Mas Tema akan sibuk di kantor atau proyeknya. Meski hanya bisa memiliki dia seutuhnya di akhir pekan, kami sangat bahagia. "Ayo! Kita lomba nangkap Bunda, siapa yang menang boleh nyium dan meluk Bunda." Ada-ada saja kelakuan bapak dua anak itu. Mana ada lomba seperti itu, jelas dia lah pemenangnya. Kalau pun kalah tetap saja dia tak ngalah sama anaknya, berebut peluk dan cium aku. "Adek enan! Adek enan!" Dengan suara cadelnya dia berseru senang. Diciumnya wajahku berkali-kali, hingga wajah ini basah oleh air liurnya. "Papa juga mau cium Bunda, dong!" Mas Tema merangsek ke arah kami, tapi dihalangi Erza. "Ndak boyeh!" Tangan mungilnya menahan wajah Mas Tema. "Kal

  • Pacar Toxic   Bab 51

    Pacar Toxic 51 Pov Tema "Kalau Mama tidak melarang Luluk makan rujak, pasti dia tidak seperti itu. Dia ngejar tukang rujak, pasti karena pengen banget," sesal Mama. Sejak datang Mama terus saja menangis, melontarkan semua penyesalan, atas sikapnya yang terlalu protektif terhadap Luluk, soal makanan. Mama orang yang paling merasa bersalah. "Namanya ngidam, kan, memang susah ditahan. Orang yang mau bukan dia, tapi bayinya. Mama juga pernah merasakan ngidam, tahu rasanya kalau lagi pengen sesuatu itu kayak apa. Harusnya Mama menuruti Luluk, bukan malah melarang dia makan makanan yang dia inginkan. Jadi tersiksa kan, dia. Terus ngejar tukang rujak, sampai ninggalin kantor," lanjut Mama. "Nggak ada yang salah, Ma. Semua yang terjadi sudah jadi kehendak-Nya. Kita doakan saja, semoga dokter bisa menyelamatkan anak dan istriku." Aku hampir tak bisa menahan tangis ketika berkata. Bayangan Luluk tengah bertaruh nyawa di meja operasi, membayang di pelupuk mata. Luluk dalam keadaan tida

  • Pacar Toxic   Bab 50

    Pacar Toxic 50 Pov Tema "Nyari Luluk, Mas?" tanya Diani ketika aku mendatangi ruangannya. Saat tiba di kantor, Luluk pamit ke ruangan Diani. Kangen katanya. Tentu saja aku tidak melarang. Dua sahabat itu sudah lama tidak bertatap muka, biarlah kangen-kangenan. Setelah Luluk melahirkan nanti, momen seperti itu akan sulit mereka temukan. Luluk akan sibuk dengan anak kami, apalagi kalau kemudian Diani menikah. Makin susah mereka buat ketemuan. Biarlah mereka menikmati kebersamaan ini. Begitu pikirku. Sementara Luluk melepas kangen dengan Diani, aku memeriksa beberapa berkas sebelum ditandatangani, dan menerima laporan secara online dari beberapa proyek yang masih dalam proses pengerjaan. Setelah selesai, aku menyusul Luluk. Aku sudah janji akan mengantarnya membeli perlengkapan anak kami. Sudah mepet waktu melahirkan. Sudah lama juga kami tidak pernah keluar berdua. Anggap saja kami pacaran lagi, sebelum disibukkan dengan kehadiran si kecil. "Tadi dia kesini, kan?" Agak aneh, ti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status