(^▽^)ノ🌙 selamat malam semuanya! Selamat beristirahat, kita lanjut besok lagi ya! Sayang kalian banyak-banyak! (♡˘︶˘♡)
Dalam perjalanan ke tempat pertemuan dengan klien mereka, Alisha tidak membuka suara sedikit pun. Hingga mereka sampai di tempat yang dituju dan sopir menghentikan kendaraan di depan lobi restoran itu.Keduanya berjalan masuk ke ruangan yang sudah dipesan sebelumnya, ruang yang cukup private untuk membicarakan kesepakatan bisnis, tetapi saat mereka tiba, klien mereka masih belum datang, Zayden memanfaatkan waktu ini untuk mengajak Alisha bicara, sebab sejak tadi Alisha tidak berkata apapun.“Sha, tentang yang tadi–”“Tidak perlu mengatakan apapun,” potong Alisha cepat.“Tapi, Sha–”“Klien kita sebentar lagi datang, kalau pembicaraan kita terputus rasanya kurang pas. Aku bahkan tidak bisa marah dan memakimu lama-lama, jadi … fokus dengan urusan kantor. Bukankah urusan kantor lebih penting?” Alisha melihat ke arah Zayden dengan senyum singkat.Mendengar ucapan yang terasa hangat itu setidaknya Zayden sedikit lebih lega, hanya saja masih jelas dia merasa ada yang mengganjal, hingga akhir
Sehari sebelumnya.Tania terlihat berjalan santai masuk ke sebuah kafe, dia tersenyum saat melihat seorang wanita sudah duduk menunggunya dengan sedikit gelisah.“Bagaimana, Serena?” Tania berkata dengan santai dan melepaskan kacamata hitamnya di atas meja.“Aku … akan kembali pada Zayden! Tapi, aku butuh dukunganmu. Setidaknya, aku tidak harus berurusan dengan wanita tua itu.” Serena berkata dengan nada tegas.“Tentu saja, yang paling penting buat Zayden kembali hancur dan buat dia benar-benar tidak bisa bangkit lagi kali ini.” Tania kembali berkata dengan tegas.Serena mengangguk. “Lalu, bagaimana dengan istrinya itu? Siapa dia?” tanyanya penasaran.Tania tersenyum penuh arti. “Dari informasi yang kudapatkan, istrinya saat ini adalah sekretarisnya sendiri. Bagaimana jelasnya, kamu bisa tanyakan pada Restia, bukankan dia sahabatmu? Zayden merekrutnya menjadi salah satu eksekutif di perusahaan bobrok itu untuk menjadi salah satu direksi yang menaungi urusan operasional kepegawaian.”
Serena, wanita yang membuat Zayden jatuh cinta hingga membuatnya menggila! Berdasarkan cerita yang didengar oleh Alisha kemarin, bahkan Zayden rela melepaskan statusnya dari keluarga besarnya hanya untuk menikahi wanita itu. Sebegitu besar pengaruh wanita ini dalam hidup Zayden.Namun, kecelakaan maut empat tahun lalu merenggut nyawa Serena hingga Zayden benar-benar sangat terpuruk. Bagi Zayden, kematian itu sangat janggal. Mayat yang ditemukan saat itu sudah hancur tak berbentuk, hanya saja setelah dilakukan olah tkp dan penyelidikan lebih dalam korban tersebut memang Serena dan dia sangat terpukul, terpuruk untuk waktu yang cukup lama.Saat melihat wanita itu masuk ke ruangan Zayden, Alisha sudah tahu kalau itu adalah Serena berkat foto yang dikirim Yumi padanya. Hanya saja, Alisha cukup terkejut kalau ternyata waktunya sangat cepat.Rasanya dia belum sempat menarik napas dan mengatur rencana, dia sudah mendapat kejutan yang luar biasa. Lucu sekali rasanya, bahkan hidupnya layak seb
Saat sampai di mejanya Alisha membuang napas kasar dan meletakkan tasnya di atas meja dengan sedikit membantingnya. “Menyebalkan sekali!” gumamnya kesal. Pagi-pagi sudah membuat kepalanya pusing. Dan saat melihat Restia rasanya ingin sekali dia menjambak rambut wanita itu, hanya saja dia sadar membalas orang seperti itu bukan dengan cara yang bar-bar! Setidaknya harus elegan dan terhormat, bukankah dia seorang Nyonya Zayden Wicaksana? Bodoh sekali kalau harus bertengkar, sama saja menjatuhkan harga dirinya. Cara yang paling tepat ya membalasnya dengan menekan, seperti yang dilakukan Zayden pada orang-orang, setidaknya dia bisa belajar dari sikap kejam Zayden ini. “Ini diminum dulu,” ucap Zayden meletakkan secangkir teh di meja Alisha. Hal ini membuat Alisha menarik dirinya dari pikirannya yang kesal ini. “Kamu buatin teh?” Alisha menaikkan sebelah alisnya menatap Zayden yang berdiri di depan mejanya. “Tentu saja. Sepertinya suasana hati istriku sedang tidak baik, apa ada yang men
Keesokan hari berjalan seperti biasa, Zayden sudah pergi lebih dulu ke kantor, sementara Alisha memilih untuk berjalan kaki. Baru sampai lobi kantor Tika menepuk pundaknya hingga membuatnya terkejut.“Tika, kamu ngagetin aja!” seru Alisha.Tanpa banyak bicara, Tika menarik tangan Alisha dan membawanya ke area tangga darurat.“Al, sebenarnya apa yang terjadi, sih? Kok kamu sampai bisa tidak tahu kalau sebenarnya Pak Zayden itu tidak suka dengan perayaan ulang tahunnya?” tanya Tika penasaran.Alisha langsung mengeryitkan keningnya. Yang dialaminya waktu itu, saat semua sudah bersiap untuk memberi kejutan Zayden marah, tetapi … rasanya tidak mungkin Tika tahu sampai sedetail itu kalau dia tidak mendengar gosip.“Zayden tidak suka ulang tahunnya dirayakan?” Alisha berpura-pura seolah tidak mengerti dengan pertanyaan Tika barusan.Tika mengangguk cepat. “Bukankah kemarin itu Pak Zayden marah karena dia tidak suka dengan perayaan ulang tahunnya?” tanyanya lagi.“Tahu dari mana kamu gosip se
Alisha membuka matanya, suasana kamar tidak terlalu terang, cukup redup dan juga … dia merasakan kalau Zayden sudah tidak ada lagi di sampingnya, di sebelahnya terasa kosong. Namun, saat dia melihat ke arah jendela besar yang ada di sudut ruangan terlihat Zayden sedang duduk di sofa menghadap ke arah luar, pandangannya jauh ke arah luar. Mungkin pria itu menyadari Alisha yang sudah bergerak bangun dan langsung menoleh ke arah kasur dan tersenyum lebar. “Sayang, kalau kamu lapar makanannya sudah ada, tapi kalau masih mengantuk tidur lagi juga tidak apa-apa.” Alisha masih diam di atas tempat tidur sambil memperhatikan Zayden tanpa menjawab. Kemudian, Zayden beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arah tempat tidur. Mengelus pelan kepala Alisha. “Aku lapar …,” ucap Alisha dengan nada suaranya yang terdengar manja, membuat Zayden tersenyum mendengarnya. “Tapi aku malas bergerak.” “Tidak baik makan di atas tempat tidur,” ucap Zayden lalu mengangkat tubuh Alisha dengan mudahnya
“Zayden,” panggil Alisha lagi. Menepuk pelan wajahnya yang terasa panas. Pria itu masih memejamkan matanya. Alisha lalu menarik napas dalam dan melepaskan pelan genggaman tangan pria itu. “Tunggulah sebentar, aku akan menghubungi rumah sakit untuk–” “Tidak perlu ini hanya sakit ringan, aku cuma butuh istirahat sebentar. Hubungi pihak hotel untuk minta penurun panas saja.” Zayden berkata dengan nada lemah dengan mata setengah terbuka. “Tapi kalau ada apa-apa bagaimana?” Alisha berkata dengan sedikit tenang, sebenarnya dia agak panik hanya tidak mungkin dia bersikap seperti itu. “Penawarnya itu kamu, jadi lebih baik kamu tidak perlu jauh-jauh dariku. Di sini saja.” Zayden berkata dengan serak. Permintaan pria ini terdengar tidak masuk akal, hanya saja Alisha tidak mempermasalahkannya. “Ya sudah aku akan meminta penurun demam. Tapi … kamu yakin tidak apa-apa?” tanya Alisha memastikan. Zayden mengangguk. Dua jam berlalu, setelah Alisha mengompres tubuh pria itu dan memberinya obat
Mendengar pernyataan Zayden barusan membuat Alisha tertawa miris. “Aku merekrutnya masuk ke perusahaan karena tahu kemampuannya memang sebagus itu dalam hal mengelola manajemen sumber daya manusia di sebuah perusahaan. Kemampuannya sudah diakui, tapi aku tidak menyangka kalau dia malah membuat ulah seperti ini.” Zayden menghela napas dalam. “Dia sahabat mantan pacarmu, mungkin dia ingin tahu apa kamu masih mengingat sahabatnya atau tidak. Apakah dia tidak tahu kalau kamu sudah menikah?” Alisha berkata sambil meminum air putihnya. “Tahu, hanya saja seperti permintaanmu, dia tidak tahu dengan siapa aku menikah.” Zayden berkata tenang. Hanya … tatapan mata Zayden masih tidak lepas dari Alisha. Alisha mengangguk pelan. “Biasanya … sehari setelah hari ulang tahun ini, aku dan Restia akan datang ke makamnya.” Zayden menambahkan hal itu membuat Alisha mengurungkan niatnya untuk menyuapkan nasi gorengnya, meletakkan kembali sendok itu ke piring. “Itu artinya hari ini?” tanya Alisha lagi.
Zayden mengembangkan senyum. “Aku akan mengatakan padanya kalau pemilik hatiku Alisha.”Alisha mengernyitkan keningnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kamu berani mengatakan hal itu karena kamu tahu dia sudah benar-benar mati dan tidak mungkin kembali, kan?”Kata mati terlontar begitu saja dari mulut Alisha, baginya sedikit kejam tidak masalah, toh, selama ini Zayden juga sering berkata tajam padanya. Seharusnya membalas sedikit sakit hati ini tidak masalah.Terdengar desahan samar dari Zayden. “Aku hanya akan menjadi suamimu, dan kamu akan menjadi istriku satu-satunya sampai aku mati.” Zayden berkata dengan penuh penekanan. Hanya saja Alisha tertawa sangsi.“Ya, ini tentang sebuah status, Zayden. Tapi … hati tidak ada yang tahu milik siapa.” Alisha kembali berkata terus terang. Dia hanya mencoba untuk melindungi dirinya.“Milikmu.” Zayden berkata cepat. “Segala yang menjadi milikmu aku akan melindunginya, Alisha.” Tatapan Zayden penuh penegasan, hanya saja … tidak mudah untuk Al